Pangkalan elpiji 3 kilogram (kg) di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan (Sulsel), mengaku ribet melayani konsumen mesti meminta kartu tanda penduduk (KTP) terlebih dahulu. Kebijakan wajib menggunakan KTP ini mulai berlaku 1 Juni 2024 besok.
"Setiap ada yang beli harus diinput dulu untuk dilapor ke sistem. Makan waktu," ujar Muhammad Bayu, salah satu pemilik pangkalan elpiji 3 kg di Kecamatan Benteng, kepada detikSulsel, Jumat (31/5/2024).
Pemilik pangkalan elpiji lainnya di Benteng, Andi Nurjannah mengaku kebijakan ini bikin ribet. Sebab para pemilik pangkalan harus memeriksa KTP konsumen tiap kali transaksi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ribet. Biasa ada bawa KTP, tapi tidak terdaftar. Jadinya disuruh bawa KK (kartu keluarga) baru didaftarkan, sudah itu baru bisa beli. Butuh waktu, butuh tenaga tambahan," katanya.
Nurjannah mengungkapkan ada pula konsumen yang keberatan saat dimintai KTP walaupun sudah diberi pengertian. Ujung-ujungnya, kata dia, ada konsumen yang memilih beralih membeli elpiji 3 kg di tingkat pengecer.
"Ada juga yang marah. Ada pengalaman, dia tanya, 'Kenapa KTP-ku mau diambil?'. Saya bilang, 'Ini, kan, program pemerintah'. Dia bilang, 'Tidak bisa begitu'. Saya jawab, 'Saya tidak layani kalau begitu'. Jadi, tidak jadi beli, lebih pilih beli yang mahal di pengecer daripada diambil KTP-nya. Pembeli itu marahi saya, serba salah kita," bebernya.
Lebih lanjut, Nurjannah mengaku menerima suplai dari agen elpiji rata-rata 40-50 tabung elpiji 3 kg tiap pekannya. Tiap tabung yang terjual, kata dia, mesti dicatat untuk selanjutnya dilapor ke sistem.
"Dari agen pertamanya bilang begitu, pakai KTP (layani konsumen). Jangan layani kalau tidak," ungkapnya.
Muslimin, pemilik pangkalan elpiji di Kecamatan Bontosikuyu, mengaku sejak Januari lalu atau saat masa uji coba, sudah meminta KTP konsumen tiap kali transaksi. Dia mengaku hal itu merepotkan, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena merupakan kebijakan pemerintah.
"Ribet inputnya. Tapi, biar begitu, kita ikut pemerintah. Kan, hanya orang miskin yang bisa pakai," tuturnya.
Sementara itu, Analis Kebijakan Bagian Ekonomi dan Sumber Daya Alam (SDA) Sekretariat Daerah (Setda) Selayar, Akhriani Asri, mengatakan pemerintah daerah berkoordinasi Pertamina ikut mengawasi penyaluran elpiji bersubsidi. Dari pengamatan pihaknya, selama ini tidak semua agen elpiji patuh menerapkan transaksi wajib menggunakan KTP.
"Ada agen yang tidak terlalu disiplin dalam penyaluran elpiji. Dalam arti kata masih kata, iya, tidak menggunakan KTP. Mungkin karena (sebelumnya) masih uji coba," ucapnya.
Namun kata dia, bukan ranah pemerintah daerah terkait sanksi yang diberikan saat ada agen maupun pangkalan menyalurkan elpiji 3 kg ke konsumen dengan tidak meminta KTP.
"Ada aplikasi yang digunakan Pertamina, kalau pangkalan tidak disiplin, tidak dikasih (jatah elpiji). Kami pengawasannya tidak terlalu, pengawasan lebih dominan Pertamina. Biasanya Pertamina menyurat untuk tolong diawasi," jelasnya.
Untuk diketahui, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama PT Pertamina Patra Niaga akan mewajibkan pembelian LPG 3 kg menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Hal ini dilakukan agar penyaluran LPG bersubsidi alias gas melon menjadi lebih tepat sasaran.
"Proses transformasi (penerapan ketentuan beli LPG 3 kg pakai KTP) ini akan dilakukan secara bertahap, dengan memperhatikan kesiapan data, infrastruktur, serta kondisi ekonomi dan sosial masyarakat," ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi dilansir dari detikfinance, Jumat (31/5).
Bersamaan dengan itu, Agus mengatakan pada 1 Juni 2024 besok, Kementerian ESDM bersama Pertamina baru akan mewajibkan setiap pangkalan LPG untuk mulai melakukan pencatatan berbasis teknologi menggunakan Merchant Apps Pangkalan (MAP), yang artinya belum ada pembatasan langsung kepada masyarakat yang ingin membeli LPG tabung 3 kg alias gas melon.
"Jadi saat ini belum ada pembatasan langsung terhadap pembelian LPG 3 Kg, melainkan perubahan pencatatan data pengguna LPG 3 Kg, dari semula logbook manual, menjadi berbasis teknologi menggunakan MAP," ucap Agus.
(ata/ata)