Pabrikan mobil Jerman Volkswagen (VW) menjual pabrik mobilnya yang berada di Kota Urumqi, Provinsi Xinjiang, China. Penjualan dilakukan karena VW kalah saing dengan perusahaan lain dan China dituduh telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Melansir detikNews yang mengutip AFP dan Reuters, Jumat (29/11/2024), VW mengumumkan penjualan pabriknya pada Rabu (27/11) dan dibeli oleh perusahaan milik China, SMVIC yang aktif dalam bisnis mobil bekas. VW juga menjual lintasan uji di Turpan dan Anting di provinsi yang sama.
VW angkat kaki juga disebabkan China dituduh telah melakukan banyak pelanggaran HAM di wilayah tersebut. China melakukan kamp pendidikan ulang dan kerja paksa yang menargetkan warga Uighur dan kelompok minoritas lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seorang juru bicara perusahaan mengatakan alasan dibalik keputusan tersebut. Faktor ekonomi menjadi alasan utamanya
"Alasan ekonomi," kutip juru bicara perusahaan yang tidak disebutkan namanya.
VW Kalah Saing
Pertumbuhan VW pada tahun 2023 jauh lebih lambat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Perusahaan itu juga kalah saing dengan pesaingnya dari China.
Diketahui perusahaan VW bekerjasama dengan perusahaan milik negara Cina, SAIC Motor Corporations sebagai mitra. Keduanya tetap akan memperpanjang kerja sama.
Perusahaan itu mengatakan akan memperpanjang kemitraannya dengan perusahaan SAIC selama satu dekade hingga 2040. Kedua perusahaan itu mengatakan bahwa mereka akan menjual pabrik mereka di Xinjiang kepada unit SMVIC dari grup Shanghai Lingang Development, yang juga akan mengambil alih pekerja pabrik tersebut.
Langkah ini diambil karena VW berupaya menutup pabrik di Jerman. Selain untuk memangkas biaya produksi, VW juga memberhentikan karyawannya.
Perusahaan ini telah mengukur dampak perang dagang antara Beijing dan Brussels. Hal ini akan berdampak seiring dengan kebijakan UE mengenakan tarif yang besar pada kendaraan listrik yang diimpor dari Cina.
Isu Pelanggaran HAM
Alasan selain ekonomi, yakni pelanggaran HAM terhadap minoritas di China. Organisasi HAM menuduh China menahan lebih dari satu juta orang, sebagian besar Uighur, di 'kamp pendidikan ulang' dan menuduh telah memanfaatkan para tahanan untuk melakukan kerja paksa.
Diketahui tahun lalu di Paris, Prancis, beberapa kelompok aktivis mengajukan pengaduan yang menargetkan perusahaan-perusahaan Prancis dan AS. Kelompok aktivis itu menuduh mereka terlibat dalam kejahatan HAM di Xinjiang akibat subkontraktor di China.
(ata/hmw)