Khutbah Jumat ini juga dapat menjadi media untuk mengajarkan hal-hal yang baik pada jemaah sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Ada berbagai materi yang dapat disampaikan pada khutbah Jumat.
Nah, sebagai referensi berikut ini kumpulan teks khutbah Jumat singkat dan terbaru yang penuh pesan dan makna. Yuk, disimak!
Khutbah Jumat Singkat dan Terbaru #1
Mari Bantu Siapapun yang Membutuhkan
Khutbah I
الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,
Pada hari yang mulia ini, khatib menyeru kepada jamaah sekalian untuk senantiasa menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah dengan semaksimal mungkin, takwa dalam artian menjauhi segala larangan yang ditetapkan Allah subhânahu wa ta'âla dan menjalankan perintah-Nya. Karena dengan ketakwaan, setiap persoalan hidup yang kita alami akan ada jalan keluarnya dan akan ada pula rezeki yang datang kepada kita tanpa disangka-sangka.
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,
Ketika awal kita ada di dunia ini, kita membutuhkan seseorang yang menjadi perantara kelahiran, yaitu ibu. Saat itu, kita membutuhkan seorang bidan yang membantu mengeluarkan kita dari perut ibu. Dari kecil hingga tumbuh dewasa kita membutuhkan orang tua, ketika kesulitan dan memiliki hajat, kita membutuhkan tetangga dan warga sekitar, ketika punya problem kehidupan kita juga membutuhkan seorang pendengar, hingga ketika ajal menjemput, kita pun membutuhkan orang yang menguburkan jasad kita.
Dari sini, kita dapat memahami bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendirian, kita semua saling membutuhkan satu sama lain. Oleh karena itu, pesan yang ditanamkan sejak kecil hingga dewasa adalah jangan bosan-bosan menolong orang lain yang membutuhkan.
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,
Islam adalah agama yang sangat menganjurkan umatnya untuk saling tolong menolong dan merekatkan tali persaudaraan. Tolong menolong di sini tidak terikat oleh apa pun. Bantulah dengan tulus siapa pun orangnya, entah dia kaya atau miskin, berpendidikan tinggi atau tidak mengenyam pendidikan sama sekali, bahkan muslim atau non-muslim, selama itu dalam ranah sosial dan kebaikan, maka tidak ada salahnya kita membantu mereka, karena bagaimana pun mereka adalah saudara dalam kemanusiaan. Kecuali, jika bantu membantu itu hal kejahatan dan keburukan, maka Islam melarang hal ini. Allah menegaskan dalam Al-Quran surah Al-Maidah ayat 2:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya."
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,
Menolong orang lain, khususnya mereka yang sedang kesulitan sungguh memiliki banyak manfaat, baik bagi diri sendiri maupun orang yang kita tolong, bahkan kondisi masyarakat pun akan mendapatkan manfaat dari sikap dan perbuatan baik ini.
Dengan menolong orang muslim yang sedang membutuhkan pertolongan, maka kita telah mencerminkan pesan persaudaraan yang ditamsilkan oleh Nabi shallallâhu 'alaihi wasallam dalam sebuah hadis riwayat Imam Muslim:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
"Orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (ikut merasakan sakitnya)"
Lebih tegas terkait keutamaan menolong sesama Muslim, Rasulullah bersabda dalam hadis riwayat Imam Muslim:
مَنْ نَـفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُـرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَـفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُـرْبَةً مِنْ كُـرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَـى مُـعْسِرٍ، يَسَّـرَ اللهُ عَلَيْهِ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَـرَ مُسْلِمًـا، سَتَـرَهُ اللهُ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَاللهُ فِـي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ
"Siapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allah melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Siapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan, maka Allah memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat. Siapa menutupi (aib) seorang Muslim, maka Allâh akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya."
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,
Dalam hadits lain Rasulullah memerintahkan umatnya untuk menolong orang yang dizalimi bahkan orang yang ingin berbuat zalim juga. Dalam hadis Nabi disebutkan:
انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا
"Tolonglah saudaramu ketika dia berbuat zalim atau ketika dia dizalimi."
Dalam hadits yang disebutkan tadi, mungkin kita bertanya-tanya, bagaimana mungkin kita menolong orang zalim padahal Allah telah melarang bantu membantu dalam hal keburukan. Hal ini pun pernah ditanyakan juga para sahabat, Rasulullah pun menjawab:
تَأْخُذُ فَوْقَ يَدَيْهِ
"Pegang tangannya (tahan ia dari perbuatan zalim)."
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah.
Dari hadits-hadits di atas, kiranya dapat menjadi pelajaran bagi kita semua agar bermurah hati menolong sesama Muslim karena mereka adalah saudara kita. Pun tanpa menafikan kita juga harus menolong siapa saja orang-orang di sekitar kita yang sedang dalam kesulitan. KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur berpesan:
"Tidak penting apa agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang. Orang tidak akan pernah tanya apa agamamu,"
بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هٰذَا فَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
الْحَمْدُ لِلّٰهِ وَ الْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّٰهِ. أَشْهَدُ أنْ لَآ إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ
اللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر
Oleh: Amien Nurhakim, Alumnus UIN Jakarta dan Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah, Ciputat.
