Kemenkeu Ungkap Kinerja Keuangan Pemprov Sulsel 2023 Kurang Sehat

Kemenkeu Ungkap Kinerja Keuangan Pemprov Sulsel 2023 Kurang Sehat

Tim CNN - detikSulsel
Senin, 16 Okt 2023 14:59 WIB
Juru Bicara Kemenkeu Yustinus Prastowo
Foto: Stafus Kemenkeu Yustinus Prastowo. (Anisa Indraini/detikcom)
Jakarta -

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkap kinerja keuangan tahun 2023 Pemprov Sulawesi Selatan (Sulsel) tidak sehat usai Pj Gubernur Bahtiar Baharuddin menyebut ada defisit keuangan sebesar Rp 1,5 triliun. Situasi ini menyebabkan Pemprov bermasalah soal aspek likuiditas alias kesulitan membayar utang.

"Hasil analisis LKPD 2022 dan LRA 2023 Pemprov Sulsel menunjukkan kinerja keuangan yang kurang sehat, khususnya pada aspek likuiditas," ujar Staf Khusus Kemenkeu Yustinus Prastowo dalam keterangannya dilansir dari CNN, Minggu (15/10/2023).

Yustinus mengatakan Pemprov memiliki dua jenis utang pada tahun 2023, utang jangka pendek dan jangka panjang. Namun Pemprov Sulsel disebut hanya kesulitan melunasi utang jangka pendek.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Untuk 2023, terdapat utang jangka pendek jatuh tempo dan utang jangka panjang yang menjadi kewajiban Pemprov Sulsel," tambahnya.

Sementara terkait utang jangka panjang lanjut Prastowo, Pemprov Sulsel tidak ada masalah. Pasalnya angsuran utang yang dimaksud sudah dianggarkan dalam APBD 2023.

ADVERTISEMENT

"Masalah yang dialami Pemprov Sulsel adalah likuiditas (kesulitan melunasi utang jangka pendek), bukan solvabilitas (kesulitan melunasi utang jangka panjang) mengingat angsuran pokok utang jangka panjang telah dianggarkan dalam APBD 2023 pada pengeluaran pembiayaan," ujar Prastowo.

Prastowo meyakini kewajiban utang Sulsel masih bisa diselesaikan dengan optimalisasi pendapatan dan efisiensi belanja. Menurutnya, Sulsel punya akumulasi tinggi dari sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) 2023 dan tahun-tahun sebelumnya.

Berdasarkan data per September 2023, Prastowo menyebut SILPA Pemprov Sulsel sebesar Rp676 miliar. Kondisi ini diprediksi tetap terjaga hingga akhir tahun melihat tren realisasi pendapatan asli daerah (PAD) yang meningkat serta pola akumulasi SILPA di dua tahun sebelumnya.

"Sebagai solusi atas permasalahan tersebut, Pemprov Sulsel dapat melakukan: negosiasi utang jangka pendek; restrukturisasi utang jangka panjang; optimalisasi pendapatan dan efisiensi serta realokasi belanja untuk menekan SILPA; dan/atau refinancing sebagai langkah terakhir," terangnya.

Sebelumnya, Kemenkeu juga menyoroti istilah Pj Gubernur Bahtiar yang menyebut Sulsel dalam kebangkrutan akibat defisit Rp 1,5 triliun. Kemenkeu meluruskan jika Pemprov Sulsel cuma bermasalah terkait aspek likuiditas saja.

"Tanggapan Kemenkeu adalah penggunaan istilah 'bangkrut' sejatinya kurang tepat untuk memaknai ketidakmampuan Pemprov Sulsel dalam melunasi utang jangka pendek/panjang pada tahun ini," ujar Prastowo.

Pj Gubernur Sulsel Sebut Perencanaan Keliru

Sementara Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin mengaku dalam posisi sulit akibat warisan defisit APBD Rp 1,5 T dari Andi Sudirman Sulaiman (ASS). Namun dia menegaskan akan berupaya mengatasi persoalan itu meski baru saja mengambil alih kepemimpinan pemerintahan.

"Sebagai orang Bugis Makassar ketika saya mengambil tanggungjawab saya tidak akan lari dari tanggungjawab maka saya akan ambil upaya penyelamatan," ujar Bahtiar saat pidato di rapat paripurna DPRD Sulsel, Rabu (11/10).

Bahtiar menjelaskan defisit terjadi akibat perencanaan APBD yang keliru selama bertahun-tahun. Perencanaan program tidak disesuaikan dengan porsi anggaran yang tersedia.

"Berarti perencanaan keliru bertahun-tahun kan. Program lama itu perencanaan di langit uangnya tidak ada. Jadi defisit itu artinya tidak sesuai apa yang diomongin. Misalnya tulis APBD Rp 10,1 (triliun) yah defisit Rp 1,5 artinya aslinya uangmu hanya Rp 8,5 T kan itu berarti 1,5 tidak ada duitnya," ucapnya.

Bahtiar menjelaskan defisit terjadi akibat perencanaan APBD yang keliru selama bertahun-tahun. Perencanaan program tidak disesuaikan dengan porsi anggaran yang tersedia.

"Kenapa tidak ada duitnya? Satu, uangnya orang (daerah) yang kau (provinsi) klaim jadi duitmu, Rp 850 miliar DBH kabupaten/kota, kan begitu. Kemudian ada utang dari tahun lalu sudah audit BPK, ini harus diluruskan," jelasnya.




(sar/sar)

Hide Ads