Malam 1 Suro 2024 Jatuh pada Tanggal Berapa? Ini Jadwal, Tradisi-Larangannya

Malam 1 Suro 2024 Jatuh pada Tanggal Berapa? Ini Jadwal, Tradisi-Larangannya

Urwatul Wutsqaa - detikSulsel
Sabtu, 06 Jul 2024 15:10 WIB
Malam 1 Suro: Pengertian, Sejarah dan Perayaannya
Ilustrasi (Foto: Getty Images/iStockphoto/Choreograph)
Makassar -

Malam 1 Suro merupakan malam yang menandai masuknya tahun baru kalender Jawa. Malam 1 Suro ini juga bertepatan dengan malam tanggal 1 Muharram dalam penanggalan Hijriah.

Lantas, malam 1 Suro 2024 jatuh pada tanggal berapa Masehi?

Sistem penanggalan Hijriah dan kalender Jawa memiliki metode perhitungan yang berbeda dengan kalender Masehi. Oleh karena itu, untuk mengetahui tentang kapan malam 1 Suro 2024 ini perlu dilakukan konversi ke dalam penanggalan Masehi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut ini informasi selengkapnya mengenai pengertian malam 1 Suro, lengkap dengan mitos dan larangannya. Yuk, disimak!

Pengertian Malam 1 Suro

Mengutip dari skripsi Universitas Agama Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung yang berjudul "Tradisi Malam Satu Suro dan Pengaruhnya terhadap Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat", Suro merupakan sebutan bulan Muharram dalam masyarakat Jawa.

ADVERTISEMENT

Istilah Suro sendiri berasal dari kata asyura dalam bahasa Arab yang berarti sepuluh, istilah ini merujuk pada hari ke-10 bulan Muharram. Asyura dalam lidah Jawa kemudian lebih populer disebut Suro.

Jadilah kata Suro sebagai khazanah Islam-Jawa asli sebagai nama bulan pertama kalender Islam maupun Jawa.

Kapan Malam 1 Suro 2024?

Merujuk pada kalender Kementerian Agama yang memuat konversi kalender Hijriah, Masehi, dan Kalender Jawa, di tahun 2024 ini tanggal 1 Suro jatuh pada 8 Juli. Artinya, malam 1 Suro 2024 akan terjadi pada malam 7 Juli.

Hal ini karena pergantian hari dalam penanggalan kalender Jawa dan Hijriah terjadi pada malam hari setelah Matahari terbenam.

Agar lebih jelas, berikut ini jadwal malam 1 Suro 2024 selengkapnya:

  • Malam 1 Suro: Minggu malam, 7 Juli 2024
  • 1 Suro: Senin, 8 Juli 2024

Kalender Bulan Suro 2024

Masih merujuk pada Kalender Hijriah dari Kemenag RI, berikut kalender bulan Suro 2024.

  • 1 Suro 1958: Senin, 8 Juli 2024
  • 2 Suro 1958: Selasa, 9 Juli 2024
  • 3 Suro 1958: Rabu, 10 Juli 2024
  • 4 Suro 1958: Kamis, 11 Juli 2024
  • 5 Suro 1958: Jumat, 12 Juli 2024
  • 6 Suro 1958: Sabtu, 13 Juli 2024
  • 7 Suro 1958: Minggu, 14 Juli 2024
  • 8 Suro 1958: Senin, 15 Juli 2024
  • 9 Suro 1958: Selasa, 16 Juli 2024
  • 10 Suro 1958: Rabu, 17 Juli 2024
  • 11 Suro 1958: Kamis, 18 Juli 2024
  • 12 Suro 1958: Jumat, 19 Juli 2024
  • 13 Suro 1958: Sabtu, 20 Juli 2024
  • 14 Suro 1958: Minggu, 21 Juli 2024
  • 15 Suro 1958: Senin, 22 Juli 2024
  • 16 Suro 1958: Selasa, 23 Juli 2024
  • 17 Suro 1958: Rabu, 24 Juli 2024
  • 18 Suro 1958: Kamis, 25 Juli 2024
  • 19 Suro 1958: Jumat, 26 Juli 2024
  • 20 Suro 1958: Sabtu, 27 Juli 2024
  • 21 Suro 1958: Minggu, 28 Juli 2024
  • 22 Suro 1958: Senin, 29 Juli 2024
  • 23 Suro 1958: Selasa, 30 Juli 2024
  • 24 Suro 1958: Rabu, 31 Juli 2024
  • 25 Suro 1958: Kamis, 1 Agustus 2024
  • 26 Suro 1958: Jumat, 2 Agustus 2024
  • 27 Suro 1958: Sabtu, 3 Agustus 2024
  • 28 Suro 1958: Minggu, 4 Agustus 2024
  • 29 Suro 1958: Senin, 5 Agustus 2024
  • 30 Suro 1958: Selasa, 6 Agustus 2024

Tradisi Malam 1 Suro

Malam satu Suro bukan hanya sekadar pergantian tahun, tetapi juga merupakan bagian penting dalam budaya Jawa. Masyarakat Jawa umumnya memperingati malam satu Suro dengan melakukan berbagai ritual yang telah menjadi tradisi.

Mengutip skripsi Universitas Agama Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung yang berjudul "Tradisi Malam Satu Suro dan Pengaruhnya terhadap Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat", berikut adalah beberapa tradisi yang umumnya dilakukan pada malam satu Suro:

1. Jenang Suran

Salah satu tradisi yang dilakukan setiap malam satu Suro adalah jenang suran. Mengutip laman resmi Dinas Kebudayaan Yogyakarta, tradisi tersebut telah dilakukan sejak masa kerajaan Mangkunegara IV.

Tradisi jenang suran ini dilaksanakan oleh para Abdi Dalem di Kotagede di Pelataran Kompleks Makam Raja-raja Mataram Kotagede yang berada di Jagalan, Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul.

Inti dari prosesi tradisi ini adalah pemanjatan doa-doa atau tahlilan di kompleks makam kerajaan. Namun sebelum itu, para Abdi Dalem akan melakukan prosesi berupa arak-arakan ubo rampe yang terdiri dari jenang suran, tumpeng nasi kuning, sayur kari kubis, serta ingkung ayam kampung.

Setelah itu, acara dilanjutkan dengan melantunkan selawat kepada Nabi Muhammad SAW, serta zikir dan doa di depan pintu gerbang utama makam dari Panembahan Senopati.

Di akhir tradisi ini, para Abdi Dalem akan membagikan jenang suran kepada masyarakat yang mengikuti prosesi dari awal hingga akhir. Sebagian masyarakat menganggap jenang yang dibagikan sebagai berkah dalam menyambut malam 1 Suro.

Seluruh tradisi Jenang Suran ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas kemudahan menjalani hidup selama satu tahun penuh.

2. Ngumbah Keris

Mengutip dari skripsi Universitas Negeri Medan yang berjudul "Tradisi Ritual Ngumbah Keris pada Malam Satu Suro di Lingkungan I Kelurahan Kuala Silo Bestari Kecamatan Tanjungbalai Utara Kota Tanjung Balai", ngumbah keris adalah tradisi yang dilakukan pada malam satu Suro. Tradisi tersebut dilakukan dengan maksud untuk menghindari kesialan dan bencana.

Ngumbah keris ini dilakukan bagi masyarakat Jawa yang memiliki keris atau benda pusaka. Caranya adalah dengan mencuci keris pada malam satu Suro.

Namun hanya orang-orang yang memiliki kekuatan supernatural saja yang dapat melakukan proses tradisi tersebut. Biasanya ritual tersebut juga disertai dengan kegiatan puasa ataupun membuat sesajen.

3. Kebo Bule

Kebo bule merupakan tradisi mengumpulkan kawanan kerbau untuk mengawal pusaka Keraton Solo yang dikirab pada malam 1 Suro. Tradisi ini menjadi pembuka kirab pada bulan tersebut.

Mengutip jurnal Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta, berjudul "Fenomena Kebo Bule Kyai Slamet dalam Kirab 1 Suro Keraton Kasunanan Surakarta", kebo bule melambangkan keselamatan masyarakat Jawa yang identik dengan simbol-simbol sebagai sarana permohonan atau doa kepada Tuhan.

Kerbau dalam tradisi ini merupakan bentuk pewarisan dari satu kerajaan yang lebih tua ke kerajaan setelahnya. Kerbau ini juga sudah digunakan sejak jaman Hindu.

4. Permainan Wayang

Dikutip dari jurnal Universitas Negeri Medan yang berjudul "Tradisi Ritual Bulan Suro pada Masyarakat Jawa di Desa Sambirejo Timur Percut Sei Tuan", salah satu tradisi yang dilakukan untuk menyambut bulan Suro adalah bermain wayang.

Dalam permainan tersebut, mereka mengajak para pemimpin pemerintahan untuk merenungkan kembali makna dari pertunjukan wayang kulit. Dalam cerita wayang itu, diceritakan mengenai hubungan antara pemimpin dan masyarakat, di mana seorang pemimpin harus memenuhi janji-janjinya kepada rakyat sebelum terpilih sebagai pemimpin, dan setelah menjabat, janji-janji tersebut harus tetap dipegang teguh.

5. Mubeng Beteng

Mubeng beteng merupakan salah satu ritual yang juga dilakukan pada malam satu Suro. Ritual tersebut dilakukan dengan cara mengarak benda pusaka mengelilingi benteng keraton yang diikuti oleh warga Yogyakarta dan sekitarnya.

Selama melakukan ritual mubeng beteng, mereka juga dilarang untuk berbicara seperti halnya sedang bertapa.

Mitos dan Larangan Malam 1 Suro

Pada malam 1 Suro, terdapat sejumlah mitos terkait larangan yang tidak boleh dilakukukan. Berikut ini beberapa mitos dan larangan malam 1 Suro:

1. Dilarang Berpesta

Larangan pertama yang tidak boleh dilakukan pada malam 1 Suro adalah menggelar pesta. Larangan itu dalam rangka menghormati keluarga Rasulullah SAW yang berduka.

Hal itu dijelaskan oleh Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Marzuki Mustamar. Dia menjelaskan bahwa Asyura adalah bulan prihatin bagi anak cucu Rasulullah SAW.

Pada saat bulan tersebut cucu Nabi Muhammad SAW yaitu Husain bin Ali bin Abi Thalib mengalami pembulian hingga terbunuh. Bahkan, lehernya dipenggal secara biadab di Padang Karbala.

Larangan berpesta di malam 1 Suro sebenarnya bukan karena mendatangkan musibah. Melainkan sebagai bentuk simpati masyarakat terhadap peristiwa yang menewaskan cucu Rasulullah SAW, yaitu Husain bin Ali bin Abi Thalib.

2. Dilarang Menikah

Kemudian larangan kedua yang tidak boleh dilakukan pada malam 1 Suro adalah dilarang menikah. Dilansir dari Skripsi Adat Larangan Menikah di Bulan Suro Dalam Perspektif Urf karya Zainul Ula Syaifudin dijelaskan bahwa larangan untuk menikah di bulan Muharram itu ada karena masyarakat Jawa tidak ingin ada yang bersenang-senang di bulan tersebut.

Karena hal itu sebagai simbol penghormatan atas peristiwa yang terjadi terhadap keluarga Nabi Muhammad SAW. Saat bulan Suro atau Muharram terdapat 72 anak keturunan Nabi SAW yang dibantai atas restu Khalifah Yazid bi Muáwiyah.

Larangan kedua ini sama halnya dengan larangan berpesta. Masyarakat Jawa melarang pernikahan dilakukan di malam 1 Suro adalah sebagai bentuk penghormatan atas peristiwa yang juga terjadi kepada keluarga Nabi Muhammad SAW.

3. Dilarang Keluar Rumah

Selain kedua larangan tersebut di malam 1 Suro juga dilarang untuk keluar rumah. Masyarakat dilarang keluar rumah karena malam itu diyakini sebagai malam yang sakral dan dapat mendatangkan musibah.

Demikianlah penjelasan tentang malam 1 Suro, mulai dari pengertian, jadwal, hingga tradisi dan larangannya. Semoga bermanfaat!




(urw/alk)

Hide Ads