Khutbah Jumat menjadi salah satu sarana dakwah, termasuk dalam membentuk akhlak dan karakter umat Islam. Lewat mimbar Jumat, pesan-pesan moral dapat disampaikan secara langsung, menyentuh hati, dan menggugah kesadaran kolektif.
Apakah detikers sudah menyiapkan materi untuk khutbah Jumat akhir Syawal, 25 April 2025?
Jika belum, detikers dapat menyiapkan materi tentang akhlak. Dalam artikel ini, detikSulsel menyajikan 4 contoh khutbah Jumat tentang akhlak lengkap dengan doa-doanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Semuanya disusun ringkas, menyentuh, dan relevan dengan kehidupan sehari-hari. Teks khutbah ini siap digunakan oleh detikers yang hendak menjadi khatib Jumat.
Yuk simak selengkapnya!
Teks Khutbah Jumat: Akhlakul Karimah
Khutbah I
الحمد لله الذي انعمنا بنعمة الإيمان والإِسْلَامِ وَوَفَقَنَا بِالْأَعْمَالِ وَالْإِحْسَانِ احمده سبحانه وتعالى حمد من يريد المزيد بالإنعام. اشهد ان لا اله الا.
اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ الْخَالِقُ الْمَنَّانُ وَاشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا ان سيدنا محمد عبده ور سُولُهُ الْمَبْعُوثُ لِيَمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ لِلْأَنَامِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ مَصابيحالضلامِ. أَمَّا بَعدُ - فَيَا أَيُّهَا الْحَضِرُونَ ا اتَّقُوا اللَّهَ وَاعْبُدُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Sebagaimana biasa, untuk mengawali khutbah ini, marilah kita memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan taufiq dan hidayahnya kepada kita semua. Kare-na taufiq dan hidayahNya itu, kita semua di siang hari ini bisa melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim, yakni shalat Jum'at di masjid ini.
Tak lupa pula, dari mimbar ini saya menyerukan kepada para jamaah, agar kita senantiasa meningkatkan takwa kepada Allah. Artinya, ibadah kepada Allah setiap hari harus ada peningkatan lebih baik; bukan malah lebih buruk. Takwa berarti kita patuh kepada Allah. Dengan senang hati melaksanakan perintah-perintahNya. Dengan ikhlas hati kita meninggalkan larangan-laranganNya.
Para hadirin sidang Jum'at yang berbahagia,
Seorang muslim yang bertakwa akan berimbas kepada bu-di pekertinya dan terpancar dalam pergaulan di tengah-tengah masyarakat. Orang yang bertakwa, tentu ia menjauhi larangan-larangan Allah. Di mana, larangan-larangan itu juga dianggap buruk oleh masyarakat. Kemudian, ia senantiasa melakukan sesuatu yang baik. Di mana, masyarakat akan memuji orang yang berbuat baik. Jadi, ketakwaan itu erat kaitannya dengan akhlakul karimah.
Para hadirin sidang Jum'at yang berbahagia,
Sesungguhnya yang menentukan tinggi rendahnya martabat manusia itu bergantung pada budi pekertinya. Jika akhlaknya baik, budi pekertinya indah, maka ia akan mempunyai nilai lebih. Jadi perlulah disadari bahwa tinggi rendahnya martabat manusia bukan karena harta benda, jabatan, kedudukan, jumlah umat pengikutnya atau jumlah keluarganya. Banyak orang yang kaya tetapi hatinya miskin. Banyak orang yang berkedudukan tetapi akal dan budinya rendah. Tidak sedikit orang yang punya pengikut, punya umat, punya pendukung, namun kelakuannya busuk.
Budi pekerti yang baik disebut pula akhlakul karimah. Dan akhlakul karimah inilah yang menjadi tolok ukur martabat seseorang. Mengapa....? Sebab akhlak karimah, budi pekerti yang baik itu, akan melahirkan butiran-butiran yang sangat berharga bagi seseorang yang bersangkutan.
Butiran-butiran itu adalah dampak dari perbuatan baik, dampak dari budi pekerti mulia, dampak dari akhlak karimah. Di antaranya ialah:
1. Seorang yang berakhlak mulia tidak akan takut karena ia merasa dalam kebenaran. Sesuatu yang baik dikatakan baik, yang benar dikatakan benar dan yang salah dikata-kan salah. Jika ia berada dalam kebenaran, maka ia tak merasa khawatir. Tetapi merasa aman. Namun jika ia me-rasa salah, maka ia menjadi cemas. Takut kepada Allah.
2. Tingkah laku orang yang berakhlak karima selaras dengan aturan-aturan yang ditetapkan Allah. Yakni aturan kebe-naran. Ia senantiasa melakukan kebenaran dan menjauhi larangan-laranganNya, baik dalam keadaan sendirian mau-pun di tengah masyarakat.