Sumber: Laman Kementerian Agama (Kemenag) RI
Khutbah Jumat Singkat dan Terbaru #2
Spirit Hijrah Menuju Kehidupan yang Lebih Baik
Khutbah I
الْحَمْدُ لِلهِ وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْاِحْسَانِ، وَمُضَاعِفِ الْحَسَنَاتِ لِذَوِي الْاِيْمَانِ، اَلْغَنِيِّ الَّذِيْ لَمِ تَزَلْ سَحَائِبُ جُوْدِهِ تَسِحُّ الْخَيْرَاتِ كُلَّ وَقْتٍ وَأَوَانٍ، العَلِيْمِ الَّذِيْ لَا يَخْفَى عَلَيْهِ خَوَاطِرُ الْجَنَانِ، اَلْحَيِّ الْقَيُّوْمِ الَّذِيْ لَاتَغِيْضُ نَفَقَاتُهُ بِمَرِّ الدُّهُوْرِ وَالْأَزْمَانِ. أَحْمَدُهُ حَمْدًا يَفُوْقُ الْعَدَّ وَالْحُسْبَانَ، وَأَشْكُرُهُ شُكْرًا نَنَالُ بِهِ مِنْهُ مَوَاهِبَ الرِّضْوَانِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ دَائِمُ الْمُلْكِ وَالسُّلْطَانِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَخِيْرَتُهُ مِنْ نَوْعِ الْاِنْسَانِ، نَبِيٌّ رَفَعَ اللهُ بِهِ الْحَقَّ حَتَّى اتَّضَحَ وَاسْتَبَانَ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدْقِ أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَاِيَايَ أَوَّلاً بِتَقْوَى اللهِ تَعَالىَ وَطَاعَتِهِ بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَمَنْ يُّهَاجِرْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ يَجِدْ فِى الْاَرْضِ مُرٰغَمًا كَثِيْرًا وَّسَعَةًۗ وَمَنْ يَّخْرُجْ مِنْۢ بَيْتِهٖ مُهَاجِرًا اِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ اَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًاࣖ وَالْاِحْسَانِ
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah
Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kita dapat berkumpul di masjid yang mulia ini dalam keadaan sehat walafiat. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman. Mengawali khutbah Jumat ini, khatib menyampaikan wasiat kepada seluruh jamaah wabil khusus kepada diri khatib pribadi, untuk senantiasa menguatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Hal ini diwujudkan dengan sekuat hati dan tenaga untuk menjalankan perintah-perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-larangan yang telah ditentukan oleh-Nya. Takwalah yang akan menjadi bekal paling baik dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Pada kesempatan khutbah kali ini, khatib akan menyampaikan materi khutbah yang berjudul: Spirit Hijrah Menuju Kehidupan yang Lebih Baik. Tema ini penting untuk disampaikan karena saat ini kita sudah masuk di bulan Muharram yang di dalamnya terdapat sejarah yang sangat penting dalam perkembangan agama Islam yakni peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Kota Makkah ke Madinah.
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah
Pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, ditetapkan awal tahun baru Islam dengan menggunakan kalender Hijriah. Kalender ini dimulai dari peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW bersama para sahabat dan pengikutnya dari Makkah ke Madinah. Penetapan ini dimaksudkan untuk menandai momen penting dalam sejarah Islam yang menjadi titik balik bagi umat Muslim.
Penetapan kalender Hijriah oleh Umar bin Khattab bukan hanya bermakna administratif, tetapi juga sarat dengan nilai-nilai spiritual dan moral. Peristiwa hijrah menjadi simbol perjuangan dan transformasi menuju kehidupan yang lebih baik dan lebih adil, sesuai dengan ajaran Islam yang dianut umat Muslim di seluruh dunia. Pun, kalender Hijriah tidak hanya menandai pergantian tahun, tetapi juga menjadi pengingat momen penting dalam sejarah Islam dan nilai-nilai spiritual yang terkandung dalam peristiwa hijrah. Hijrah menjadi inspirasi bagi umat Muslim untuk terus berjuang dan bertransformasi menuju kehidupan yang lebih baik. Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah Menurut Al-Wahidi dalam kitab Tafsir al-Basith, Juz 4, halaman 145, hijrah diartikan sebagai tindakan meninggalkan kaum kerabat dan tanah air untuk menuju tempat baru. Lebih jauh lagi, hijrah bukan hanya perpindahan fisik, tetapi juga perpindahan mental dan spiritual.
Hijrah juga bisa diartikan sebagai upaya untuk meninggalkan kebiasaan lama yang buruk dan menggantinya dengan kebiasaan baru yang lebih baik. Hijrah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW bukan sekadar perpindahan fisik, melainkan memiliki makna yang lebih dalam. Hijrah merupakan langkah strategis dan spiritual untuk meninggalkan tanah penuh kemusyrikan dan ketidakadilan menuju tempat yang memancarkan cahaya kebenaran dan tauhid. Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah Selanjutnya, hijrah diibaratkan sebagai cahaya yang memadamkan kegelapan, baik kegelapan jiwa, kepercayaan, maupun masyarakat yang penuh kejahatan. Hijrah adalah usaha untuk menjauhkan diri dari lingkungan yang diwarnai kebodohan dan kekejaman, menuju masyarakat yang berlandaskan kebenaran dan keadilan. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah, Q.S al-Baqarah ayat 218.
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙ اُولٰۤىِٕكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS al-Baqarah ayat 218).
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan
Allah Profesor Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, Juz 1, halaman 465, menyebutkan bahwa orang-orang yang beriman dengan iman yang benar, serta orang-orang yang berhijrah, yaitu mereka yang meninggalkan satu tempat atau keadaan karena ketidaksenangan dan menuju ke tempat atau keadaan lain demi meraih yang lebih baik, adalah orang-orang yang berjuang di jalan Allah.
Berhijrah dalam konteks ini bukan hanya berarti berpindah tempat secara fisik, tetapi juga meninggalkan keadaan yang tidak disukai untuk mendapatkan yang lebih baik. Di era modern ini, makna hijrah bagi umat Muslim memiliki dimensi yang lebih luas dan mendalam. Hijrah tidak hanya diartikan sebagai perpindahan fisik dari satu tempat ke tempat lain, seperti yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya dari Makkah ke Madinah.
Namun, hijrah dalam bentuk lain tetap relevan dan diperlukan hingga kini. Hijrah ini mencakup perpindahan dari segala sesuatu yang dilarang Allah menuju yang diridhai-Nya, dari maksiat kepada ketaatan, dan dari kejahatan menuju kebaikan. Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah Hijrah era kini lebih menekankan pada transformasi diri dan mental. Hijrah ini lebih menekankan pada perubahan mental dan spiritual, bukan berarti mengasingkan diri dari masyarakat. Seorang Muslim tetap harus bergaul dengan orang lain namun tetap menjaga diri dari perbuatan buruk dan berusaha memperbaiki kerusakan di sekitarnya.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
Artinya: "Seorang Muslim adalah orang yang sanggup menjamin keselamatan orang-orang Muslim lainnya dari gangguan lisan dan tangannya." (HR. Bukhari dan Muslim) Dengan demikian, hijrah kekinian bukan hanya tentang perubahan pribadi, tetapi juga tentang membawa perubahan positif bagi masyarakat. Seorang Muslim yang berhijrah diharapkan dapat menjadi contoh dan teladan bagi orang lain, sehingga tercipta lingkungan yang lebih baik dan penuh dengan nilai-nilai agama.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا . وَصَلَّى الله عَلَى سَيِّدَنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ آمِينَ يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتْ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ. اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَ نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Oleh: Muhamad Masrur Irsyadi
Sumber: NU Online
Khutbah Jumat Singkat dan Terbaru #3
4 Posisi Anak dalam Pandangan Islam
Khutbah I
الْحَمْدُ لِلّٰهِ الْمُنْعِمِ عَلَى مَنْ أَطَاعَهُ وَاتَّبَعَ رِضَاهُ، الْمُنْتَقِمِ مِمَّنْ خَالَفَهُ وَعَصَاهُ، الَّذِى يَعْلَمُ مَا أَظْهَرَهُ الْعَبْدُ وَمَا أَخْفَاهُ، الْمُتَكَفِّلُ بِأَرْزَاقِ عِبَادِهِ فَلاَ يَتْرُكُ أَحَدًا مِنْهُمْ وَلاَيَنْسَاهُ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى مَاأَعْطَاهُ. أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةَ عَبْدٍ لَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللهَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِي اخْتَارَهُ اللهُ وَاصْطَفَاهُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا أَمَّا بَعْدُ، فأَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوا اللهَ ، وَتَفَكَّرُوْا فِي نِعَمِ رَبِّكٌمْ وَاشْكُرُوْهُ، وَاذْكُرُوا آلَاءَ اللهِ وَتَحَدَّثُوا بِفَضْلِهِ وَلَا تَكْفُرُوْهُ، قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَهُوَ أَصْدَقُ الْقَائِلِيْنَ: رَبَّنا هَبْ لَنا مِنْ أَزْواجِنا وَذُرِّيَّاتِنا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنا لِلْمُتَّقِينَ إِماماً، وَقَالَ: يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْواجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ، صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمِ وَصَدَقَ رَسُوْلُهُ الْحَبِيْبُ الْكَرِيْمُ وَنَحْنُ عَلَى ذَلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ وَالشّاكِرِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ
Hadirin rahimakumullah
Pertama marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Baginda Alam habibana wa nabiyyana Muhammad SAW., juga kepada keluarga dan para sahabatnya, tabi'in-tabia'atnya, hingga kepada kita selaku umatnya.
Sebelum melanjutkan khutbah ini, khatib berpesan kepada diri khatib sendiri dan kepada sidang Jumat sekalian pada umumnya, untuk bersama-sama mempertahankan keimanan dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Sebab, hanya ketakwaan dan keimanan yang menjadi ukuran ketakwaan seorang hamba di hadapan Tuhannya.
Hadirin rahimakumullah
Sekarang ini, anak-anak kita sudah kembali masuk ke sekolah atau pesantren masing-masing. Bersamaan dengan masuknya tahun ajaran baru dan momentum Hari Anak Nasional, yakni tanggal 23 Juli kemarin, alangkah baiknya kita selaku orang tua mengingat kembali visi misi dalam mendidik anak dan melihat posisi anak dalam syariat. Sebagai acuannya, tentu kita bisa merujuk informasi Al-Quran, hadits, dan penjelasan para ulama.
Kaitan dengan posisi anak, para ulama, salah satunya Ath-Thabari dalam Tafsir-nya, Jilid 23, halaman 423, menyebutkan bahwa ada sejumlah posisi anak:
Pertama, anak sebagai ujian dan amanah bagi orang tuanya yang harus dijaga untuk kelak dipertanggungjawabkan, dirawat dengan sebaik-baiknya, diberi asupan makanan yang baik dan halal, serta dididik secara Islami agar tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang taat ibadah kepada Allah, berbakti kepada orang tua, dan tangguh menghadapi masa depan. Allah berfirman:
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Artinya, "Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah ujian (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar." (QS. At-Taghabun [64]: 15).
Dalam haditsnya, Rasulullah SAW. juga menyatakan:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ
Artinya, "Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah (suci). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani," (HR Bukhari dan Muslim).
Karena itu, baik dan tidak baiknya seorang anak tergantung didikan orang tuanya. Tak heran, jika didikannya baik, anak kelak menjadi penyejuk hati dan jiwa, serta menjadi pemimpin orang-orang yang bertakwa. Hal ini seperti yang diharapkan dalam doa Al-Quran yang kerap kita baca.
رَبَّنا هَبْ لَنا مِنْ أَزْواجِنا وَذُرِّيَّاتِنا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنا لِلْمُتَّقِينَ إِماماً
Artinya, "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa," (Q.S. al-Furqan [25]: 74).
Namun, capaian seperti itu tidak lahir begitu saja. Dibutuhkan perjuangan yang keras dari kita selaku orang tua untuk mengasuh, membina, serta mendidiknya, bahkan mengorbankan biaya yang tak sedikit. Juga yang tak kalah pentingnya adalah doa, baik dari kita selaku orang tua maupun dari orang-orang saleh.
Hadirin rahimakumullah
Kedua, anak sebagai anugerah dan nikmat dari Allah yang dapat memberikan kebahagiaan dan semestinya disyukuri orang tuanya. Sebagaimana firman-Nya dalam surah Asy-Syura ayat 49-50:
لِلّٰهِ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ يَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُ ۗيَهَبُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ اِنَاثًا وَّيَهَبُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ الذُّكُوْرَ
Artinya, "Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi; Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki," (QS. asy-Syura [26]: 49).
Sejalan dengan itu, anak dapat memberi kebahagiaan karena menjadi perhiasan sebagaimana yang disebutkan ayat lainnya:
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
Artinya, "Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan," (QS. Al-Kahfi [18]: 46).
Namun, perlu diingat pula jangan sampai ada kecintaan berlebihan terhadap anak-anak hingga membuat kita terlena dan mengabaikan hal-hal yang membahayakan dan merusak masa depannya. Karena itu, dalam ayat lain, Allah mengingatkan agar kekayaan dan keturunan tidak sampai melalaikan para hamba-Nya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Artinya, "Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi," (QS. Al-Munafiqun [63]: 9).
Hadirin rahimakumullah
Ketiga, anak sebagai penerus keturunan. Kelahirannya menjadi penerus cita-cita hidup dan kelestarian orang tuanya. Terlebih anak yang saleh, yakni anak yang sikap dan perilakunya mencerminkan keimanan, ketakwaan, dan kepasrahan diri pada Allah. Di samping itu, tentu dapat memberikan manfaat kepada sesama.
Kesalehan itulah yang akan menjamin terkabulnya doa dan impian kedua orang tua terhadap anak, sebagaimana dalam kisah Nabi Ya'qub:
اَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاۤءَ اِذْ حَضَرَ يَعْقُوْبَ الْمَوْتُۙ اِذْ قَالَ لِبَنِيْهِ مَا تَعْبُدُوْنَ مِنْۢ بَعْدِيْۗ قَالُوْا نَعْبُدُ اِلٰهَكَ وَاِلٰهَ اٰبَاۤىِٕكَ اِبْرٰهِيْمَ وَاِسْمٰعِيْلَ وَاِسْحٰقَ اِلٰهًا وَّاحِدًاۚ وَنَحْنُ لَهٗ مُسْلِمُوْنَ
Artinya, "Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Yakub, ketika dia bertanya kepada anak-anaknya, 'Apa yang kamu sembah sepeninggalku?' Mereka menjawab, 'Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan kakek moyangmu, yaitu Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami (hanya) berserah diri kepada-Nya," (QS. Al Baqarah [2]: 133).
Hadirin rahimakumullah Keempat, anak sebagai ladang pahala orang tuanya. Dalam hal ini, Rasulullah bersabda:
إذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلاَّ مِنْ ثَلاَثَةِ: إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Artinya, "Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendoakan kepadanya," (HR. Muslim).
Namun, siapa sangka jika orang tua teledor dalam mendidik anak, maka bukan mustahil anak akan menjadi musuh orang tua. Hal itu diperingatkan dalam ayat berikut:
يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْواجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ
Artinya, "Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka," (QS. At-Taghabun [64]: 14).
Sebagian mufasir menjelaskan, maksud sebagai musuh di sini adalah menjadi pihak yang menghalang-halangi jalan Allah, merintangi jalan ketaatan kepada-Nya. Mufasir lain mengemukakan, maksud sebagai musuh di sini adalah musuh seperti yang terjadi pada hari Kiamat. Allah berfirman:
لَنْ تَنْفَعَكُمْ أَرْحَامُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَفْصِلُ بَيْنَكُمْ
Artinya, "Karib kerabat dan anak-anakmu sekali-sekali tidak bermanfaat bagimu pada hari Kiamat. Dia akan memisahkan antara kamu. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan," (QS. Al-Mumtahanah [60]: 3).
Hadirin rahimakumullah
Itulah posisi anak sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran dan hadits. Semoga anak-anak kelak menjadi anak-anak yang beriman, berbakti, dan berguna bagi sesama, semoga anak-anak kita memiliki anak menjadi qurrata a'yun alias atau penyejuk jiwa, hiasan mata, yang berperangai mulia hingga menjadi pemimpin orang-orang yang bertakwa. Namun, tentu saja itu semua bukan sekedar doa dan harapan, tapi harus dibarengi dengan usaha keras dan jerih payah yang luar biasa dari kita selaku orang tuanya.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا، اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتْ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَ نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ، رَبَّنا هَبْ لَنا مِنْ أَزْواجِنا وَذُرِّيَّاتِنا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Oleh: Ustadz M Tatam Wijaya
Sumber: Laman NU Online
Khutbah Jumat Singkat dan Terbaru #4
Integritas dan Profesionalisme Kerja dalam Islam
Khutbah I
الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَه لَاشَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ
Hadirin jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah,
Segala pujian kita kembalikan kepada pemilik aslinya, yaitu Allah SWT. Karena pada dasarnya beragam pujian yang kita terima merupakan pemberian dan pertolongan Allah. Shalawat dan salam semoga senantiasa kita tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, serta keluarga dan para sahabatnya yang telah konsisten memberikan teladan kepada kita, khususnya tauladan dalam beriman dan berislam.
Dengan begitu, kita selaku generasi penerus akan terpacu untuk meningkatkan kualitas ketakwaan. Kita akan semakin sadar bahwa kita hanyalah hamba yang rendah dan hina, yang sama sekali tidak dapat mengandalkan amal ibadah yang kita lakukan selama ini. Sebab amal ibadah tersebut masih sangat jauh dengan generasi emas Islam tersebut. Maka dari itu, marilah kita senantiasa bertekad untuk menjadi pribadi yang lebih baik dengan meningkatkan kualitas ketakwaan pada setiap harinya. Hadirin jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah, Akhir-akhir ini kita mendengar banyak berita yang menunjukkan tidak adanya integritas dan profesionalisme dalam bekerja. Misalnya, melakukan tindakan-tindakan yang mencederai diri dan komitmen bekerja seperti perbuatan asusila, melanggar etika, korupsi, dan sebagainya. Ini menunjukkan buruknya kualitas seseorang dalam bekerja. Hadirin jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah,
Dalam sejarah Islam, terdapat kisah yang menunjukkan tidak adanya profesionalisme dalam bekerja. Seperti tragedi perang Uhud, yang membuat Nabi dan para sahabatnya diserang balik oleh para musuh sehingga membuat kelompok Islam mundur dan kalah. Ini akibat dari sikap para sahabat yang tergiur terhadap harta ghanimah sehingga menjadikan mereka tidak disiplin sebagaimana arahan nabi Muhammad SAW.
Namun para sahabat segera menyadari kesalahan tersebut. Mereka menjadikan perang Uhud sebagai pelajaran berharga agar tidak sampai terulang kembali. Alhasil, pada perang-perang berikutnya para sahabat melakukannya sesuai arahan dan strategi yang telah disepakati bersama Nabi.
Di era saat ini, tidak adanya integritas dan profesionalisme dalam bekerja dan menjalankan amanat jabatan sering kita dengar di berbagai kesempatan. Padahal kedua aspek ini mestinya dijadikan prinsip sekaligus komitmen dalam melakukan sebuah pekerjaan, terlebih pekerjaan yang menyangkut hajat banyak orang. Sebab pada dasarnya sebuah pekerjaan itu merupakan amanah, maka sudah seyogyanya amanah harus ditunaikan sebagaimana mestinya. Allah berfirman di surat an-Nisa': 58:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
Artinya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya."
Hadirin jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah,
Agama Islam sendiri mengajarkan agar ketika bekerja hendaknya kita melakukannya secara optimal dan penuh tanggung jawab. Hal ini sebagaimana sabda Nabi yang diriwayatkan imam al-Thabrani di dalam kitab al-Mu'jam al-Awsath:
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ
Artinya: "Sesungguhnya Allah menyukai seseorang ketika mengerjakan sebuah pekerjaan dilakukan dengan profesional."
Patut menjadi catatan di sini bahwa profesionalisme bukan berarti harus serba sempurna. Akan tetapi profesionalisme di sini bermakna sungguh-sungguh dalam bekerja sesuai kapasitas dan kredibilitasnya. Kedua aspek inilah yang perlu kita sadari bersama. Kita harus mengaca dan merenung akan bakat dan kemampuan kita masing-masing.
Apabila memang pada dasarnya pekerjaan itu bukan bidang kita namun kita tetap memaksakan diri untuk mengerjakannya, maka sudah pasti hasilnya tidak akan maksimal. Bahkan bisa saja masuk pada pepatah 'jauh panggang dari api.'
Diakui atau tidak, banyak pekerjaan di sekitar kita yang dilakukan oleh bukan ahlinya. Di dunia pendidikan, kantor, perusahaan, wirausaha, dan bidang lainnya, seringkali proses rekrutmen dan penentuan jabatan dan pekerjaannya bukan berdasarkan kapasitas, melainkan berdasarkan kedekatan, baik personal maupun sosial.
Kita harus mengingat ultimatum yang pernah disabdakan Nabi sebagaimana diriwayatkan imam al-Bukhari di dalam kitab Shahih-nya:
إِذَا وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ
Artinya: "Apabila sebuah urusan diberikan kepada bukan ahlinya maka tunggulah waktu kebinasaannya."
Dalam hadits ini Nabi hendak menegaskan agar kita memberikan mandat kepada seseorang yang memang mempunyai kapasitas sesuai bidangnya, sehingga yang bersangkutan dapat mengerjakan mandat tersebut secara profesional. Ini yang pertama.
Yang kedua, kita juga harus jujur kepada diri sendiri mengenai kapasitas kita sendiri. Kita tidak boleh terlena dengan gaji atau upah yang dijanjikan sehingga membuat lupa diri terhadap kapasitas yang kita miliki. Bila memang tidak mampu untuk mengemban sebuah jabatan atau pekerjaan, maka lebih baik tidak menyentuh ranah tersebut sama sekali.
Hadirin jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah,
Badruddin al-'Aini ketika mengomentari hadits tersebut di dalam kitabnya, 'Umdah al-Qari syarh Shahih al-Bukhari, mengatakan bawah maksud 'urusan' di situ adalah urusan-urusan yang berkaitan dengan agama, seperti ketatanegaraan, putusan pengadilan, dan fatwa persoalan agama. Ada pendapat juga yang mengatakan bahwa bisa saja urusan tersebut tidak berkaitan dengan agama secara an sich.
Jika kita cermati lagi, memang tampaknya hadits tersebut berbicara urusan secara umum, sehingga tidak terbatas pada urusan agama saja. Dengan demikian, urusan duniawi juga menjadi objek dari peringatan tersebut. Dan itu sudah terbukti dalam kehidupan kita sehari-hari ketika melihat sebuah pekerjaan dilakukan oleh orang yang tidak mempunyai kapasitas di pekerjaan itu, maka akan tidak maksimal.
Inilah yang menjadi PR kita bersama demi membangun peradaban yang lebih baik. Kita gali potensi dan bakat kita agar dapat memberikan kontribusi yang optimal bagi dunia, minimal di lingkungan sekitar. Dunia saat ini serba berlomba-lomba dalam berbagai aspek, sehingga bila kita hanya menjadi penonton atau objek, maka kita selaku umat Islam akan tertinggal jauh.
Marilah kita fokus mengembangkan kapasitas yang sudah kita miliki saat ini dengan memperbanyak belajar. Kemudian kita mengambil peran sesuai dengan kapasitas kita sehingga integritas dan profesionalisme dapat terealisasi. Dunia kerja yang sedang kita jalani hari ini seyogyanya dilakukan dengan semaksimal mungkin.
Setiap profesi yang melekat pada diri kita pasti masih bisa dikembangkan. Maka bekerja secara profesional pada sejatinya tidak terlena dengan zona nyaman. Dengan kata lain, kita tidak boleh merasa cukup atas kapasitas dan kemampuan yang kita miliki saat ini. Sebab profesionalisme meniscayakan adanya berbagai perubahan dan inovasi jitu yang sekiranya mampu menciptakan kehidupan yang lebih baik.
Begitu pula dengan integritas mengandalkan pada kejujuran dalam setiap pekerjaan yang kita tekuni. Bila kita berintegritas dalam bekerja, kita akan menjadi 'pribadi yang seharusnya', bukan 'yang seenaknya'. Kita akan mengerahkan seluruh kemampuan kita demi memberikan hasil yang terbaik. Serta, tidak ada kata menyerah dalam kamus bekerja kita.
Hadirin jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah,
Penting juga untuk dipertegas di sini bahwa melaksanakan ibadah dan kewajiban agama lainnya juga termasuk dari sebuah pekerjaan. Maka dari itu, bagaimana caranya kita mengerjakan berbagai kewajiban agama kita secara profesional. Ibadah shalat, puasa, sedekah, dan lainnya, baik yang fardhu maupun yang sunnah, yang personal maupun yang sosial, kita lakukan dengan maksimal.
Dengan demikian, kita bukan hanya akan menjadi pribadi yang baik di mata manusia, melainkan juga akan mendapatkan derajat yang tinggi di hadapan Allah. Semoga kita dapat melakukan itu semua seiring taufik dan hidayah-Nya. Amin
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ حَمْدًا كَمَا أَمَرَ. أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، اِلَهٌ لَمْ يَزَلْ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيْلًا. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَحَبِيْبُهُ وَخَلِيْلُهُ، أَكْرَمِ الْأَوَّلِيْنَ وَالْأَخِرِيْنَ، اَلْمَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ كَانَ لَهُمْ مِنَ التَّابِعِيْنَ، صَلَاةً دَائِمَةً بِدَوَامِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِيْنَ أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَذَرُوْا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ. وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ وَالصَّوْمِ وَجَمِيْعِ الْمَأْمُوْرَاتِ وَالْوَاجِبَاتِ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ بِنَفْسِهِ. وَثَنَى بِمَلَائِكَةِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فِيْ العَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وِالْأَمْوَاتِ. اَللّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَةً، اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرُكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Oleh: M. Syarofuddin Firdaus
Sumber: Laman NU Online
Khutbah Jumat Singkat dan Terbaru #5
Kemuliaan dan Keperkasaan Seorang Mukmin
Khutbah I
Rasul kita yang mulia 'Alaihish Shalatu was Salam didatangi oleh Malaikat Jibril. Lalu Jibril berkata kepada beliau,
يا محمَّدُ ! عِشْ ما شئتَ فإنَّك ميِّتٌ...
"Ya Muhammad, hiduplah sesukamu, sesungguhnya kamu akan meninggal dunia. Cintailah orang yang kamu cintai, sesungguhnya kamu pasti akan berpisah dengannya. Dan beramallah sesuai dengan kehendakmu, sesungguhnya kamu pasti akan diberikan balasan oleh Allah. Ketahuilah, kemuliaan seorang mukmin terletak pada shalat malamnya, dan keperkasaannya saat ia tidak membutuhkan manusia." (Sebuah wasiat yang dikeluarkan Imam At-Thabrani dalam Mu'jam-nya dan dihasankan oleh Syekh Albani Rahimahullah.)
Malaikat Jibril berkata kepada Rasulullah, "Wahai Muhammad, silakan kamu hidup sesukamu, kamu akan meninggal dunia." Semua manusia, semua kita pasti akan meninggal dunia. Allah berfirman,
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
"Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian." (QS. Ali 'Imran[3]: 185)
Kematian itu sesuatu yang pasti. Dan setelah kematian itu yang harus kita pikirkan. Karena setelah kematian kita akan diberikan oleh Allah balasan setimpal sesuai apa yang kita amalkan di dunia.
Persiapkanlah diri kita menuju kematian. Rasul kita yang mulia 'Alaihish Shalatu was Salam menyuruh kita banyak mengingat kematian. Beliau bersabda,
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَادِمِ اللَّذَّاتِ الْمَوْتَ
"Perbanyaklah oleh kalian mengingat penghancur kenikmatan, yaitu kematian."
Sekaya apa pun kita, hidup seenak apa pun, tetap kita akan meninggal dunia. Kita akan dibungkus dengan kain kafan kemudian dimasukkan dalam liang lahad. Di sana tidak ada teman, tidak ada siapa-siapa yang akan membantu kecuali amalan kita.
HP yang selalu kita pegang akan meninggalkan kita. Teman-teman yang sangat kita cintai pun akan pergi dan melupakan kita. Istri dan anak-anak kita juga akan pergi dan meninggalkan kita. Kita akan sendiri di liang lahad, didatangi malaikat Munkar dan Nakir, dan ditanya, "Man Rabbuka?" Siapa Tuhanmu? Siapa nabimu? Apa agamamu? Siapkah kita, saudaraku, untuk hari itu? Karena siapa yang selamat di kuburnya, maka yang setelahnya lebih mudah lagi. Dan siapa yang tidak selamat di kuburnya, kata Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, maka setelahnya lebih berat lagi.
"Silakan kamu hidup sesukamu, sesungguhnya kamu pasti akan meninggal dunia. Silahkan cintai siapa yang kamu sukai, sesungguhnya kamu pasti akan berpisah dengannya."
Perpisahan itu pasti, saudaraku, dengan orang-orang yang kita cintai. Mungkin kita yang dahulu pergi meninggalkan mereka atau mereka yang dahulu pergi meninggalkan kita. Yang jelas, mencintai seseorang janganlah berlebih-lebihan. Disebutkan dalam sebuah riwayat,
أَحْبِبْ حَبِيبَك هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ بَغِيضَك يَوْمًا مَا
"Cintailah saudaramu yang kamu cintai sesuai dengan kadarnya. Bisa jadi akan menjadi musuhmu kelak suatu hari."
وَأَبْغِضْ بَغِيضَك هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ حَبِيبَك يَوْمًا مَا
"Bencilah orang yang kamu benci sekedarnya saja. Mungkin suatu ketika ia berubah dan menjadi orang yang kamu cintai."
Kemudian kata Malaikat Jibril, "Berbuatlah sekehendakmu, semaumu. Kamu akan diberikan balasan oleh Allah." Allah berfirman,
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ ﴿٧﴾ وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ ﴿٨﴾
"Siapa yang mengamalkan kebaikan sebesar biji SAWi, ia akan melihat balasannya. Dan siapa yang mengamalkan keburukan sebesar biji SAWi, ia akan melihat balasannya." (QS. Az-Zalzalah[99]: 7-8)
Saudaraku, di hari itu tidak ada yang tersembunyi lagi. Maka orang kafir merasa heran dan berkata,
...مَالِ هَٰذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا...
"Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil maupun yang besar kecuali sudah tertulis dengan rapi dalam kitab itu?" (QS. Al-Kahfi[18]: 49)
Semua kita akan diberikan balasan terhadap ucapan kita, terhadap apa yang kita ketik di HP, yang kita ucapkan kepada teman, kepada istri, kepada anak, yang kita sampaikan kepada manusia. Semua akan diberikan balasan, yang kita lihat dan yang kita pandang, yang kita dengar oleh telinga, bahkan langkah kaki dan yang kita gerakkan dengan tangan. Semua akan ditanya oleh Allah dan diberikan balasannya.
Khutbah II
Kemudian Malaikat Jibril berkata, "Sesungguhnya, kemuliaan seorang mukmin terletak saat shalat malamnya," di saat manusia sedang tidur lelap dengan nikmat dan syahwatnya. Namun, ia bangun untuk bermunajat kepada Rabbnya, meninggalkan semua kenikmatan dunia demi mendapatkan keridhaan Allah Rabbul 'Izzati wal Jalalah. Sungguh, orang ini, saudaraku, termasuk orang yang Allah kagumi. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,
"Rabb kita, Allah, kagum kepada dua orang; (1) Orang yang ikut perang di jalan Allah. Ketika pasukannya kalah, ia tidak ingin lari. Karena jika lari, ia akan mendapatkan azab yang keras dari Allah. Maka ia terus maju sampai meninggal dunia dan mati syahid. (2) Orang yang bangun di waktu malam, ia tinggalkan syahwatnya, ia tinggalkan kenikmatan tidurnya demi mendapatkan keridhaan Rabbnya."
Sungguh, Allah kagum kepada hamba seperti ini, saudaraku. Itulah kemuliaan seorang hamba, mampu meninggalkan syahwatnya dan hawa nafsunya, dan menjadi seorang hamba yang benar-benar menghambakan dirinya kepada Allah Azza wa Jalla. Mengakui kelemahannya, mengakui bahwa dirinya adalah hamba Allah yang butuh karuniaNya.
Kemudian, kata Malaikat Jibril, "Dan keperkasaannya, ketika ia tidak butuh kepada manusia." Artinya, seorang mukmin tidak mengharapkan bantuan manusia. Yang ia harapkan adalah bantuan dari Allah semata. Tabu baginya untuk meminta-minta, karena ia tahu bahwa meminta-minta adalah kehinaan. Kehinaan yang hakiki bagi seorang insan, ketika ia menjadi orang yang tangannya di bawah, ia ingin agar tangannya selalu di atas, membantu orang-orang yang susah. Itulah, saudaraku, kemuliaan dan keperkasaan seorang mukmin.
Oleh: Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc
Sumber: Laman Radio Rodja
Itulah kumpulan teks khutbah Jumat singkat dan terbaru yang dapat menjadi referensi. Semoga membantu!
(edr/alk)