Universitas Bina Mandiri (UBM) Gorontalo membantah memberikan sanksi skorsing hingga drop out (DO) terhadap mahasiswa karena membahas biaya program studi (prodi) Diploma Tiga (D3) Analis Kesehatan yang mencapai Rp 19 juta. Pihaknya menegaskan perkara ini akan diselidiki lebih lanjut.
"Tidak benar dan tidak pernah ada pemberian sanksi DO, skorsing serta pencabutan beasiswa KIP kepada mahasiswa aktif UBM akibat dan disebabkan adanya keterlibatan mahasiswa UBM menjadi anggota organisasi ekstra," ujar Ketua Yayasan UBM Gorontalo Azis Rachman kepada detikcom, Sabtu (15/3/2025).
Azis berharap semua pihak menghargai segala tindakan UBM. Dia menegaskan pemberian sanksi yang dikeluarkan pihak kampus melalui proses dan mengacu aturan yang berlaku.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seluruh proses pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik mahasiswa UBM Gorontalo, itu menjadi urusan internal kampus organisasi UBM Gorontalo, dan mohon dihormati sebagai bentuk pembinaan dan penegakan integritas lembaga pendidikan," tambahnya.
Pihaknya pun sudah membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Perguruan Tinggi (PPKPT) UBM Gorontalo. Azis menegaskan UBM menghargai segala aspirasi mahasiswa dan tidak pernah melarang kegiatan organisasi.
"Satgas ini menjadi pilar penegakan dan mengawal integritas kode etik setiap warga kampus UBM baik itu mahasiswa, dosen dan tendik, yang bertugas mengurus dan memproses berbagai potensi pelanggaran kode etik, yang berhubungan dengan moralitas dan perilaku menyimpang yang dilakukan warga kampus UBM dan sama sekali tidak ada hubungan dengan urusan organisasi eksternal kampus," jelas Azis.
Diberitakan sebelumnya, sebanyak sembilan mahasiswa UBM Gorontalo mengaku sanksi skorsing hingga DO usai diduga membahas biaya prodi D3 Analis Kesehatan yang mencapai Rp 19 juta. Mereka mendapatkan sanksi tersebut sejak 8 Maret 2025.
"Iya, perihal skorsing itu benar. Saya dapat skorsing dari kampus dan setahu saya yang diskorsing. Ada 8 orang diskorsing, ada yang di-DO 1 orang," ujar mantan Ketua Senat Fakultas Ekonomi dan Bisnis UBM Gorontalo, Moh Aditya Domili, Sabtu (15/3).
Sementara terkait biaya Rp 19 juta juga sempat dikomentari Rektor UBM Titin Dunggio. Titin mengaku prodi D3 Analis Kesehatan memang biayanya agak tinggi harus mengikuti ujian kompetensi hingga laboratorium.
"Prodi Analis Kesehatan memang pembiayaan agak tinggi karena berkaitan dengan peningkatan kompetensi dan sarpras laboratorium tetapi dibandingkan dengan perguruan tinggi di luar wilayah yang sama prodinya UBM masih rendah," kata Titin Dunggio kepada detikcom, Sabtu (18/1).
Titin mengatakan setiap mahasiswa sudah disampaikan sejak awal terkait biaya tersebut. Para mahasiswa pun menerima dan menyatakan bersedia menjadi mahasiswa D3 Analis Kesehatan.
"Untuk item pembiayaan secara keseluruhan sudah ditau oleh mahasiswa pada saat awal mereka masuk (kampus) itu sudah disampaikan item-itemnya. Sesuai dengan list yang ada dan dari semua prodi bervariatif maka pilihannya ada di mahasiswa," jelasnya.
(sar/ata)