Sosok Datuk Patimang memiliki nama asli Datuk Sulaiman. Bersama dengan 2 rekannya yakni Datuk Ri Bandang dan Datuk Ri Tiro, mereka diutus oleh Kesultanan Aceh untuk mengislamkan masyarakat di Sulawesi Selatan.
Dalam perjalanannya, Datuk Ri Bandang berdakwah di wilayah Kerajaan Gowa-Tallo, Datuk Ri Tiro beranjak ke Bulukumba, sedangkan Datuk Sulaiman sendiri ditugaskan di daerah Luwu. Ia pun menetap di Desa Pattimang yang saat itu merupakan pusat pertama Kerajaan Luwu.
Lalu bagaimana kisah perjalanan Datuk Sulaiman selama menyebarkan ajaran Islam di Tana Luwu? Berikut kisah selengkapnya.
Biografi Datuk Patimang
Melansir dari Jurnal Ilmu Pendidikan (JIP) yang berjudul "Mahkota Sejarah: Jejak Pendidikan Islam di Sulawesi pada Masa Awal", Datuk Patimang memiliki nama asli Khatib Sulung Sulaiman. Ia berasal dari Koto Tangah, Minangkabau, Sumatera Barat.
Ia diberi gelar Datuk Patimang karena menyebarkan agama Islam di Desa Patimang, Luwu. Meski demikian, ia tetap menyandang gelar Datuk dan bukanya Opu sebagaimana biasanya digunakan rakyat bangsawan di Luwu.
Di Minangkabau sendiri, gelar Datuk setara dengan gelar Opu di Tanah Luwu. Gelar ini merupakan gelar yang sangat dihormati dan hanya disandang oleh kaum lelaki yang telah menjadi tokoh adat.
Perjalanan Datuk Patimang Menyebarkan Islam di Tana Luwu
Dilansir dari Jurnal Kependidikan Media berjudul "Media Pembelajaran Reka Bentuk Prasejarah pada Makam Datuk Sulaiman", Datuk Pattimang memulai perjalanannya mengislamkan Tana Luwu pada awal abad ke-17. Awal perjuangannya penuh dengan tantangan dan penolakan.
Desa Pattimang merupakan daerah pusat pertama Kerajaan Luwu. Daerah ini merupakan daerah yang ditinggali oleh raja-raja terdahulu.
Warisan budaya, sejarah, dan agama dari para leluhur begitu kuat dan berpengaruh di kalangan masyarakat setempat. Kepercayaan mereka terhadap para dewa dan roh tidak pernah lepas dalam kehidupan sehari-hari.
Mulai dari perayaan pesta panen, ritual menyembuhkan penyakit, dan lain-lain. Sudah pasti melibatkan cara-cara tradisional yang erat dengan kepercayaan leluhur.
Ajakan untuk memeluk ajaran Islam tentunya tidak serta merta disambut baik oleh masyarakat dan Raja Luwu kala itu. Kondisi tersebut menyebabkan Datu Patiman membutuhkan waktu cukup lama untuk menyebarkan ajaran Islam di sana.
Seperti dikutip dari laman Warisan Budaya Kemdikbud, Raja Luwu bahkan menantang Datuk Patimang untuk berduel dan bertarung ilmu. Kesepakatannya, jika Datuk Patimang dapat melakukan semua yang diminta oleh raja, maka ia akan diizinkan untuk menetap dan berdakwah kepada penduduk. Beruntung, kemenangan saat itu berpihak pada Datuk Patimang.
Selanjutnya untuk menarik masyarakat memeluk Islam, Datuk Patimang pun banyak berdakwa seputar tauhid kepada masyarakat. Hal ini selaras dengan kepercayaan "dewata sewwae" yang dipeluk masyarakat begitu kuat kala itu.
Hingga akhirnya, Pada sekitar tahun 1603, Raja Luwu La Pattiware bersedia memeluk agama Islam. Tidak hanya itu, seisi istana juga mengikuti agama tersebut.
Diterimanya Islam di Tanah Luwu ditandai dengan pembangunan masjid yang berada tidak jauh dari istana. Masjid tersebut bernama Masjid Jami Tua yang letaknya tepat di Kota Palopo sekarang.
Setelah mengislamkan Raja Luwu dan seisi istana, Datuk Pattimang memilih tetap tinggal di Kerajaan Luwu dan meneruskan syiar Islam ke rakyat Luwu dan sekitarnya. Seperti Wajo, Soppeng, dan Suppa yang masyarakatnya belum memeluk agama Islam.
Makam Datuk Sulaiman Pattimang
Perjalanan Datuk Pattimang dalam menyebarkan ajaran Islam berakhir saat ia wafat. Datuk Pattimang kemudian dimakamkam di Desa Pattimang, Kecamatan Malangke, Kabupaten Luwu Utara.
Di area pemakaman ini juga terdapat makam lain seperti makam Raja Luwu, Andi Pattiware. Ada juga makam-makam lain yang merupakan keturunan-keturunan Raja Luwu.
Makam Datuk Sulaiman sendiri merupakan makam yang paling tinggi dari makan-makam di sekitarnya. Tinggi makamnya bahkan melebihi makam Raja Luwu, Andi Pattiware.
Hal ini dimaknai sebagai bentuk penghormatan raja terhadap sang khatib dari tanah Minangkabau tersebut.
Atap makam Datuk Sulaiman terdiri dari tujuh tingkatan yang memiliki ukuran berbeda di setiap tingkatannya. Bentuk atapnya makamnya juga cukup unik sebab mirip bentuk atap rumah adat Luwu Langkanae.
Nah, itulah kisah perjalanan Datuk Pattimang dalam menyebarkan agama Islam di Tana Luwu. Jadi lebih paham kan, detikers!
(edr/urw)