Tari Kipas Pakarena Makassar, Asal-usul dan Makna Gerakan

Tari Kipas Pakarena Makassar, Asal-usul dan Makna Gerakan

Al Khoriah Etiek Nugraha - detikSulsel
Minggu, 10 Jul 2022 15:30 WIB
Flash mob Tari Pakarena digelar di Anjungan Pantai Losari, Makassar, Sulsel.
Foto: Tari Pakarena khas suku Makassar. (Hermawan Mappiwali/detikcom)
Makassar -

Tari Kipas Pakarena merupakan salah satu tarian tradisional suku Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Tarian ini seringkali dipertunjukkan pada acara-acara besar pemerintahan atau pun perayaan adat.

Sesuai namanya, Tari Kipas Pakarena menggunakan properti utama kipas. Selain itu para penari juga menggunakan baju tradisional suku Makassar, yakni baju Bodo saat mementaskannya.

Tari Kipas Pakarena telah dilakukan oleh orang-orang terdahulu suku Makassar. Tarian ini bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga mengandung banyak nilai moral.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam pementasannya, Tari Kipas Pakarena dilakukan oleh 4-6 orang penari. Kemudian diiringi dengan alat musik tradisional berupa gandrang dan puik-puik.

Melansir Peta Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Tari Kipas Pakarena ini awalnya digunakan oleh orang terdahulu di suku Makassar sebagai media pemujaan kepada para dewa. Tari Kipas Pakarena sudah dikenal pada masa Kerajaan Gowa di sekitar abad ke-14.

ADVERTISEMENT

Keindahan serta keunikan gerak Tari Kipas Pakarena ini kemudian lambat laun bergeser fungsi sebagai media hiburan. Kemudian tarian ini menjadi salah satu ikon dari budaya suku Makassar.

Asal Usul Tari Kipas Pakarena

Tari Kipas Pakarena awalnya bernama Sere Jaga yang berfungsi sebagai bagian upacara ritual khususnya pada ritual sebelum menanam padi dan usai menanam padi. Dalam melakukan gerakan tarinya, penari memegang seikat padi benih yang telah dipilih melalui upacara ritual.

Pada perkembangan selanjutnya Tari Sere Jaga menjadi bagian upacara ritual yang dilakukan semalam suntuk. Upacara tersebut antara lain: Ammatamata Jene, Ammatamata Benteng, dan lain-lain.

Tari tersebut kemudian mengalami perkembangan dalam bentuk penyajian dan piranti. Padi yang dipegang sekarang diganti dengan kipas.

Tarian ini dulunya hanya ditarikan di dalam istana kerajaan Gowa oleh putri-putri bangsawan, menjadi pelengkap dan wajib dipertunjukkan pada saat upacara adat atau pesta-pesta kerajaan. Menggelar Tari Kipas Pakarena merupakan simbolisasi penghargaan kepada nenek moyang atau leluhur.

Sehingga tarian ini tidak boleh lalai dilakukan karena ditakutkan ada gangguan dari arwah leluhur yang merasa tidak mendapatkan penghormatan yang sepantasnya.

Tari Pakarena pada awalnya disajikan semalam suntuk, dimulai pada pukul delapan malam, dilanjutkan dengan babak kedua yang disajikan pada pukul 24.00 malam, hingga akhirnya sampai pada bagian penutup yang dilakukan pada waktu subuh. Panjangnya pementasan tarian ini menyebabkan dibutuhkan beberapa penari dan pemusik cadangan yang siap menggantikan penari pertama yang pentas.

Simak legenda Tari Pakarena di halaman selanjutnya.

Legenda Tari Kipas Pakarena

Kehadiran Tari Pakarena seringkali dikaitkan dengan mitologi To Manurung (orang yang turun dari langit) yang berkembang pada masyarakat suku Makassar. Ada dua versi legenda tentang hal ini.

Pertama, pada saat kerajaan Gowa Purba mengalami chaos dari 9 kelompok pendukungnya. Untuk mengatasi hal tersebut, dibutuhkan seorang sosok pemimpin yang dapat menyatukan mereka.

Hingga akhirnya terdengarlah kabar kedatangan seorang putri yang turun dari langit dan menyatakan kemampuan dalam menyelesaikan persoalan Gowa. Dia berjanji akan menyatukan negeri dan mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat.

Sontak dia diangkat sebagai raja oleh mereka yang sebelumnya selalu berseteru. Sang putri kemudian mengajarkan aturan-aturan adat termasuk gerakan-gerakan tarian yang dijadikan tarian pada masa itu dan kemudian dikenal dengan Tari Pakarena.

Legenda versi kedua menceritakan bahwa Tari Pakarena bermula pada mitos perpisahan antara To Manurung. To Manurung yang telah mengajarkan banyak hal mengenai kehidupan di bumi, antara lain bercocok tanam, beternak, menangkap ikan, mengurus rumah tangga, bermasyarakat, dan yang lainnya.

Setelah To Manurung meninggalkan mereka, maka dibuatlah tarian untuk mengenangnya dan mengucapkan rasa syukurnya dengan menirukan gaya dan perilakunya saat bersama-sama di kerajaan Gowa.

Simak makna Tari Pakarena di halaman berikutnya.

Makna Gerakan Tari Kipas Pakarena

Gerakan dalam Tari Kipas Pakarena sangat lembut dan gemulai. Kadang naik kadang turun, kadang meliuk dengan anggunnya dan diiringi tetabuhan gendang yang bertalu-talu.

Tari Kipas Pakarena mencerminkan sikap teduh, hening, dan kontemplatif. Pakarena adalah sebuah tarian ritus yang mengungkapkan hubungan manusia dengan Tuhan dan bercerita tentang ritme kehidupan.

Pola-pola tarian ini memiliki makna khusus. Pertama, gerakan pada posisi tegak berdiri dengan badan yang membusung ke depan merefleksikan bahwa sebagai manusia kita harus selalu tegak berdiri, tegar, dan tidak gampang rebah meski menghadapi berbagai persoalan dan kerumitan hidup.

Gerakan pada posisi duduk, menjadi pertanda awal dan akhir dalam tarian Pakarena. Gerakan berputar mengikuti arah jarum jam, menunjukkan siklus kehidupan manusia.

Sementara gerakan naik turun dalam Tari Kipas Pakarena mencerminkan irama kehidupan. Alunan lagu dengan nada yang mendayu-dayu menggambarkan irama perempuan Makassar yang lemah lembut dan menjadi pereda keberapi-apian laki-laki.

Halaman 2 dari 3
(sar/asm)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads