Pj Gubernur Bahtiar Disorot Sana-sini gegara Istilah Sulsel Bangkrut

Pj Gubernur Bahtiar Disorot Sana-sini gegara Istilah Sulsel Bangkrut

Tim detikSulsel - detikSulsel
Selasa, 17 Okt 2023 06:40 WIB
Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin.
Foto: Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin. (Dok. Istimewa/Humas Pemprov Sulsel)
Makassar -

Penjabat (Pj) Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Bahtiar Baharuddin disorot gegara menyebut Sulsel dilanda kebangkrutan imbas defisit anggaran Rp 1,5 triliun pascakepemimpinan Andi Sudirman Sulaiman (ASS). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun sampai meluruskan istilah yang digunakan Bahtiar tersebut.

Diketahui, Bahtiar mengutarakan kondisi keuangan Pemprov Sulsel itu saat pidato pengantar nota keuangan Rancangan ABPD 2024 di Gedung DPRD Sulsel, Rabu (11/10). Bahtiar menganalogikan Sulsel sebagai kapal yang sudah tenggelam sebelum dirinya mengambil alih nakhodanya.

"Kita defisit Rp 1,5 triliun, Sulsel ini bangkrut. Saya ini pemimpin nakhoda, kapal Sulsel sudah tenggelam," ujar Bahtiar di hadapan anggota DPRD Sulsel, Rabu (11/10/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bahtiar mengaku defisit terjadi akibat perencanaan APBD yang keliru selama bertahun-tahun. Menurutnya, perencanaan program tidak disesuaikan dengan porsi anggaran yang tersedia.

"Berarti perencanaan keliru bertahun-tahun kan. Program lama itu perencanaan di langit uangnya tidak ada. Jadi defisit itu artinya tidak sesuai apa yang diomongin," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Belakangan, pernyataan Bahtiar menuai sorotan dari berbagai pihak. Omongan Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri itu dianggap berlebihan.

Kemenkeu Nilai Istilah Bangkrut Tidak Tepat

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo turut menyoroti istilah yang digunakan Bahtiar. Prastowo menganggap pernyataan Bahtiar yang menyebut Sulsel bangkrut tidak tepat.

"Penggunaan istilah 'bangkrut' sejatinya kurang tepat untuk memaknai ketidakmampuan Pemprov Sulsel dalam melunasi utang jangka pendek/panjang di tahun ini," kata Prastowo dalam keterangannya dilansir dari detikFinance, Senin (16/10).

Prastowo menyebut masalah yang dihadapi Pemprov Sulsel bukan dari sisi solvabilitas atau kemampuan melunasi utang jangka panjang, melainkan terkait likuiditas alias kesulitan melunasi utang jangka pendek. Pasalnya angsuran pokok utang jangka panjang telah dianggarkan dalam APBD 2023 pada pengeluaran pembiayaan.

"Yang dialami Pemprov bukanlah kebangkrutan, melainkan kesulitan likuiditas akibat dari pengelolaan utang jangka pendek yang kurang prudent," ungkapnya.

Prastowo menyebut pihaknya sudah melakukan analisis terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2022 dan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) 2023 Pemprov Sulsel. Hasilnya, menunjukkan kinerja keuangan Pemprov dianggap kurang sehat.

"Hasil analisis LKPD 2022 dan LRA 2023 Pemprov Sulsel menunjukkan kinerja keuangan yang kurang sehat, khususnya pada aspek likuiditas. Untuk 2023, terdapat utang jangka pendek jatuh tempo dan utang jangka panjang yang menjadi kewajiban Pemprov Sulsel," jelasnya.

Namun demikian, tingginya kewajiban utang Pemprov Sulsel dianggap masih bisa dihindari dengan optimalisasi pendapatan dan efisiensi belanja. Terlebih daerah tersebut punya akumulasi tinggi dari sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) 2023 dan tahun-tahun sebelumnya.

Berdasarkan data per September 2023, Prastowo menyebut SILPA Pemprov Sulsel sebesar Rp 676 miliar. Prastowo mengatakan kondisi ini diprediksi tetap terjaga hingga akhir tahun melihat tren realisasi pendapatan asli daerah (PAD) yang meningkat serta pola akumulasi SILPA di dua tahun sebelumnya.

"Sebagai solusi atas permasalahan tersebut, Pemprov Sulsel dapat melakukan negosiasi utang jangka pendek; restrukturisasi utang jangka panjang; optimalisasi pendapatan dan efisiensi, serta realokasi belanja untuk menekan SILPA; dan/atau refinancing sebagai langkah terakhir," beber Prastowo.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Pihak ASS Anggap Diksi Sulsel Bangkrut Berlebihan

Mantan Staf Khusus (Stafsus) era Gubernur Andi Sudirman Sulaiman (ASS), Irwan ST mengaku heran Bahtiar menyebut Sulsel dalam kondisi bangkrut. Irwan menilai diksi yang digunakan Bahtiar berlebihan.

"Beliau (Bahtiar) entah sengaja atau tidak, menggunakan diksi yang terlalu mendramatisir. Misalnya kayak bangkrut. Istilah pemerintah daerah itu bangkrut sebenarnya jarang ditemukan," jelas Irwan kepada detikSulsel, Senin (16/10).

