Kementerian Kelautan dan Perikanan (KPP) menyegel empat lokasi jetty atau dermaga milik perusahaan tambang nikel di Kabupaten Halmahera Timur (Haltim), Maluku Utara (Malut). Area yang telah direklamasi itu, terindikasi tidak mengantongi izin persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (PKKPRL).
"Kami melaksanakan penghentian sementara terhadap kegiatan pemanfaatan ruang laut, terutama untuk jetty di tersus (terminal khusus) yang tidak memiliki PKKPRL," ujar Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono kepada detikcom di lokasi, Kamis (9/10/2025).
Penyegelan itu berlangsung di jetty milik PT Alngit Raya dengan areal reklamasi seluas 8,452 hektare di Desa Wailukum, Kecamatan Kota Maba, Halmahera Timur, Kamis (9/10). Sehari sebelumnya, KKP juga menyegel jetty milik PT Adhita Nikel Indonesia seluas 1,066 hektare, PT Makmur Jaya Lestari 2,204 hektare, dan PT Jaya Abadi Semesta 0,797 hektare.
"Dalam Minggu ini kami telah melaksanakan operasi penertiban, jadi ada delapan (lokasi jetty) yang dilakukan pemeriksaan untuk di wilayah sini, namun ada empat yang belum tertib, ditambah waktu hari Senin kemarin kami juga melakukan penyegelan di Kepulauan Riau," ujar Ipunk, sapaan akrabnya.
Ipunk menegaskan, langkah ini membuktikan KKP akan bersikap tegas terhadap perusahaan yang memanfaatkan ruang laut untuk kegiatan usahanya. Sebab jika pemanfaatan ruang laut tidak dilakukan secara tertib, maka ekosistem maupun wilayah laut tidak bisa dimanfaatkan.
"Kalau enggak dilakukan penyegelan nanti semua akan melakukan kegiatan tidak ada tanggung jawabnya. Harapan kita para pelaku usaha ini bisa tertib dengan tanggung jawab dan harus ada izinnya. Nah, izin dari itu (PKKPRL) ada di KKP, termasuk pemanfaatan pulau-pulau kecil," tuturnya.
Terkait pulau-pulau kecil, Ipunk mengaku sempat melihat kegiatan pertambangan yang berlangsung secara masif di wilayah Haltim. Ia menyaksikan aktivitas itu melalui pesawat udara.
"Jadi saya lihat kami terbang tadi, masih ada beberapa pulau kecil yang ada kegiatan tambang nikelnya, dan itu pasti pengangkutannya menggunakan tongkang ini, untuk itu perlu ada PKKPRL," ujarnya.
Lebih lanjut, Ipunk menjelaskan sebelum mengambil langkah penyegelan, pihaknya melakukan operasi mandiri menggunakan kapal laut. Hal itu didukung dengan data-data yang dihasilkan dari citra satelit.
"Kapal kita bisa tiap waktu datangi, terus citra satelit. Jadi ada teknologi yang kita gunakan juga, dimana letak daripada pemanfaatan ini yang belum ada izinnya, maupun yang ada izinnya kami datangi semua, sejauh mana ketertiban itu dilaksanakan oleh para pelaku usaha," katanya.
Ia juga memastikan para pelaku usaha pertambangan tersebut akan dikenakan denda. Pihaknya akan menghitung berapa nilai denda yang akan dikenakan terhadap setiap perusahaan.
"Karena ini sudah keterlanjuran kan, tetap kami lakukan penghitungan berapa nilai denda yang akan dikenakan kepada perusahaan ini. Itu nanti ada tim kami yang melakukan tindak lanjut," katanya.
Simak Video "Video: Melihat Kolam Super Gede di Area Tambang"
(hsr/sar)