Sejumlah user perumahan Pesona Adnin yang merasa ditipu oleh developer mengadu ke Komisi 1 DPRD Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel). Mereka meminta DPRD Maros menengahi persoalan pengembalian dana para user.
Mereka berbondong-bondong ke Kantor DPRD Maros, Selasa (7/10/2025). Para user diterima oleh Ketua Komisi I DPRD Maros Muhammad Ikram Rahim di ruangannya sekitar pukul 10.45 Wita.
"Tadi baru penyampaian aspirasi, sudah disampaikan laporannya dan saya minta ke user untuk disiapkan semua berkas pendukung," kata Ikram kepada detikSulsel, Selasa (7/10).
Secara umum, Ikram mengaku sudah mendapat gambaran soal masalah di Perumahan Pesona Adnin ini. Para user meminta pengembalian dana usai tak dibangunkan unit rumah dan tidak menerima sertifikat.
"Mereka mengadu karena ada kurang lebih 20 rumah yang sudah dijual tapi ternyata sertifikatnya diambilkan uang bank. Masuk di bank katanya, bank (di) Panakkukang," katanya.
Aduan warga lainnya, lanjut Ikram, yakni tanah kaveling yang sudah terjual namun dijual kembali ke pembeli lain dengan harga lebih tinggi. Pihaknya memastikan akan menindaklanjuti masalah ini dengan menggelar rapat dengar pendapat (RDP).
"Ada juga kaveling yang dijual 2 kali, 3 kali. Ini semua yang akan kita tindaklanjuti. Jadi kita menunggu berkas masyarakat dulu, rumah yang lebih 20 itu (sertifikat digadaikan), tanah kaveling yang dijual lebih 1 kali. Ini yang jadi masalah nanti," katanya.
Setelah menerima berkas pendukung dari warga, Ikram mengaku akan segera menjadwalkan RDP. Pihaknya akan memanggil semua pihak terkait nantinya.
"Akan dipanggil semua, dari PT Daeng Cahaya Abadi, bank BPN pasti kita akan undang. Pak Dusun, Desa, Camat kita akan undang semua karena pasti mereka ini tahu banyak soal persoalan ini. Kita mau telusuri sumber masalahnya di mana termasuk legalitas lahan dan lain sebagainya," katanya.
Sementara itu, perwakilan user atas nama Robi (33) berharap agar pihak DPRD Maros mencari solusi khususnya pengembalian dana para user. Apalagi, kata dia, jumlah user yang jadi korban terus bertambah seiring dilakukannya pendataan.
"Kami mengadu soal penyelesaian pengembalian dana. Kami tadi diterima langsung oleh Ketua Komisi 1 dan siap untuk persoalan ini akan didalami terlebih dahulu. Pengembalian dana user jika tidak akan dilanjutkan secara hukum lebih lanjut," kata Robi.
Robi mengungkapkan jumlah korban juga saat ini terus bertambah dari 90 kini menjadi 115 user. Jumlah korban bertambah usai mereka melakukan pendataan secara mandiri.
"Kita lakukan pendataan, nah posisi untuk saat ini jumlah korban sudah 115 tapi kemungkinan masih akan bertambah lagi karena ini masih didata lagi. Karena untuk pendataannya pun saya sudah berkoordinasi dengan user lain untuk didata. Memang saya bikinkan google form, untuk diisi korban. Supaya bisa nanti ditahu berapa sebenarnya user di sana," katanya.
Korban tersebut merupakan pembeli tanah kaveling dan unit rumah di Pesona Adnin sejak 2023. Sementara total kerugian user juga diperkirakan sudah mencapai Rp 10 miliar.
"Karena untuk dari 115 orang ini, satu orang bukan hanya ambil 1 kaveling, ada juga yang ambil 2-3 kaveling bahkan ada yang sampai 10 kaveling. Jadi kalau diestimasi kira-kira sudah di atas Rp 10 miliar total kerugian, kalau dihitung-hitung," katanya.
Harga per kaveling awalnya dijual seharga Rp 15 juta, namun belakangan harganya makin naik. Sementara untuk satu unit rumah dipasarkan ke user hingga Rp 300 juta.
"Apalagi yang belakangan terjual ini makin mahal satu kaveling ada Rp 25-Rp 35 juta. Kalau rumah di kisaran Rp 200-Rp 300 juta per unit," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Utama PT Daeng Cahaya Abadi, Ahmad Jaelani selaku pengembang perumahan Pesona Adnin mengakui ada kesalahan manajemen. Dia berjanji akan melakukan pembangunan rumah atau mengembalikan dana pembeli.
"Iya ada memang keterlambatan mengenai progres, tapi saya komunikasikan, saya sampaikan juga ke user untuk diberikan waktu sampai di November ini. Ada pengembalian, serta ada pembangunan," kata Ahmad kepada detikSulsel, Senin (6/10).
Simak Video "Video: Komisi III Terima 469 Aduan Sepanjang 2024, Terbanyak Masalah Pengadilan"
(asm/sar)