Arsiparis SMA/SMK/SLB Sulsel Tuntut TPP Rp 6 Juta Bantah Disebut Staf Biasa

Arsiparis SMA/SMK/SLB Sulsel Tuntut TPP Rp 6 Juta Bantah Disebut Staf Biasa

Ahmad Nurfajri Syahidallah - detikSulsel
Rabu, 08 Mei 2024 18:39 WIB
Arsiparis SMA/SMK/SLB saat mengikuti pertemuan di Disdik Sulsel.
Foto: Arsiparis SMA/SMK/SLB saat mengikuti pertemuan di Disdik Sulsel. (Ahmad Nurfajri/detikSulsel)
Makassar -

Arsiparis SMA/SMK/SLB membantah Dinas Pendidikan (Disdik) Sulawesi Selatan (Sulsel) yang menyebut mereka sebagai staf biasa sehingga wajar diberi tambahan penghasilan pegawai Rp 1 juta. Mereka mengklaim memiliki surat keputusan (SK) pengangkatan dalam jabatan fungsional sehingga berhak menuntut kenaikan TPP menjadi Rp 6 juta.

"SK kami itu adalah SK jabatan fungsional. Yang dilantik pada tanggal 24 Desember 2021. (Tudingan bukan pejabat fungsional) Itu pernyataan yang salah karena terbitnya SK ini adalah merupakan turunan dari moratorium Presiden. Ada peraturan tentang penyetaraan jabatan. Ini jelas (jabatan) fungsional," kata arsiparis SMAN 20 Makassar Yohana Leban Kabanga selaku perwakilan arsiparis usai menghadiri pertemuan di Gedung Guru Kantor Disdik Sulsel, Rabu (8/5/2024).

Yohana mengatakan, penyetaraan jabatan administrasi ke dalam jabatan fungsional ini tertuang dalam Permen-PANRB nomor 17 tahun 2021. Berdasarkan aturan itu, dia mengaku heran dengan Disdik Sulsel yang justru menyetarakan mereka dengan staf administrasi di sekolah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Inilah yang menjadi sumber permasalahan. Kenapa fungsional arsiparis harus disetarakan dengan staf di sekolah. Sementara kewajiban kami, disamakan dengan arsiparis yang ada di Dinas Pendidikan dan OPD lain, sementara tunjangan kami disetarakan dengan tunjangan staf di sekolah, Rp 1 juta," lanjut Yohana.

Di sisi lain, dia juga menyebut hingga saat ini SK yang diterima olehnya sama sekali belum berubah. Dengan begitu, dia kembali menegaskan Disdik Sulsel sama sekali tak punya dalih untuk menempatkan mereka sebagai pejabat administrasi di sekolah.

ADVERTISEMENT

"Jadi jelas bahwa, tidak ada dasar daerah ini mau menyetarakan kita dengan pejabat administrasi sekolah dari segi pendapatan. Sementara kita ini pejabat fungsional ahli muda. Loh kok, tega-teganya kita mau disetarakan dengan jabatan pelaksana di sekolah. Coba apa dasarnya," cetusnya.

"Kalau SK kita sudah diganti dengan SK staf pelaksana, oke lah. Tetapi untuk apa ini SK ada. Ingat, SK yang kami bawa, menyatakan SK itu berlaku sejak diterbitkan," lanjut Yohana.

Dia pun menyinggung Permendagri nomor 14 tahun 2023 tentang pedoman teknis pemberian dan penyajian pembayaran tunjangan pejabat administrasi yang terdampak penataan birokrasi bagi ASN di instansi daerah yang bersumber dari APBD. Dalam peraturan tersebut, Yohana mengatakan penghasilan pegawai yang terdampak penataan birokrasi tidak mengalami penurunan.

"Penghasilan pejabat yang terdampak penataan birokrasi Pasal 3 ayat 1, pejabat administrasi yang dialihkan menjadi pejabat fungsional sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat 3 diberikan penghasilan sama besarnya, tidak mengalami penurunan dibanding penghasilan sebelumnya saat menduduki jabatan administrasi," paparnya.

"Ini dasarnya. Tuntutan kami, bayarkan tunjangan fungsional kami sesuai jenjang ahli madya dan bayarkan TPP kami sesuai dengan TPP layaknya diterima oleh arsiparis ahli muda. Nominalnya itu Rp 6,2 juta sekian-sekian," lanjutnya.

Terpisah, Kepala Bidang Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Disdik Sulsel Muhlis Mallajareng mengatakan para arsiparis itu menuntut dua hal, yakni tunjangan pejabat fungsional dan TPP. Sementara, TPP yang dituntut oleh mereka tidak dapat diberikan karena tercatat sebagai staf biasa.

"Yang kemarin itu dikasih tunjangan karena staf biasa, bukan fungsionalnya. Dua tuntutannya ini, tunjangan jabatan fungsional sama TPP. Kalau TPP dituntut, dia tidak berhak menuntut seperti itu. Kalau (tunjangan jabatan) fungsionalnya silakan," paparnya.

"Nanti Disdik yang kasih kalau disetujui. Kalau TPP-nya, tergantung kemampuan dana karena tambahan penghasilan. Karena ini mereka, rancu memang ini, mereka cuma terima TPP Rp 1 juta, seharusnya Rp 2,1 juta. Itu yang tidak ada di tabel," lanjut Muhlis.

Dia menambahkan, persoalan ini akan didiskusikan kembali dengan Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Pasalnya, saat pertemuan tadi, perwakilan dari BKD Sulsel tidak hadir.

"Oleh karena itu memang perlu cari solusi yang terbaik. Yang jelasnya kalau itu mau dipake arsipaaris selaku KTU itu sudah tidak ada. Karena itu di aturan baru tidak ada. Cuma mereka ini, saya kurang tahu juga bagaimana sehingga ini terjadi kesalahpahaman pengertian. Nah ini dicarikan solusi ke BKD," tuturnya.

Sebelumnya diberitakan, Muhlis Mallajareng mengatakan jabatan arsiparis itu disetarakan dengan staf biasa dan bukan pejabat fungsional. Dia menyebut, TPP jabatan fungsional arsiparis itu bisa dipenuhi jika mereka telah melewati uji kompetensi.

"Iye staf biasa. Artinya sudah standar (TPP Rp 1 juta) karena staf biasa ji. Bukan mi pejabat. Kalau arsiparisnya, disejajarkan, tapi harus memenuhi persyaratan," kata Muhlis, Senin (6/5).

Dia menyebut, meskipun dinamai sebagai arsiparis, mereka tak serta merta dapat disebut menjadi pejabat fungsional arsiparis. Pasalnya, untuk mencapai hal tersebut, mereka harus melengkapi dan melewati sederet prosedur yang berlaku.

"Arsiparis itu harus ada syaratnya. Harus ikut uji kompetensi. Kalau lulus itu, baru dibukakan formasi oleh BKD. Bahwa jabatan itu ada dan diakui sebagai pejabat fungsional arsiparis sama dengan arsiparis di Dinas Arsip. Itu baru bisa dapat jabatan fungsional itu," paparnya.




(sar/hsr)

Hide Ads