Irwan mengatakan istilah bangkrut karena kondisi keuangan yang defisit tidak tepat digunakan untuk pemerintah. Dia lantas membandingkannya jika itu terjadi di sebuah perusahaan atau badan hukum.

"Situasi bangkrut itu seperti ini, kalau sebuah badan hukum mengalami utang pada tahun berjalan. Akumulasi antara uang yang dia miliki ditambah dengan asetnya tidak mampu membayar utang itu, barulah kemudian disebut bangkrut," tuturnya.

Sementara di pemerintah daerah ada mekanisme pengelolaan keuangan yang lebih kompleks. Salah satunya ada hitungan dari proyeksi penerimaan dari potensi pendapatan asli daerah yang menjadi pertimbangan.

"Nah, di pemerintah daerah itu tidak bisa ada kejadian bangkrut. Karena ada mekanisme pengelolaan keuangan daerah," tambah Irwan.

Irwan juga menjelaskan soal tudingan utang warisan di era kepemimpinan ASS yang disebut Bahtiar turut memicu defisit. Menurutnya, kepala daerah sebelumnya tidak ada maksud meninggalkan utang melainkan pembayarannya bertahap dengan asumsi anggarannya dialokasikan di APBD tiap tahun.

"Karena selalu ada garansi bahwa pemerintah daerah itu pasti pada tahun berikutnya pasti ada uangnya. Dan karena itulah mestinya di 2024 perencanaannya ada alokasi anggaran untuk menyelesaikan itu," jelasnya.

Menurutnya, kebijakan kepala daerah saat ini ingin menuntaskan seluruh utang dalam satu tahun anggarannya. Akibatnya, postur APBD terkesan mengalami defisit karena pengeluaran lebih besar dibanding proyeksi pendapatan.

"Jadi ini masalah perspektif. Jadi kalau disebut meninggalkan utang sih, kalau menurut saya tidak ada juga. Memang itu kewajiban yang bisa diatur oleh siapapun kepala daerahnya. Cuman karena kepala daerah ini (Bahtiar) pengen membayar semua, ya itu kebijakan beliau," imbuhnya.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Wabup Torut Singgung Potensi Pendapatan

Wakil Bupati Toraja Utara (Torut), Frederik Victor Palimbong turut buka suara soal Bahtiar yang menggunakan istilah Sulsel dalam kebangkrutan. Apalagi hal tersebut disampaikan dalam rapat paripurna DPRD Sulsel.

"Saya tentu menghormati yang diucapkan Pj Gubernur. Tapi seharusnya kata bangkrut tidak boleh dilontarkan seorang pemimpin, apalagi dalam forum resmi di rapat Paripurna DPRD," kata Frederik Victor Palimbong kepada wartawan, Senin (16/10).

Frederik menyakini kondisi keuangan Sulsel tidak seburuk yang diungkapkan Pj Gubernur Sulsel. Dia lantas menyinggung potensi pendapatan asli daerah (PAD) di Sulsel yang sangat besar.

"Harusnya Pak Pj lihat kondisi Sulsel lebih luas lagi. Karena sebenarnya banyak PAD dari sektor lain, contoh saja pariwisata. Nah ini yang dibenahi pemerintahan sebelumnya, itu untuk mendorong ekonomi di sektor wisata, sudah sangat baik," ungkapnya.

Dia mengaku tidak ingin pernyataan itu menimbulkan kesan negatif di masyarakat. Menurutnya, pemerintah kabupaten/kota tentu siap berkolaborasi dengan Pemprov Sulsel dalam meningkatkan perekonomian.

"Ya kita cuma tidak mau atas ucapan itu berdampak buruk ke pemerintahan di Sulsel, karena kami juga sudah bekerja sangat keras," tambah Frederik.

F-Demokrat DPRD Sulsel Sebut Kekeliruan Arus Kas

Fraksi Demokrat DPRD Sulsel menolak penggunaan narasi Pj Gubernur Bahtiar yang menyebut Sulsel dalam kebangkrutan imbas defisit anggaran Rp 1,5 triliun. Istilah itu terkesan dianggap membuat Sulsel tidak punya sumber daya lagi untuk menjalankan program.

"Kami tidak setuju dengan itu karena bangkrut itu mengistilahkan tidak ada lagi sumber daya kita untuk bisa menjalankan program," ujar Juru Bicara Fraksi Demokrat DPRD Sulsel Andi Januar Jaury Dharwis, Jumat (13/10).

Januar menganggap situasi yang dialami Pemprov Sulsel saat ini lebih tepat disebut karena ada kekeliruan dalam pengelolaan kas daerah. Kondisi itu terjadi karena porsi belanja yang lebih besar daripada ketersediaan anggaran.

"Mungkin diksinya yang tepat adalah kekeliruan dalam pengelolaan arus kas, kita lebih besar porsi belanja dari pada ketersediaan fiskal kita. Itu yang terjadi, jadi istilah bangkrut itu bagi Fraksi Demokrat tidak setuju," tegasnya.

Dia berharap Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bersama Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sulsel segera mencari jalan keluar atas masalah defisit ini. Januar yakin persoalan ini bisa diatasi.

"Saya kira Banggar dan TAPD akan mencari jalan keluar untuk ini," terang Januar.

Halaman 2 dari 3
(sar/ata)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads