Sosiolog Universitas Hasanuddin (Unhas), Dr Ramli AT menilai fenomena hebohnya kata pakintaki di media sosial (medsos) saat ini terjadi karena banyaknya netizen yang ikut-ikutan meramaikan, padahal mereka tidak mengetahui makna sesungguhnya dari kata pakintaki.
"Saya tidak yakin bahwa semua yang menonton video ini paham makna pakintaki," kata Dr Ramli kepada detikSulsel, Kamis (17/2/2022).
Bahkan Ramli menilai, di lain pihak yang mengucapkannya pun bisa jadi sadar bahwa mereka menggunakan kata tersebut secara tidak pas maknanya pada konteks kalimat yang diucapkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kata itu (pakintaki) digunakan di media sosial bukan untuk menjelaskan sesuatu, tetapi untuk menarik perhatian," bebernya.
Menurutnya, untuk menarik perhatian tidak perlu dengan penempatan kata dengan makna tepat pada kalimat yang diucapkan. Namun yang terpenting kata atau ucapan itu dirasakan atau didengarkan unik bagi penonton atau pendengarnya.
"Mengapa (pakintaki) bisa viral? Sepertinya ini mirip fenomena kerumunan di dunia nyata. Orang berkerumun itu kan tidak saling mengenal, tetapi ada sesuatu yang menjadi perhatian bersama mereka," jelasnya.
Sesuatu itu bisa berbentuk sesuatu yang menarik bagi yang terlibat. Akan Tetapi boleh jadi juga tidak menarik namun tetap dibayangkan menarik. Adanya sesuatu yang menarik atau dibayangkan menarik perhatian atau rasa penasaran itu sehingga mendorong mereka berada di tempat yang sama.
"Misalnya, di jembatan Sungai Tallo ada anak remaja menunjuk sesuatu dengan mimik tak biasa ke tepi sungai. Karena penasaran, ada beberapa pengendara yang singgah lalu ikut memandang ke obyek yang ditunjuk anak remaja tadi," jelasnya.
Tindakan ini malah memicu pengendara berikutnya untuk ikut singgah dan menimbulkan kerumunan yang memacetkan lalu lintas. Namun kondisi ini bukannya menghentikan orang berkerumun, malah semakin membuat pengendara yang melintas berikutnya ikut penasaran dan menyebabkan kerumunan semakin besar.
"Padahal di antara banyak yang berkerumun itu, banyak yang sesungguhnya tak tertarik dengan seekor kadal yang ditunjuk anak remaja yang memicu kerumunan tersebut," jelasnya.
Dalam konteks video yang pakintaki yang viral tersebut, rasa ingin tahu atau penasaran dibuktikan dengan munculnya banyak pertanyaan terkait arti pakinta. Jadi sesungguhnya mereka juga banyak yang tak paham tetapi menjadi bagian yang terlibat dan memviralkannya.
"Di sisi lain, ini juga menunjukkan kalau sebuah ungkapan bahasa tidak selalu berfungsi sebagai alat menyampaikan gagasan secara lugas yang memerlukan makna denotatif. Tapi lebih dari itu, makna konotatif bahkan emosi yang dibawa sebuah ungkapan terbukti bisa memobilisasi perhatian publik di dunia digital saat ini," tukasnya.
(tau/nvl)