Sejumlah Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) terindikasi tidak netral di Pemilu 2024. Oknum PPK-PPS tersebut diduga mendukung caleg tertentu dengan menjadi tim sukses (timses) hingga menerima uang dari caleg.
Terbaru, Panwascam Tamalate, Makassar mengusut dugaan pelanggaran netralitas oknum PPS di Kelurahan Balang Baru berinisial OW. Dia diduga menjadi timses salah seorang caleg DPRD Kota Makassar di Dapil 5 yang meliputi Kecamatan Mariso, Mamajang dan Tamalate.
"Sementara ini kami penelusuran (terkait anggota PPS jadi timses caleg)" ujar anggota Panwascam Tamalate Sulaiman kepada detikSulsel, Jumat (8/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sulaiman mengaku informasi awal yang didapatkan berupa video diduga OW mengkampanyekan seorang caleg. Pihaknya juga akan memastikan kejelasan video yang beredar tersebut dari informan.
"Iya besok (hari ini) kita jadwalkan untuk 2 informan itu. Besok (hari ini) kami minta lagi, informasinya soal video kalau tidak salah pak RT dan staf kelurahan," ungkapnya.
Dalam rekaman video beredar, OW tampak membagikan video kampanye caleg DPRD Makassar dari Hanura atas nama Alfian Eurico Amiluhur melalui WhatsApp. Video itu dilaporkan Aliansi Pemantau Pemilu usai menerima informasi dari sekretariat PPS Balang Baru.
"Dari salah satu sekretariat PPS-nya Balang Baru, dimana dia dapat info juga dari Binmas kelurahannya, hanya sampai di situ kami ketahui," ujar anggota Aliansi Pemantau Pemilu Andre yang dikonfirmasi terpisah.
Bahkan Andre menyebut OW juga pernah terlibat kasus 8 anggota PPS di Kecamatan Tamalate yang dipecat Juli lalu. Andre pun berharap OW ditindak tegas.
"OW juga pernah menjadi saksi Komisioner KPU Makassar perihal 8 PPS yang dipecat beberapa bulan lalu. (Tindak lanjut temuannya) Sudah dimasukkan di Bawaslu Kota, sekarang jadi penyelidikan Panwascam Tamalate," tuturnya.
OW diduga menjadi tim sukses karena dalam video beredar jelas mengkampanyekan caleg Hanura tersebut. Bahkan disebut sudah menyiapkan skenario dalam perekrutan Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS).
"Diduga adanya kerjasama yang lebih jauh antara PPS dan caleg HA (Hanura) tentang perekrutan KPPS nantinya, untuk dijadikan basis pemenangan," ujar Andre.
"Bisa jadi dia timses, karena buat apa seorang penyelenggara mengirimkan video dukungan caleg HA, ke salah satu warga Balang Baru, dan adanya pengumpulan data juga di dalam video bukti tersebut," sambung Andre.
8 Anggota PPS-PPK Dinonaktifkan
Sementara itu, sebanyak 8 penyelenggara pemilu di Kecamatan Ujung Pandang dinonaktifkan atau diberhentikan sementara usai diduga menerima uang dari caleg. KPU Makassar akan menggelar pleno untuk memutuskan nasib 1 PPK dan 7 PPS tersebut.
"Dalam beberapa hari ini akan kami pleno untuk hasil keputusannya," ujar Anggota KPU Makassar Endang Sari, Kamis (7/12).
Ketua Bawaslu Makassar Dede Arwinsyah menegaskan pihaknya telah meneruskan rekomendasi ke KPU untuk memberi mereka sanksi. Dari rangkaian penelusuran terkait dugaan 8 orang penyelenggara itu diduga telah melakukan pelanggaran kode etik.
"Kami hanya mengkomunikasikan ke teman-teman KPU untuk memberikan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," ujar Dede kepada detikSulsel ketika dihubungi, Rabu (8/11).
Dia menjelaskan 8 orang itu ketahuan melakukan pertemuan tertutup dengan oknum caleg di sebuah kafe di Makassar. Pihaknya tidak bisa mengungkap identitas caleg tersebut dan berapa nominal uang yang diterima oleh 8 adhoc KPU Makassar tersebut.
"Yang jelas kami menyimpulkan terjadi dugaan pelanggaran kode etik," tambah Dede.
KPU Makassar Pecat 8 Anggota PPS
KPU Makassar sebelumnya telah menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap 8 PPS di Kecamatan Tamalate. Mereka juga dinilai tidak netral karena terbukti melakukan pertemuan dengan caleg.
"Ada delapan orang yang kami berhentikan itu," kata Ketua KPU Makassar Farid Wajdi saat dihubungi detikSulsel, Minggu (2/7).
Bawaslu Makassar awalnya memeriksa 12 anggota PPS dari Dapil 5 Makassar yang mendapatkan undangan pertemuan dari bacaleg. Dari hasil pemeriksaan, hanya delapan di antaranya yang terbukti melanggar kode etik.
Farid menegaskan bahwa dalam proses klarifikasi tidak ada bantahan dari anggota PPS yang bersangkutan. Mereka tidak membantah hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Bawaslu Makassar.
"Dan tidak ada keberatan, tidak ada bantahan dari semua bahwa apa yang diperiksa di Bawaslu sama dengan apa yang didiskusikan," ujar Farid.