3. Orang yang berakhlak karimah mampu berbakti kepada Allah di mana saja ia berada karena disertai dengan kesa-daran tinggi, lahir maupun batin.
4. Orang yang berakhlak karimah selalu menjaga diri dari segala bentuk kemaksiatan, baik kemaksiatan lahir mau-pun kemaksiatan batin.
5. Ia tidak sombong, tidak berbangga diri, tidak merasa diri-nya yang paling benar, tidak merasa dirinya paling pintar, tidak merasa dirinya paling kaya, tidak merasa dirinya pa-ling kuat, dan tidak pula ada perasaan tinggi hati. Apa yang dikerjakannya dianggapnya sebagai tanggungjawab hidup.
Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ أَحْسَنَ الْحَسَنِ الْخَلْقِ الْحَسَنُ.
( رواه ابن عساکر)
"Sesungguhnya sebaik-baik barang baik adalah budi pekerti yang baik."
Sidang Jum'at yang berbahagia,
Dasar atau pokok akhlak itu sesungguhnya ada dua macam yaitu tarkul adza atau kafful adzaa dan hamlul adza. Tarkul adza ialah meninggalkan hal-hal yang menyebabkan sakit atau menderita. Sakit itu bisa menimpa pada dirinya sendiri atau pada orang lain. Jadi orang yang berakhlakul karimah setiap hendak berbuat, ia lebih dahulu mempertimbangkan apakah baik atau buruk, sejauh mana mendatangkan keuntungan, sejauh mana mendatangkan kerugian. Apakah jika dilakukan akan merugikan diri sendiri. Kalau tidak merugikan diri sendiri, apakah merugikan orang lain?
Yang kedua adalah Hamlul Adza, yakni menahan sakit (menahan penderitaan). Bagaimana pun orang yang berakhlakul karimah itu harus kuat menahan penderitaan atau rasa sakit. Sebab manusia hidup di dunia ini tidak lepas dari akibat yang ditimbulkan oleh lingkungannya. Sesuatu yang tidak menyenangkan dari lingkungan itu bisa saja disengaja atau tidak disengaja. Sedikit banyak kita pasti terganggu.
Oleh karena itu, orang yang berakhlakul karimah harus sadar menerima gangguan dari lingkungannya dan harus sabar, menerima apa yang terjadi dan menimpa dirinya. Sebab jika tidak tahan menerima kenyataan yang menyakitkan, maka ia akan melakukan balasan dan berbuat sesuatu yang menyakitkan orang lain atau lingkungannya. Padahal membuat 'sakit atau mengganggu orang lain bukanlah akhlakul karimah.
Maka tarkul adza atau meninggalkan sakit dan hamlul adza atau menahan sakit, keduanya tidak bisa dihindari bagi orang yang berakhlakul karimah. Memang manusia itu selamanya tidak bisa lepas dari berhubungan dengan manusia lain.
Al Quran sendiri telah mengemukakan bahwa sifat orang yang beriman di antaranya adalah:
الْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ
"Orang-orang yang menahan marahnya dan senantiasa memberi ampun kepada orang lain."
Sidang Jum'at yang berbahagia,
Dalam sebuah hadis diterangkan bahwa Rasulullah saw. pernah berpesan kepada Uqbah, "Wahai Uqbah, ingatlah! Aku hendak memberitahu kepadamu tentang seutama-utamanya budi pekerti manusia di dunia ini. Yaitu agar engkau menyambung hubungan dengan orang lain yang telah memutuskan silaturahim denganmu, agar engkau memberi orang yang tidak memberimu, agar engkau senantiasa memaafkan orang yang berbuat dzalim kepadamu".
Dari hadis tersebut dapat diperoleh pesan bahwa akhlak yang paling utama adalah menahan sakit. Karena jika sese-orang tidak mampu menahan sakit terhadap tindakan orang lain, maka jelaslah akan terjadi balas dendam dan timbullah permasalahan baru.
Walaupun demikian, bukan berarti kita harus selamanya sabar. Sabar ada batasnya. Dalam hal apakah kita masih harus sabar dan dalam keadaan manakah kita harus membalas atau membela diri? Jika agama diinjak-injak, maka kita jangan sa-bar. Kita harus membalasnya. Hal yang demikian itu boleh kita marah karena membela agama Allah.
Para hadirin yang berbahagia,
Sebagai umat Muslim, diharapkan agar kita berusaha meningkatkan akhlak, karena mengingat betapa sangat besar nilainya akhlakul karimah itu.
Di dalam menuju cita kemuliaan dan kemurnian jiwa, yang menjadi dasar dari kehidupan, maka pastilah kita akan menemui penghalang, duri-duri yang melintang di tengah jalan. Kita akan mendapat berbagai kesulitan dan gangguan. Gangguan dan halangan itu haruslah dihadapi dengan sabar demi menjadi manusia berbudi pekerti mulia.
اعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّحِيمِ خذ ذ الْعَفْوَ وَاهْرُ بِالْعُرْفِ وَاعْرِضْ عَنِ الجاهلين.
باركَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ و تفعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالنَّكْرِ الحكيمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنكُمْ تِلَا وَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ أَقُولُ فَعَلِي هَذَا
واسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ والمُسلِمَاتِ فَيَا فَوْنَ الْمُسْتَغْفِرِينَ وَيَا نجاة التائبين.
Khutbah II
الحَمدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ
وَنَسْتَغْفِرْهُ وَنَعُوذُ بِهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمَنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ.
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَاشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
امَّا بَعْدُ ! فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُونَ . أَوْصِيكُمُ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ المتَّقُونَ رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرُ لنا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ، رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ
نَفْسي ظُلْمًا كَثِيرًا كَبِيرًا ، وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ الا انت . فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةٌ مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْنِي إِنَّكَ أَنتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.
ربَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ عِبَادَ اللَّهِ فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةٌ مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْنِي انك انتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةٌ وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ عِبَادَ اللهِ ! إن الله. يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِبْتَاءِ ذِي الْقُرْ تي وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
فَاذْكُرُوا اللَّهَ العَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ الله اكبر
Sumber: Kumpulan Khutbah Jum'at Sepanjang Masa
Teks Khutbah Jumat: Tiga Sifat yang Tercela
Khutbah I
الحَمْدُ لِلَّهِ مُشَرَفِ الْأَنَامِ بَعْضِهَا عَلَى بَعْضٍ وَهُمْ فِظِ الْقُلُوبِ الْغَافِلَةِ بِالتَّذْكِيرِوالوعظ. احمده سبحانه وتعالى وشكره واتوب اليه واستغفره.
اشهدان لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ و اشهدان نا محمد عبده ورسولَهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمَ وَبَارِكَ عَلَى سَيِّدِنَا وَحَبِيبِنَا وَ شَفِيعِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِهِ وَاصْحَابِهِ وَمَنْ حَسُنَتْ فِي الْإِسْلَامِ افعالُهُ وَاعْمَالَهُ
امَّا بَعْدُ - مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِينَ اتَّقُوا اللهَ واجْتَنِبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَهَا بطن لعلكم تفلحون.
Jamaah Jum'at yang Berbahagia,
Sebagaimana biasa, untuk mengawali khutbah ini, marilah kita memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan taufiq dan hidayahnya kepada kita semua. Ka-rena taufiq dan hidayahNya itu, kita semua di siang hari ini bisa melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim, yakni shalat Jum'at di masjid ini.
Tak lupa pula, dari mimbar ini saya menyerukan kepada para jamaah, agar kita senantiasa meningkatkan takwa kepada Allah. Artinya, ibadah kepada Allah setiap hari harus ada pe-ningkatan lebih baik; bukan malah lebih buruk. Takwa berarti kita patuh kepada Allah. Dengan senang hati melaksanakan perintah-perintahNya. Dengan ikhlas hati kita meninggalkan larangan-laranganNya.
Para hadirin sidang Jum'at yang berbahagia,
Untuk mencapai derajat takwa yang sebenar-benarnya itu, hendaknya kita menghindari perbuatan-perbuatan yang tercela. Perbuatan tercela adalah perbuatan buruk, di mana manu-sia dan Allah mencelanya.
Adapun sikap tercela menurut kacamata Islam di antaranya ialah:
1. Berlebih-lebihan, berbangga-banggaan dan menyombong-kan diri
Hal ini bertentangan dengan akhlak seorang mukmin. Islam mengajarkan kepada kita untuk hidup sederhana, wajar, dan tidak menyombongkan diri. Perilaku itu sangat dibenci oleh Allah.
Allah berfirman:
ولا تُسْرِفُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Dan janganlah kalian berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang berlebih-lebihan.
Terutama berlebih-lebihan yang disertai dengan membang-gakan diri dan bermewah-mewahan. Ini suatu perbuatan yang sangat tercela, sangat buruk. Sebab Islam menjelaskan seba-gaimana sabda Nabi SAW:
كلِّ وَاشْرَبُ وَالْبَسَ وَتَصَدَّقُ فِي غَيْرِ سَرَف ولا مخيلة .
Makanlah, minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah de-ngan tanpa berlebih-lebihan dan tidak bermegah-megahan!
Jika demikian bagaimana kita bersikap? Sebagai orang ber-iman kita harus istishod, sederhana dan tidak pemboros. Se-bab pemboros adalah teman setan.
إنَّ الْمُذِرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
Sesungguhnya orang yang berbuat boros itu teman setan.
2. Sifat Kikir dan Dzalim
Kikir dan dzalim merupakan perbuatan busuk. Agama ma-napun mencela sifat kikir dan dzalim. Sebab kedua sifat itu membahayakan masyarakat, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
اتَّقُوا الظَّلْمَ فَإِنَّ الظَّلْمَ ظُلُمَاتِ يَوْمَ الْقِيَاهَةِ وَاتَّقُوا الشَّحَ فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
Takutlah kalian terhadap sikap dzalim itu, karena kedza-liman menjadikan kegelapan di hari Kiamat. Dan takutlah kalian sikap kikir, karena kikir itu membinasakan orang (umat) terdahulu sebelum kalian.
Sikap kikir dapat menyebabkan kecemburuan sosial. Se-hingga dampaknya ialah tidak meratanya ekonomi. Yang mis-kin semakin miskin, dan yang kaya semakin kaya. Dengan tim-bulnya kecemburuan sosial, maka terjadilah pencurian, peram-pokan bahkan pertumpahan darah.
Karena itu Allah mengancam orang-orang yang kikir dengan siksa yang amat berat.
Sebagaimana termaktub dalam surat Ali Imran 180:
ولا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَخْلُونَ بِمَا أَتَاهُمُ اللهُ من فضله هو خير لهم بل هو شر لهم سَيْطَقَ قُونَ مَا تَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ .
Dan janganlah orang-orang yang kikir dengan apa yang telah diberikan oleh Allah dari anugerahNya itu, mengira lebih baik bagi mereka, tetapi begitu lebih buruk baginya. Harta yang mereka kikirkan itu besok akan dikalungkan pada hari Kiamat.
3. Membuat Tetangga Tidak Nyaman
Islam mengajarkan bagaimana hidup bermasyarakat, terutama dengan sesama tetangga. Walaupun tetangga itu miskin ataupun seorang yang beragama lain. Islam mengajarkan bah-wa dalam bertetangga kita harus saling menghormati, jangan mengganggu, jangan saling membenci, jangan saling iri hati, dan jangan membuat tetangga merasa tidak nyaman. Tetapi kita harus saling tolong menolong, saling mengingatkan dan setiap ada sesuatu, maka yang wajib didahulukan adalah tetangga.
Sungguh berat ancaman bagi orang yang menyakiti hati tetangga dan mengganggu ketenangannya. Rasulullah SAW bersabda:
والله لا يُؤْمِنُ ، وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ قِيلَ مَن يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ : مَنْ لَا يَا مَنْ جَارَهُ بِوَائِقَهُ . ( متفق عليه )
"Demi Allah, dia tidak beriman, demi Allah dia tidak beriman." Sahabat bertanya kepada Rasulullah, "Wahai Rasul, siapakah yang tidak beriman itu?" Jawab Rasulullah SAW, "Yaitu orang yang tetangganya tidak aman dari ganggu-annya."
4. Curang
Sesungguhnya kecurangan itu sangat merugikan orang lain, terutama dalam hal berjual beli. Sering kita jumpai dalam dunia perdagangan, ada istilah persaingan bisnis. Persaingan yang tidak sehat biasanya diikuti dengan kecurangan. Antar penjual saling menjatuhkan harta dan ingin membunuh --dalam tanda petik--, dan masing-masing mencari keuntungan diri sendiri.
Kadang-kadang kecurangan itu dalam menimbang atau menakar. Banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, penjual mengurangi timbangan atau takaran. Inilah salah satu con-toh keburukan akhlak yang akan mendapat ancaman dari Allah. Bukankah Allah SWT telah memperingatkan dalam Al Qur'an:
اعوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّحِيمِ ويل الْمَطَفِّفِينَ الَّذِينَ إِذَا كَتَالُوا عَلَى النَّاسِ يستَوْفُونَ ، وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ
Celaka bagi orang-orang yang curang. Yaitu mereka yang apabila menerima takaran dari manusia minta disempurnakan, dan jika menakar untuk mereka sendiri dikurangi-nya.
Para hadirin yang berbahagia,
Empat sifat yang sangat buruk itu, yakni sombong, kikir, meng-ganggu tetangga dan curang janganlah ada pada diri kita. Sung-guh sangat berbahaya bagi diri sendiri maupun orang lain. Ingat-lah, bahwa barangsiapa memiliki empat sifat itu, maka dia ada-lah sejelek-jelek manusia. Semoga Allah membersihkan hati kita dari sifat-sifat tercela. Amiin.
جَعَلْنَا اللَّهُ وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْمَقْ مِنِينَ الصَّادِقِينَ ونفعننَا وَلَيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِكْرالحكيْم. وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ.
وَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسلِمِينَ والمُسلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورالرحيم.
Khutbah II
الحَمدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ
وَنَسْتَغْفِرْهُ وَنَعُوذُ بِهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمَنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ.
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَاشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
امَّا بَعْدُ ! فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُونَ . أَوْصِيكُمُ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ المتَّقُونَ رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرُ لنا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ، رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ
نَفْسي ظُلْمًا كَثِيرًا كَبِيرًا ، وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ الا انت . فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةٌ مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْنِي إِنَّكَ أَنتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.
ربَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ عِبَادَ اللَّهِ فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةٌ مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْنِي انك انتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةٌ وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ عِبَادَ اللهِ ! إن الله. يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِبْتَاءِ ذِي الْقُرْ تي وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
فَاذْكُرُوا اللَّهَ العَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ الله اكبر
Sumber: Kumpulan Khutbah Jum'at Sepanjang Masa
Teks Khutbah Jumat: Cermin Akhlak Mulia, Hindari Banyak Bicara
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْاِيْمَانِ وَالْاِسْلَامِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ. وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَام أَمَّا بَعْدُ: فَيَاأَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ, اِتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ, وَاشْكُرُوْهُ عَلَى مَا هَدَاكُمْ لِلإِسْلاَمِ، وَأَوْلاَكُمْ مِنَ الْفَضْلِ وَالإِنْعَامِ، وَجَعَلَكُمْ مِنْ أُمَّةِ ذَوِى اْلأَرْحَامِ. قَالَ تَعَالَى : اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah
Mengawali khutbah Jumat pada kesempatan mulia kali ini, khatib mengajak kepada seluruh jamaah untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT Pesan penting tentang ketakwaan ini wajib disampaikan oleh setiap khatib karena menjadi salah satu rukun dalam khutbah Jumat. Artinya, jika tidak menyampaikan wasiat tentang takwa, maka tidak lengkaplah rukun khutbah Jumat yang bisa berdampak kepada tidak sahnya rangkaian shalat Jumat yang dilakukan.
Wujud ketakwaan ini adalah dengan patuh menjalankan perintah Allah dan ikhlas meninggalkan larangan-larangan-Nya. Jika ketakwaan sudah terpatri dalam diri setiap kita, maka insyaallah kita mampu menjaga keimanan dan keislaman kita dengan kuat. Ketakwaan, keimanan, dan keislaman merupakan paket lengkap sebagai modal dalam mengarungi kehidupan dunia agar senantiasa tetap di jalan Allah SWT. Pesan ini sering disampaikan para khatib dalam khutbahnya melalui ayat Al-Qur'an Surat Ali Imran: 102:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim."
Pada kesempatan kali ini, khatib juga mengajak kepada jamaah Jumat untuk senantiasa mengingat apa yang sering disampaikan bilal sebelum khatib naik mimbar melalui sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ أَنْصِتْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
Artinya: "Apabila kamu berkata kepada temanmu "diamlah" pada hari Jumat, sementara imam sedang berkhutbah, maka engkau telah berbuat tiada guna." [HR al-Bukhari]
Melalui hadits ini, kita diingatkan untuk menjadi pribadi yang bisa menjaga diri untuk tidak banyak berbicara dan memahami situasi dan kondisi di mana, kapan, dan dengan siapa kita berbicara. Hal ini penting kita ingat dan aplikasikan bukan hanya pada saat khatib sedang menyampaikan khutbah saja, namun juga dalam aktivitas interaksi dengan orang lain dalam kehidupan kita sehari-hari.
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah
Kecenderungan manusia memang suka didengarkan daripada mendengarkan. Kita bisa amati bersama dalam sebuah forum bisa dipastikan ada saja orang yang mendominasi pembicaraan dan tidak mau mengalah dengan pendapatnya. Ketika menanggapi pembicaraan orang lain, ia pun cenderung mengedepankan ke-aku-annya dengan menonjolkan diri dengan apa yang dimilikinya. Banyak orang yang dalam sebuah forum masih saja tidak memahami orang lain. Sebaliknya, ia selalu ingin dipahami oleh orang yang diajak berbicara.
Tentu ini manusiawi. Namun jika kadarnya terlalu sering malah akan menjadikan kontraproduktif dan mengakibatkan dampak negatif dalam interaksi dan komunikasi. Jika komunikasi tidak berimbang dan tidak berlangsung dengan baik, maka orang lain akan bosan dan tidak menanggapi apa yang sedang dibicarakan. Imam al-Lu'lui mengatakan dalam syair Adabut Thalab:
وَفِي كَثِيْرِ الْقَوْلِ بَعْضُ الْمَقْتِ
Artinya: "Dalam banyaknya bicara dapat menimbulkan sebagian kebencian."
Sehingga, di sinilah pentingnya keseimbangan dalam berbicara. Ada kalanya kita berbicara, namun ada kalanya kita mendengarkan. Kita perlu renungkan bahwa Allah SWT menciptakan telinga lebih banyak dari mulut. Allah memberi karunia dua telinga di bagian kepala sebelah kiri dan kanan. Sementara mulut diciptakan oleh Allah SWT satu buah. Hal ini sebenarnya memiliki hikmah yang mendalam bahwa kita diingatkan untuk lebih banyak mendengar daripada banyak berbicara.
Saat berbicara pun, kita harus memperhatikan dengan siapa kita berbicara. Kita harus bisa memahami gerak-gerik, karakter, tingkat pemahaman dari orang yang diajak berbicara dan mengedepankan akhlakul karimah, tidak sombong dan tidak membangga-banggakan diri. Kita juga diingatkan untuk selalu introspeksi terhadap kekurangan diri dan menanggalkan sikap senang mengoreksi kekurangan-kekurangan orang lain.
Dalam kitab Shifat al-Shafwah, Imam Ibnu Jauzi mencatat sebuah riwayat tentang Imam Bakr bin Abdullah al-Muzani yang menyampaikan 4 pesan mendalam:
- Ketika kamu melihat orang yang lebih tua darimu, katakanlah pada dirimu sendiri: 'Orang ini telah mendahuluiku dengan iman dan amal salej maka dia lebih baik dariku.'
- Ketika kau melihat orang yang lebih muda darimu, katakanlah: 'Aku telah mendahuluinya melakukan dosa dan maksiat, maka dia lebih baik dariku.'
- Ketika kau melihat teman-temanmu memuliakan dan menghormatimu, katakanlah: 'Ini karena kualitas kebajikan yang mereka miliki.'
- Ketika kau melihat mereka kurang (memuliakanmu), katakan: 'Ini karena dosa yang telah kulakukan."
Dari riwayat ini kita diajarkan untuk introspeksi dan menilai diri sendiri sebelum menilai orang lain. Bisa jadi yang menilai tidak lebih baik dari yang dinilai. Kita diajarkan untuk berbaik sangka (husnudzan) sebagai jalan pembuka pendewasaan spiritual dan menghadirkan pahala dari Allah swt.
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah
Terkait dengan komunikasi Rasulullah saw pun telah mengingatkan umat Islam untuk memiliki tata krama dan etika. Dalam haditsnya, kita diingatkan untuk benar-benar berpikir matang pada apa yang akan kita ucapkan. Kita harus mempertimbangkan manfaat serta mudarat, keuntungan dan kerugian, serta apakah akan berdampak negatif atau positif. Dalam haditsnya Rasulullah bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
Artinya: "Siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia mengucapkan perkataan yang baik atau diam." (HR Bukhari dan Muslim).
Lisan kita ibarat pisau yang bermanfaat jika digunakan untuk hal-hal yang baik. Namun sebaliknya akan membawa bencana jika digunakan dengan tidak bijak. Bukan hanya melukai diri sendiri, namun bisa melukai orang lain. Bukan hanya luka yang bisa sembuh dalam waktu pendek, namun luka dalam hati yang bisa saja terus bersemayam dalam hati. Rasulullah mengingatkan dalam haditsnya:
أَكْثَرُ خَطَايَا إِبْنِ آدَمَ فِي لِسَانِهِ
Artinya: "Mayoritas kesalahan anak Adam adalah pada lidahnya." (HR. Thabrani).
Rasulullah juga mengingatkan:
اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
Artinya: "Betakwalah kalian di manapun kalian berada. Iringilah keburukan dengan kebaikan yang mana itu bisa menghapusnya, dan pergaulilah orang-orang dengan akhlak yang baik" (HR Imam At-Turmudzi)
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah
Dengan penjelasan ini, mudah-mudahan kita senantiasa dianugerahi hati yang jernih yang terwujud dalam sikap dan perkataan lisan kita. Semoga Allah swt senantiasa menjaga lisan kita untuk tidak banyak berbicara hal-hal yang tidak penting. Semoga kita senantiasa bisa berinteraksi dengan orang-orang di sekitar kita dengan akhlak yang baik dan mulia sehingga kedamaian dan kebahagiaan akan senantiasa tercipta. Amin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْن
Khutbah II
الْحَمْدُ لِلّٰهِ وَ الْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلَّهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ إلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ
للَّهُمَّ ارْحَمْنَا بِالقُرْءَانِ. وَاجْعَلْهُ لَنَا إِمَامًا وَنُورًا وَهُدًا وَرَحْمَةً. اللَّهُمَّ ذَكِّرْنَا مِنْهُ مَا نَسِينَا. وَعَلِّمْنَا مِنْهُ مَا جَهِلْنَا. وَارْزُقْنَا تِلَاوَتَهُ ءَانَآءَ الَّيْلِ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ. وَاجْعَلْهُ لَنَا حُجَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ. رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Oleh: H Muhammad Faizin, Sekretaris PCNU Kabupaten Pringsewu, Lampung.
Sumber: NU Online
Teks Khutbah Jumat: Islam Agama Nasihat dan Akhlak
Khutbah I
لحَمْدُ لِلَّهِ ذِي الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ الَّذِي أَعَزَّنَا بِالْإِسْلَامِ، وَأَكْرَمَنَا بِالْإِيْمَانِ وَنَوْرَ قُلُوبَنَا بِالْقُرْآنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِنِ الَّذِي عَلَا النُّجُومَ وَالْكَوَاكِبَ الْعِظَامَ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ، بُدُورِ التَّمَامِ وَشُمُوسِ دِيْنِ الْإِسْلَامِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَلَا مَثِيْلَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الَّذِي لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمَنِ، فَإِنِّي أَوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقوى الله المَنانِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: وَالْعَصْرَ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّلِحَتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ . وَتَوَاصَوْا بِالصَّبر
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Mengawali khotbah pada siang hari yang penuh keber-kahan ini, khatib berwasiat kepada kita semua terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata'ala dengan melakukan semua kewajiban dan meninggalkan seluruh yang diharamkan.
Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Hendaklah diketahui bahwa Allah subhanahu wata'ala sah bersumpah dengan apa pun yang Ia kehendaki di an-tara makhluk-Nya. Dalam Surah Al-'Ashr, Allah Ta'ala bersumpah dengan al 'Ashr yang artinya masa sebagai-mana ditafsirkan sahabat Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhu.
Jadi, Allah bersumpah demi masa bahwa setiap manu-sia itu merugi kecuali orang-orang yang beriman dan ber-amal saleh. Inilah sifat para hamba Allah yang saleh yang mengamalkan pesan-pesan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan melaksanakan perintah-perintahnya. Mereka giat mempelajari ilmu agama dan sungguh-sungguh dalam mengamalkannya.
Terutama para sahabat yang awal-awal masuk Islam (as-sabiqun al-awwalun) yang dipuji oleh Allah Ta'ala dalam firman-Nya:
وَالسَّبِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ (التوبة: (100) رَضِيَ اللَّهُ
Maknanya: "Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Mu-hajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti me-reka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah" (QS At-Taubah: 100)
Allah subhanahu wata'ala memberitahukan kepada ki-ta bahwa Ia ridho kepada mereka, karena mereka telah percaya dan beriman, belajar dan beramal, memberi dan menerima nasihat. Oleh karenanya, sudah selayaknya kita meneladani Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Sudah sepantasnya kita meneladani para sahabat yang mulia, yang saling menasihati karena Allah. Sahabat yang satu menjadi cermin bagi saudara Muslim lainnya. Ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya.
Jika ia melihat aib atau kekurangan pada saudaranya, ia bersegera memberikan nasihat kepadanya dalam rangka mencari ridho Allah. Di pihak lain, sahabat yang dinasihati juga tidak enggan menerima nasihat, karena ia tahu bahwa nasihat itu sangat bermanfaat bagi dirinya.
Salah seorang ulama salaf berkata:
إِنْ رَأَيْتَ مَنْ يَدُلُّكَ عَلَى عُيُوبِكَ فَتَمَسَّكْ بِأَذْيَالِهِ
Artinya: "Jika engkau mengetahui ada orang yang menunjukkan kepadamu aib-aib dan kekurangan-kekuranganmu, maka berpeganglah dengannya"
Diriwayatkan bahwa Sayyidina 'Umar radhiyallahu 'an-hu berkata:
رَحِمَ اللَّهُ امْرَءًا أَهْدَى إِلَيَّ عُيُوبِي
Artinya: "Semoga Allah merahmati orang yang menunjukkan kepadaku aib-aib dan kekurangan-kekuranganku."
Para sahabat yang mulia ketika salah seorang di antara mereka bertemu dengan yang lain, mereka berjabat tangan dengan muka yang ceria dan tersenyum. Lalu mereka membaca Surah Al-'Ashr karena nilai-nilai agung nan mulia yang terkandung dalam surah ini: "Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran." (QS Al-'Ashr: 1-3)
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
الدِّينُ النَّصِيحَةُ، قُلْنَا لِمَنْ؟، قَالَ صلى الله عليه وسلم: اللهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ (رواه مسلم
Maknanya: "Agama memerintahkan nasihat (berbuat kebaikan)," ditanyakan kepada Nabi: Kepada siapa?, Nabi menjawab: "Kebaikan kepada Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan kepada kaum muslimin secara umum (yang bukan pemimpin)." (HR Muslim)
Al-Hafizh Abu 'Amr ibn ash-Shalah memberikan pen-jelasan mengenai hadits ini sebagaimana dikutip oleh Ib-nu Rajab sebagai berikut: "Nasihat adalah kata yang padat makna, mencakup tindakan penasihat terkait yang dinasihati dengan berbagai macam kebaikan, dalam kehendak dan perbuatan. Nasihat terkait dengan Allah adalah dengan mentauhidkanNya, menyifatiNya dengan sifat-sifat kesempurnaan dan keagungan yang layak bagi-Nya, menyucikan-Nya dari hal-hal yang tidak layak bagi-Nya, menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat kepada-Nya, melakukan berbagai ketaatan kepada-Nya dan perkara-per-kara yang Ia cintai dengan penuh keikhlasan, mencintai dan membenci karena-Nya, mengajak serta mendorong orang lain kepada ini semua.
Nasihat terkait dengan Kitab Allah adalah mengimani-nya, mengagungkannya, menyucikannya, membacanya dengan benar, tunduk kepada perintah-perintah dan lara-ngan-larangannya, memahami ilmu-ilmu dan hikmah-hikmahnya, merenungkan ayat-ayatnya, mengajak orang kepadanya, menjaganya dengan menolak upaya penyele-wengan orang-orang yang ekstrem dan upaya penistaan orang-orang kafir atau ateis terhadapnya. Nasihat terkait dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah de-ngan beriman kepadanya dan ajaran yang dibawanya, me-muliakan dan mengagungkannya, berpegang teguh de-ngan ketaatan kepadanya, menghidupkan dan menyebar-kan sunnahnya, memusuhi orang yang memusuhinya dan memusuhi sunnahnya, mencintai dan berpihak kepada orang yang mencintainya dan mencintai sunnahnya, ber-akhlak dan beradab dengan akhlak dan adabnya, serta mencintai keluarga, keturunan dan para sahabatnya, dan semacamnya.
Nasihat terkait dengan para pemimpin kaum muslimin adalah membantu mereka dan menaati mereka dalam ke-benaran, memperingatkan dan mengingatkan mereka de-ngan lemah lembut, tidak memberontak kepada mereka, mendoakan mereka agar diberi taufik oleh Allah serta mengajak orang lain melakukan ini semua. Nasihat ter-kait dengan kaum muslimin secara umum (yang bukan pemimpin) adalah membimbing mereka kepada hal-hal yang membawa kemaslahatan dan kebaikan bagi mereka, mengajarkan kepada mereka urusan agama dan dunia, menutupi keburukan-keburukan mereka dan menyem-purnakan kekurangan-kekurangan mereka, membela dan melindungi mereka dari musuh, tidak dengki dan iri ter-hadap mereka, mencintai untuk mereka apa yang dicintai untuk diri sendiri dan membenci untuk mereka apa yang dibenci untuk diri sendiri, dan hal-hal semacamnya."
Kaum Muslimin rahimakumullah, di antara contoh na-sihat adalah apa yang dilakukan oleh Imam Syafi'i seperti yang diceritakan dalam Siyar A'lam an-Nubala' dan lain-nya berikut ini. Imam Syafi'i menjadikan Muhammad bin 'Abdul Hakam seperti layaknya saudaranya sendiri. Imam Syafi'i begitu mencintainya, dekat dengannya dan penuh perhatian terhadapnya. Muhammad ini juga mulazamah kepada Syafi'i, mendalami ilmu fiqh dan berbagai ilmu kepadanya, bermadzhab dengan madzhabnya dan banyak berbuat baik kepadanya. Melihat kesungguhan mahabbah dan persaudaraan antara keduanya, banyak orang me-ngira bahwa Imam Syafi'i akan menyerahkan halaqah ilmunya di Masjid Jami' 'Amr bin 'Ash setelah ia wafat kepada Muhammad bin 'Abdul Hakam.
Pada saat Imam Syafi'i sedang sakit menjelang wafat-nya-dan waktu itu Muhammad bin 'Abdul Hakam tengah berada di dekat kepala Imam Syafi'i sehingga mudah un-tuk menunjuknya, dikatakan kepadanya: Kepada siapakah kami belajar setelah Anda, wahai Abu 'Abdillah?
Imam Syafi'i rahimahullah menjawab: "Belajarlah ka-lian kepada Abu Ya'qub al-Buwaithi." Al-Buwaithi adalah murid terbesar Imam Syafi'i dan dinilai oleh Imam Syafi'i lebih alim dan lebih utama. Karenanya, Imam Syafi'i me-lakukan nasihat dan berbuat baik terkait dengan Allah 'azza wa jalla dan kaum muslimin, dan tidak melakukan mudahanah (melakukan kesalahan untuk menjaga hubu-ngan dengan orang tertentu).
Imam Syafi'i tidak lebih mementingkan ridho makhluk daripada ridho Allah. Ia mengarahkan orang-orang untuk belajar kepada al-Buwaithi dan lebih memilihnya daripada Muhammad bin 'Abdul Hakam. Hal itu dikarenakan dalam penilaian Imam Syafi'i, al-Buwaithi lebih layak mengajar, lebih dekat kepada sikap zuhud dan wara', ce-pat meneteskan air mata, kebanyakan hari-harinya diisi dengan dzikir dan mengajarkan ilmu, dan malamnya kebanyakan diisi dengan tahajud dan membaca Al-Qur'an. Imam Syafi'i juga mempercayai al-Buwaithi untuk berfatwa dan mengarahkan orang yang meminta fatwa kepada-nya.
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Demikian khotbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin.
أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Sumber: Koleksi Khutbah Jum'at Inspiratif untuk Pemula dan Umum
Demikian contoh khutbah Jumat tentang akhlak yang dapat dijadikan referensi. Semoga bermanfaat!
(alk/edr)