- Profil Jenderal (Purn) M Jusuf
- Karier Militer dan Pendidikan Jenderal M Jusuf
- Jenderal M Jusuf dalam Kabinet Pemerintahan
- Kembalinya Jenderal M Jusuf ke Militer
- Prinsip Hidup Jenderal M Jusuf 1. Pribadi yang Jujur 2. Penuh Kesederhanaan 3. Rendah Hati 3. Dermawan
- Sosok Jenderal M Jusuf di Mata Tokoh Nasional 1. Dekat dengan Prajurit 2. Menyejahterakan Prajurit 3. Negarawan Sejati 4. Menjunjung Tinggi Suku Bugis 5. Sosok Tegas dan Jujur
Indonesia memiliki sederet tokoh militer yang berpengaruh besar dalam sejarah bangsa, salah satunya Jenderal (purn) M Jusuf. Sosoknya dikenal tegas, jujur, dan rendah hati sehingga disayangi oleh prajuritnya.
Ketika menjabat sebagai panglima TNI, Jenderal M Jusuf menunjukkan kedekatan yang penuh kasih sayang dengan anak buahnya. Hampir tidak pernah ada cerita buruk tentangnya sehingga diakui sebagai 'orang bersih' di antara petinggi-petinggi militer lainnya.
Di setiap langkahnya, Jenderal M Jusuf memegang teguh prinsip hidup dan kepemimpinan etnis asalnya suku Bugis. Dengan prinsip itu, dia menapaki karier yang cemerlang baik di lingkungan TNI maupun sebagai petinggi di lembaga eksekutif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namanya tidak terlepas dari sejarah peristiwa-peristiwa penting di Indonesia. Seperti peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang menjadi awal peralihan kekuasaan Presiden Soekarno ke Soeharto.
Jenderal M Jusuf pernah memimpin pasukan untuk menumpas pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Sulawesi Selatan (Sulsel). Pada pemberontakan itu, pembentuk DI/TII Abdul Kahar Muzakkar tewas terbunuh dengan misterius.[1]
Profil Jenderal (Purn) M Jusuf
Jenderal M Jusuf memiliki nama asli Andi Muhammad Jusuf Amir, dia lahir di Kajuara, Bone, Sulawesi Selatan pada 23 Juni 1928. M jusuf merupakan keturunan bangsawan dari suku Bugis. Kebangsawanannya dapat dikenali dari gelar 'Andi' di depan namanya.
Gelar bangsawan itu didapat dari ayahnya yang disebut-sebut merupakan Raja Kajuara bernama Arung Kajuara. Istrinya bernama Elly Saelan yang merupakan seorang putri pejuang asal Makassar bernama Emmy Saelan.[1][2]
Dari pernikahannya bersama Elly, mereka dikarunia seorang anak bernama Jaury Jusuf Putra. Namun, anaknya tersebut meninggal di usia yang belia.
Karier Militer dan Pendidikan Jenderal M Jusuf
Masa kecil Jenderal M Jusuf dihabiskan di Kabupaten Bone. Sekolah dasarnya ditempuh di Hollandsch Inlandsche School (HIS) di Watampone, Bone.
Begitu beranjak dewasa, pada usia 17 tahun M Jusuf bergabung dengan pemuda pejuang untuk mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dari serangan Belanda. Pada akhir tahun 1945 M Jusuf pun berlayar ke Pulau Jawa menggunakan kapal Pinisi dari Makassar.
Dia ditampung oleh Kahar Muzakkar yang tergabung dalam organisasi Kebangkitan Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS). Dari sinilah karier militer seorang M Jusuf dimulai. M Jusuf menjadi ajudan Letkol Kahar Muzakkar di Staf Komando Markas Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) Pangkalan X di Yogyakarta.
Di bulan Desember 1949, M Jusuf menjadi Kapten dalam Corps Polisi (CPM) kemudian melanjutkan menjadi anggota Staf Komisi Militer untuk Indonesia Timur sampai 1950.
Kemudian pada bulan April 1950, M Jusuf menjadi Panglima TT-VII/TTIT Kolonel Alex Kawilarang, lalu menjabat Kepala Staf Resimen Infanteri RI-24 di Manado pada 1953-1954. Di waktu yang bersamaan, M Jusuf meningkatkan kemampuan dengan mengambil Kursus Atase Militer Sekolah Staf dan Komando AD (SSKAD) pada 1952-1953.
Kemudian pada 1955-1956, Jenderal M Jusuf mengambil Kursus Lintas Udara/Airborne Course di Amerika Serikat, dan Kursus Singkat Khusus Angkatan IV. Setelah itu, dia menjabat Asisten II (Operasi) TT-VII/TTIT di Makassar tahun 1955-1956.
Di tahun 1957, M Jusuf menandatangani naskah Piagam Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) yang merupakan hasil gerakan militer di Indonesia. Pada Oktober 1956, dia memangku jabatan kepala Komando Reserve Umum (KRU) dengan pangkat Mayor dan Kepala Staf Resimen Hasanuddin di Parepare Sulsel. Kemudian pada Februari 1958, M Jusuf pun mencapai pangkat Letkol.
Tidak sampai di situ, M Jusuf lalu dipercaya mengemban tugas sebagai kepala Staf Komando Daerah Militer Sulawesi Selatan dan Tenggara (KDMMST) pada 1959. Di tahun yang sama, dia menjabat Panglima KDMMST pada bulan Oktober.
Sampai pada tahun 1960, pria suku Bugis ini sampai pada pangkat Kolonel. Jusuf pun memegang tongkat Komando Panglima Kodam XIV/Hasanuddin di Makassar sampai 1964.
Mulai tahun 1964, karier sipil Jenderal M Jusuf pun dimulai. Meski begitu, pada 1969 dia sempat menempuh pendidikan militer di Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Darat (Seskoad). [1]
Jenderal M Jusuf dalam Kabinet Pemerintahan
Usai menjalani karier di bidang militer cukup lama, pemimpin negara yang menjabat saat itu yakni Presiden Soekarno menunjuk Jenderal M Jusuf sebagai Menteri Industri Ringan di Kabinet Dwikora. Saat mengemban jabatan inilah, Jenderal M Jusuf terlibat kontroversi seputar Supersemar.[3]
Jabatan itu dipegangnya mulai dari 27 Agustus 1964-21 Februari 1966. Pada 24 Februari sampai 28 Maret 1966, Jenderal M Jusuf memangku jabatan sebagai Menteri Perindustrian Dasar di Kabinet Dwikora II.
Selanjutnya, dia menjadi Menteri Perindustrian Dasar di Kabinet Dwikora III pada 28 Maret 1966-25 Juli 1966. Setelah itu, menjadi Menteri Perindustrian Dasar & Menengah di Kabinet Ampera I pada 25 Juli 1966-17 Oktober 1967.
Jenderal M Jusuf kemudian menjabat sebagai Menteri Perindustrian dua periode berturut-turut di Kabinet Pembangunan pada 6 Juni 1968 hingga 28 Maret 1973. Posisi yang sama kembali dipimpin pada 28 Maret 1973-28 Maret 1978.
Terakhir, dia dipercaya menduduki posisi Ketua Badan Pemeriksa Keuangan pada 1983-1988 dan 1988-1993.[1]
Kembalinya Jenderal M Jusuf ke Militer
Jabatannya di pemerintahan membuat Jenderal M Jusuf tidak aktif sebagai seorang perwira. Kurang lebih 12 tahun lamanya, Jusuf tidak menggunakan seragam tentara.
Akan tetapi, begitu turun dari jabatannya sebagai Menteri Perindustrian M Jusuf justru ditunjuk sebagai Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Sebagian orang merasa, penunjukannya tersebut sangat janggal.[3]
Meski begitu, Jenderal M Jusuf tetap menerima jabatan tersebut dan diangkat pada 29 Maret 1978. Jabatan itu diemban dengan merangkap sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan.[1]
Selama memangku jabatan inilah merupakan puncak kepemimpinan atau karier militer seorang Jenderal M Jusuf. Selama menjabat, sosok Jenderal M Jusuf dikenang sebagai pemimpin yang menaruh perhatian besar akan kesejahteraan prajuritnya.[3]
Usai jabatannya sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan berakhir, Jenderal M Jusuf tidak lagi aktif di militer maupun pemerintahan. Dia berhijrah ke Makassar, kemudian mengembuskan napas terakhirnya pada 8 September 2004 pukul 21.35 Wita di usia 76 tahun karena penyakit yang sudah lama dideritanya.[1][2]
Prinsip Hidup Jenderal M Jusuf
Jenderal M Jusuf hidup dengan penuh tugas dan amanah yang diberikan negara kepadanya. Semua itu bisa dijalankannya dengan baik karena prinsip hidup yang dipegang.
Prinsip hidup Jenderal M Jusuf bisa diteladani untuk mengikuti jejaknya. Beberapa di antara prinsipnya itu diambil dari nilai-nilai suku Bugis yang didapatkan dari tanah kelahirannya di Sulsel.
Berikut prinsip-prinsip hidup Jenderal M Jusuf:
1. Pribadi yang Jujur
Jenderal M Jusuf memegang selalu mengutamakan kejujuran dalam kehidupannya sehari-hari. Prinsip hidup ini didasarkan pada nilai-nilai suku Bugis yang dipahaminya bahwa pemimpin yang berwibawa harus memimpin dengan watak malempu (jujur atau lurus).
Dia percaya seorang pemimpin harus mengutamakan kejujuran, sebab pemimpin yang tidak jujur tidak mungkin bisa berwibawa. Seorang yang jujur dapat disebut 'bersih' sehingga bebas mengambil keputusan.
2. Penuh Kesederhanaan
Kejujuran M Jusuf itu berbanding lurus dengan kesederhanaannya. Selama menjadi petinggi publik mulai awal sampai akhir jabatannya, kehidupan M Jusuf tidak pernah berubah.
Dia jauh dari aksesoris-aksesoris yang hanya memberikan kenikmatan sesaat. Itulah salah satu prinsip hidup yang dipegang teguh oleh Jenderal M Jusuf.
3. Rendah Hati
Ketika mencari tahu tentang M Jusuf, tidak ada banyak tulisan yang menggambarkan sosoknya sepenuhnya. Hal ini dikarenakan, M Jusuf sendiri selalu menolak untuk ditulis.
Dia tidak suka mengumbar-umbar cerita kepada publik bahkan disebut pelit mengungkapkan sesuatu. Sikapnya yang tertutup itu, semata-mata karena ingin menutupi wilayah kelabu dalam hidupnya karena tidak ingin merepotkan orang lain.
Dia juga tidak menikmati kehebohan terlebih lagi jika melibatkan orang lain untuk bersenang-senang di atas penderitaan mereka. Oleh karenanya, banyak kejadian yang melibatkan dirinya tidak begitu terungkap.
Selain tak ingin merepotkan, Jenderal M Jusuf juga tertutup karena tidak ingin mencederai orang lain dan keluarganya. Misalnya karena kejadiannya di masa lalu, orang-orang yang dendam bisa saja merusak orang terkait masalah itu atau bahkan keluarganya sendiri.
Prinsip hidup ini disebut Jenderal M Jusuf dalam bahasa Bugis sebagai 'ampe', artinya adalah watak atau etika. Prinsip ini dipegang M Jusuf sepanjang hidupnya.
Berdasarkan prinsipnya itu, dia diketahui sebagai orang yang rendah hati. Bahkan, gelar bangsawannya yakni "Andi" yang tercantum pada namanya itu dilepas pada 1957 dan tidak pernah digunakan lagi.
3. Dermawan
Terakhir, dia dikenal sangat dermawan bahkan disebut tidak tahu nilai uang. Beberapa orang terdekatnya seperti keponakan diberi uang kurang dari Rp 1,5 juta dan mewanti-wanti mereka untuk menjaganya baik-baik.
Selain itu, sifat dermawan M Jusuf terlihat ketika dirinya membangun Rumah Sakit Akademis (RSA) Jaury Ujung Pandang. Rumah sakit ini dibangun untuk mengenang putra tunggalnya yang meninggal bernama Jaury Jusuf Putra.
RSA Jaury dimanfaatkan sebagai rumah akademis bagi mahasiswa Kedokteran Universitas Hasanuddin (Unhas). Lebih daripada itu, pelayanan di RSA ini memfokuskan pelayanan sesempurna mungkin untuk masyarakat Sulawesi, Ambon, sampai Irian Jaya agar tidak perlu mengeluarkan ongkos banyak.
Jenderal M Jusuf juga senantiasa melengkapi dan memperbarui peralatan di RSA ini. Tujuan utamanya bukan untuk meraup dana namun agar pasien bisa terobati dengan baik.
Umumnya, rumah sakit hanya menyediakan 25% pelayanannya untuk pasien kurang mampu. Akan tetapi, RSA milik Jenderal M Jusuf ini justru hanya menyediakan 25% bagi yang mampu dan selebihnya untuk pasien yang kekurangan.
Sosok Jenderal M Jusuf di Mata Tokoh Nasional
Jenderal M Jusuf dikenang sebagai tokoh nasional yang menginspirasi dengan karier dan kepemimpinannya. Tak terkecuali Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden ke-10 Jusuf Kalla.
SBY mengenang sosok Jenderal M Jusuf sebagai sosok yang menjadi bagian dalam perjalanan besar bangsa Indonesia. Sosoknya telah menggambarkan sikap-sikap yang dapat diteladani oleh masyarakat Indonesia.
Menurut SBY, ada tiga keteladanan yang bisa dipetik dari sikap Jenderal M Jusuf. Sementara, Jusuf Kalla menyebut dua sikap Jenderal M Jusuf yang bisa diteladani.
Lima sikap teladan Jenderal M Jusuf dapat dipahami di bawah ini:
1. Dekat dengan Prajurit
SBY menceritakan, ketika dirinya berpangkat kapten Jenderal Jusuf memberikan perhatian dengan menyediakan susu dan kacang hijau. Perhatian sederhana itu, dapat membuat prajurit-prajurit tersenyum lebar usai melakukan kegiatan fisik yang berat.
2. Menyejahterakan Prajurit
Jenderal M Jusuf senantiasa menyejahterakan prajuritnya dengan kasih sayang, perhatian, dan kedekatan dengan anggotanya. Semua bentuk kasih sayang itu ditunjukkan saat Jenderal M Jusuf menjadi Panglima ABRI.
3. Negarawan Sejati
Pelajaran ketiga yang bisa dipetik dari sosok Jenderal M Jusuf adalah sikap nasionalisme sejati yang dimilikinya. Menurut SBY, sosok Jenderal M Jusuf lah yang disebut negarawan.
Sosok Jenderal M Jusuf banyak mengatasi masalah ikatan identitas kesukuan dan kedaerahan. Meskipun, dia dikenal sangat cinta sukunya yakni Bugis, tetapi M Jusuf tetap merangkul semua suku dan daerah sebagai tokoh nasional.
4. Menjunjung Tinggi Suku Bugis
Jusuf Kalla menggambarkan sosok Jenderal M Jusuf sebagai orang yang menjunjung tinggi suku Bugis. Saat peristiwa DI/TII di Sulsel, Jenderal M Jusuf berkeras ingin menjadi panglima di pasukan tersebut padahal sudah diturunkan prajurit dari Jawa.
Alasan perlakuannya itu karena Jenderal M Jusuf tidak ingin masyarakat Bugis malu karena dikalahkan oleh orang Jawa. Maka dari itu, dia harus bertindak sebagai panglima agar masyarakat suku Bugis bukan dikalahkan oleh orang Jawa meskipun prajuritnya dari Jawa. [1]
Sikap Jenderal Jusuf itu juga diceritakannya dalam Seminar 4 Etos 4 Jusuf di Universitas Hasanuddin, Senin (2/9/2024). Dia mengatakan, Jenderal Jusuf melakukan itu agar masyarakat Bugis bebas dari tekanan psikologis.
"Tidak, saya tidak mau kalian nanti di belakangan hari, ada suatu sejarah mengatakan minta maaf ini orang Jawa mengalahkan orang Bugis, tidak. Walaupun semua tentaranya berasal dari Jawa, panglimanya orang Bugis. Dan nanti di belakang hari sejarah mengatakan Jenderal Yusuf yang mengalahkan Kahar. Jadi kita bebas daripada tekanan psikologis," ujar Jusuf Kalla.
"Hanya satu sifatnya, jangan kita orang Bugis merasa kalah. Menjaga kehormatan kita," imbuhnya.
Lebih lanjut, Jusuf Kalla mengatakan M Jusuf merupakan penggambaran nyata dari nilai-nilai budaya Bugis-Makassar. Seperti falsafah hidup siri' na pacce yang berarti solidaritas dalam mempertahankan harga diri.[4]
"M Jusuf adalah contoh nyata dari bagaimana nilai-nilai budaya Bugis-Makassar dapat diaplikasikan dalam kehidupan modern dan kepemimpinan, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai seperti siri, pacce," jelas Jusuf Kalla.
5. Sosok Tegas dan Jujur
Sikap yang bisa diteladani dari M Jusuf selanjutnya adalah tegas dan jujur. Kepribadian ini, menurut Jusuf Kalla tidak pernah berubah baik sebelum sampai menjadi pejabat pemerintahan.[1]
"Salah satu keistimewaan M Yusuf adalah integritas dan komitmennya terhadap bangsa dan negara. Ia dikenal sebagai sosok yang jujur dan berprinsip, selalu menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi atau kelompok," tutur dia.
Sumber:
1. Buku berjudul "Empat Figur Jusuf Potret Pembelajaran Karakter" oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan
2. Buku berjudul "Jenderal-jenderal yang Mempengaruhi Sejarah Dunia" oleh Lukman Santoso Az.
3. Ensiklopedia Sejarah berjudul "Muhammad Jusuf" oleh Kemdikbud RI
4. Jurnal Institut Agama Islam Negeri Palopo berjudul "Siri Na Pacce dan Identitas Kebudayaan"
(urw/alk)