Warga di Konsel Demo Tolak Perluasan Lahan Sawit di Kawasan Konservasi

Warga di Konsel Demo Tolak Perluasan Lahan Sawit di Kawasan Konservasi

Nadhir Attamimi - detikSulsel
Kamis, 18 Des 2025 08:40 WIB
Warga di Konsel Demo Tolak Perluasan Lahan Sawit di Kawasan Konservasi
Foto: Warga Konawe Selatan melakukan demonstrasi menolak perluasan lahan sawit di kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai. (Dok. Istimewa)
Konawe Selatan -

Sejumlah warga Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra) melakukan demonstrasi menolak perluasan lahan sawit di kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW). Aksi unjuk rasa itu berakhir ricuh.

Massa awalnya menggelar aksi di sepanjang jalan di kawasan kantor TNRAW, Rabu (18/12/2025). Kemudian massa mencoba mendobrak pagar dan memasuki halaman kantor taman nasional tersebut.

Saat aksi, massa menilai negara dan pemerintah daerah lebih memberi akses mudah bagi perusahaan sawit untuk merambah taman nasional. Sementara petani padi justru dipersulit mengakses lahan untuk sekadar bertahan hidup.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Setiap tahun ada penambahan penduduk. Di Desa Lanowulu dan Tatangge saja, sekitar 100 kepala keluarga baru tidak punya lahan garapan. Tapi yang diprioritaskan justru sawit, bukan sawah," kata Ketua Kelompok Petani Kamaruddin kepada wartawan.

Kamaruddin mengaku menyesalkan langkah pemerintah yang memberi akses kemudahan terhadap izin penggunaan lahan untuk sawit. Sedangkan warga yang hendak membuka lahan persawahan dipersulit.

ADVERTISEMENT

"Kami hanya petani padi. Kami minta lahan untuk makan dan menyambung hidup. Tapi izin sawah dipersulit. Sebaliknya, perusahaan atau pengusaha bisa membuka lahan sawit yang jelas-jelas menerabas taman nasional," bebernya.

Kamaruddin menyesalkan aturan pilih kasih yang dipertontonkan pemerintah. Ia mengatakan sebagai pribumi warga kerap menjadi korban kriminalisasi, padahal tanah yang ditempati di kawasan ini merupakan tanah leluhur mereka.

"Padahal orang tua dan leluhur kami sudah mendiami kawasan ini sebelum Taman Nasional, tapi selalu menjadi sasaran kriminalisasi. Makanya kami melakukan aksi dan gerakan semacam ini," tuturnya.

Sementara, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah II Balai TNRAW Aris tak menampik adanya larangan bagi warga untuk mengelola taman nasional menjadi sawah. Menurutnya, perubahan status menjadi sawah akan mengganggu ekosistem yang ada di kawasan taman nasional seluas 105.154 hektare.

"Taman nasional ini harus dilindungi, dan dijaga. Ada 4 tipe ekosistem di dalamnya ada mangrove, savana, hutan dan rawa. Terkait lokasi yang diklaim warga ingin menambah luasnya itu ekosistem savana. Di situ habitat satwa, ada ular dan lainnya. Jadi bukan savananya kita jaga, tapi hewan di dalamnya. Jadi ekosistem 4 ini saling terkait. Kalau rusak maka eskosistem lainnya akan rusak," ujar dia.

Namun Aris membedakan dengan aturan perambahan taman nasional menjadi lahan sawit. Ia berdalih adanya mekanisme khusus untuk sawit melalui Permen LHK Nomor 14 Tahun 2023 yang memungkinkan pola kerja sama dan kemitraan di kawasan taman nasional.

"Ada pola kerjasama untuk sawit, dan ada batas satu daur tanam selama 15 tahun, setelah itu dikembalikan ke negara," pungkasnya.




(ata/sar)


Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads