Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila dan Hari Lahir Pancasila setiap tahunnya. Lantas, apa perbedaan Hari Lahir Pancasila dan Hari Kesaktian Pancasila?
Nah, simak berikut perbedaannya lengkap dengan sejarah kedua peringatan tersebut.
Perbedaan Hari Lahir Pancasila dan Hari Kesaktian Pancasila
Jika dilihat dari namanya, kedua peringatan nasional ini sudah jelas berbeda. Apalagi keduanya diperingati di tanggal yang berbeda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hari Lahir Pancasila diperingati setiap tanggal 1 Juni. Sementara Hari Kesaktian Pancasila jatuh pada 1 Oktober.
Tak hanya nama dan tanggal peringatannya yang berbeda, latar belakang dari hari peringatan nasional tersebut tentunya juga berbeda.
Dikutip dari laman Kementerian Keuangan RI, tanggal 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila karena berkaitan dengan momen perumusan dasar negara. Pada saat itu, Presiden Pertama RI, Soekarno menyampaikan gagasannya terkait dasar negara Indonesia yang dinamai "Pancasila" dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Berbeda dengan Hari Kesaktian Pancasila, hari nasional yang satu ini diperingati pada setiap 1 Oktober. Dinukil dari situs Kelurahan Sorosutan, hari ini diperingati untuk mengenang peristiwa Gerakan 30 September (G30S) yang menewaskan beberapa perwira Angkatan Darat.
Sejarah Hari Lahir Pancasila
Dari situs Kementerian Keuangan RI, tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila merujuk pada momen sidang BPUPKI dalam merumuskan dasar negara Republik Indonesia.
BPUPKI menggelar sidang pertamanya pada tanggal 29 Mei 1945. Dalam sidang tersebut, para anggota BPUPKI membahas terkait dasar-dasar Indonesia merdeka.
Kemudian pada sidang kedua, Soekarno dalam pidatonya yang bertajuk "Lahirnya Pancasila" menyampaikan gagasannya mengenai konsep awal Pancasila menjadi dasar negara Indonesia.
Soekarno awalnya berpidato tanpa judul dan baru mendapat sebutan "Lahirnya Pancasila" oleh mantan Ketua BPUPKI Dr. Radjiman Wedyodiningrat dalam kata pengantar buku yang berisi pidato yang kemudian dibukukan oleh BPUPKI.
Dalam pidato tersebut Soekarno menyampaikan ide dan gagasannya terkait Pancasila. Panca artinya lima, sedangkan sila artinya prinsip atau aas.
Saat itulah Bung Karno menyebutkan lima dasar untuk negara Indonesia, yakni sila pertama "Kebangsaan", sila kedua "Internasionalisme atau Perikemanusiaan", sila ketiga "Demokrasi", sila keempat "Keadilan sosial", dan sila kelima "Ketuhanan yang Maha Esa".
Untuk menyempurnakan rumusan Pancasila dan membuat Undang-Undang Dasar yang berlandaskan kelima asas tersebut, maka BPUPKI membentuk sebuah panitia yang disebut Panitia Sembilan. Anggotanya adalah Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Abikoesno Tjokrosoejoso, Agus Salim, Wahid Hasjim, Mohammad Yamin, Abdul Kahar Muzakir, Mr. AA Maramis, dan Achmad Soebardjo.
Setelah melalui beberapa proses, Pancasila akhirnya disahkan pada Sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Pancasila disetujui untuk dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar negara Indonesia yang sah.
Sejarah Hari Kesaktian Pancasila
Dilansir dari situs Pengadilan Agama Jombang, G30S PKI menjadi cikal bakal lahirnya Hari Kesaktian Pancasila. Gerakan pemberontakan tersebut bentuk upaya PKI mengubah ideologi Indonesia dari nasionalisme sesuai Pancasila menjadi Komunisme sesuai paham yang dianut oleh partai di Bawah pimpinan D.N Aidit.
Oleh karena itu, PKI ingin menggulingkan Presiden ke-1 Indonesia Soekarno. Apalagi muncul kabar Kesehatan presiden menurun dan usianya tidak lama lagi.
Singkat cerita, terjadilah aksi menculik dan membunuh beberapa anggota TNI AD, yaitu Jenderal TNI Ahmad Yani, Letnan Jenderal TNI R. Soeprapto, Letnan Jenderal TNI S. Parman, Mayor Jenderal TNI M.T Haryono, Mayor Jenderal TNI D.I Pandjaitan, Mayor Jenderal TNI Sutoyo Siswomiharjo, dan Jenderal TNI A.H. Nasution.
Kelompok PKI pun mendatangi kediaman masing-masing anggota TNI AD dengan mengaku sebagai Cakrabirawa, pasukan pengamanan Istana. Mereka berdalih bahwa para korban dipanggil oleh Presiden Soekarno.
R. Soeprapto, S. Parman, dan Sutoyo Siswomiharjo pun ikut dengan PKI ke sebuah markas di kawasan Pondok Gede, Jakarta Timur. Begitu juga dengan Kapten Pierre Andreas Tendean yang menjadi korban salah tangkap saat berada di kediaman A.H. Nasution.
Setelah tiba di markas tersebut, keempat korban langsung dibunuh dan mayatnya dimasukkan ke sebuah sumur tua di markas tersebut yang kemudian dikenal sebagai Lubang Buaya.
Sementara Ahmad Yani, M.T Haryono, dan D.I Pandjaitan ditembak di kediaman masing-masing, lalu mayatnya dibawa dan dimasukkan ke sumur yang sama, sedangkan A.H Nasution selamat dari G30S PKI.
Pemberontakan itu terjadi pada 30 September menuju 1 Oktober 1965. Begitu mengetahui aksi ini, TNI langsung memburu PKI di bawah pimpinan Mayor Jenderal Soeharto.
Namun, mayat para korban baru ditemukan pada 4 Oktober 1965. Setelah itu, mayat para korban langsung diangkat.
Presiden Soekarno kemudian memimpin upacara pemakaman para korban G30S PKI di Taman Makam Pahlawan di Kalibata, Jakarta Selatan. Presiden Soekarno juga mengangkat para korban G30S PKI sebagai Pahlawan Revolusi.
Kejadian itulah yang melatarbelakangi lahirnya peringatan Kesaktian Pancasila. Pada masa orde baru, ada semacam ritual pengibaran bendera untuk memperingati peristiwa G30S dan Hari Kesaktian Pancasila.
Pada 30 September, bendera dinaikkan setengah tiang. Esok harinya, atau 1 Oktober, bendera dinaikkan secara penuh.
Itulah perbedaan Hari Lahir Pancasila dan Hari Kesaktian Pancasila. Semoga bermanfaat, detikers!
(urw/urw)