KPU Maros Dianggap Hilangkan Hak Konstitusi Warga gegara Tak Gelar PSU

Sahrul Alim - detikSulsel
Senin, 06 Mei 2024 19:45 WIB
Foto: Komisioner KPU Maros disidang di Kantor Bawaslu Sulsel. (Sahrul Alim/detikSulsel)
Makassar -

Pemerhati pemilu bernama Syukri menilai komisioner KPU Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel), menghilangkan hak konstitusi warga karena tidak menggelar pemungutan suara ulang (PSU) di TPS 003 Cenrana Baru. Syukri kemudian melaporkan komisioner KPU Maros atas dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

DKPP lalu memeriksa komisioner KPU Maros terkait KEPP perkara nomor 42-PKE-DKPP/III/2024 dalam sidang yang digelar di Ruang Sidang Mutmainnah, Bawaslu Sulsel, Senin (6/5/2024). Dalam sidang tersebut, Syukri memberikan contoh kasus di Daerah Istimewa Yogyakarta dan panitia pemilihan luar negeri (PPLN) di Malaysia pada Pemilu 2019 lalu.

"Kasus kedua yang terjadi di Malaysia, KPU RI mengalami sebuah kebuntuan ketika ada 63 ribu dan 20 ribu TPS, KPU harus mencabut keputusannya sendiri tentang batasan waktu 10 hari, bagaimana di tanggal 10 April itu harus melakuan PSU yang ada di Malaysia," ujar Syukri menanggapi penjelasan komisioner KPU Maros dalam sidang tersebut.


Syukri kemudian menjelaskan bahwa masalahnya bukan terletak pada jumlah pemilih besar atau kecil. Tetapi ada hak konstitusi warga yang tidak boleh diabaikan.

"Bukan soal jumlah pemilih yang besar, kalau di kasusnya ini kan cuma 1 TPS kurang lebih 200 sampai 300 pemilih akan tetapi hak konstitusi tidak boleh diabaikan berdasarkan undang-undang," tegasnya.

Atas dasar tersebut, Syukri menilai KPU Maros berusaha melawan konstitusi yakni UU Pemilu Pasal 220 ayat 1 dan 2 dan peraturan DKPP ayat 2. Menurutnya, keputusan 7 KPPS di TPS tersebut yang bersepakat hanya memberi 4 surat suara kepada salah seorang pemilih adalah tindakan tidak dibenarkan.

"Dan yang terpenting adalah menghilangkan hak konstitusi seorang warga yang juga penyelenggara pemilu. Masa mereka harus bersepakat 7 orang ini untuk menghilangkan satu hak surat suara konstitusi," katanya.

"Undang-undang dan PKPU jelas, satu pemilih harus mendapat 5 jenis surat suara yang sudah dijelaskan warnanya masing-masing. Namun mereka bersepakat sehingga menghilangkan hak konstitusi," tambahnya.

Usai hak memilih warga dihilangkan oleh KPPS, lanjut Syukri, KPU Maros malah melegitimasi apa yang dilakukan KPPS. Sementara anggota KPU menurut Syukri adalah pelaksana Undang-Undang sebagai tanggungjawab dalam sumpah jabatan.

"Bukan mengabaikan ataupun melawan hukum. Itu stressing kami sehingga kami harus mengadukan ke DKPP sebagai jalan untuk mencari keadilan, bukan untuk ada kebencian pribadi. Itulah resikonya sebagai penyelenggara pemilu, sangat resisten," jelasnya.

Dia pun menyimpulkan penjelasan KPU Maros atas aduannya tersebut tidak ada isinya. Khususnya jika merujuk pada Pasal 220 ayat 1 dan 2 di UU Pemilu yang menegaskan rekomendasi Panwascam atau Bawaslu harus ditindaklanjuti.

"Saya melihat jawaban ini sama sekali tidak ada apa-apanya karena mengabaikan Pasal 220 ayat 1 dan 2 yakni rekomendasi Bawaslu maupun Panwascam wajib ditindaklanjuti," pungkasnya.

Simak pembelaan KPU Maros selengkapnya...




(hsr/ata)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork