Kuasa Hukum Nilai ASN Pemprov Sulsel Dinonjobkan di Era ASS Cacat Prosedural

Kuasa Hukum Nilai ASN Pemprov Sulsel Dinonjobkan di Era ASS Cacat Prosedural

Andi Nur Isman - detikSulsel
Kamis, 21 Sep 2023 12:25 WIB
ILUSTRASI/ Kantor Gubernur Sulsel
Kantor Gubernur Sulsel. Foto: Noval Dhwinuari Antony-detikcom
Makassar -

Aparatur sipil negara (ASN) lingkup Pemprov Sulawesi Selatan (Sulsel) yang dinonjobkan menilai banyak ketidaksesuaian dalam proses mutasi jabatan di era Andi Sudirman Sulaiman (ASS). Proses mutasi hingga demosi jabatan itu disebut cacat prosedural.

Hal tersebut disampaikan kuasa hukum para ASN, Muhammad Amin. Dia awalnya mengaku akan mengkaji sejumlah langkah untuk memperjuangkan hak-hak para ASN yang terkena dampak mutasi hingga demosi jabatan.

"Saya akan mengkaji, dan kemungkinan langkah administrasi negara yang kita tempuh ini belum memenuhi syarat teknisnya, (sehingga) kemungkinan saya akan tempuh langkah pidana atau melakukan langkah perdata, perbuatan melawan hukum secara perdata karena sudah menimbulkan kerugian," ujar Amin kepada detikSulsel, Kamis (21/9/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kerugian moral orang, sudah dipecat, tidak ada SK, sudah dimaki-maki masyarakat. Itu tidak enak buat kita, inmoril, perasaan. Ini bisa dikompres kerugian, tuntutannya dalam bentuk uang, materi," tambahnya.

Dia kemudian menyebut kebijakan mutasi jabatan di lingkup Pemprov Sulsel cacat prosedural. Sehingga para ASN yang menjalankan jabatan pengganti ASN sebelumnya dinilai tidak sah.

ADVERTISEMENT

"Kedua saya akan melaporkan orang yang menjalankan jabatan sekarang ini tidak sah. Kenapa? Karena surat keputusan yang menunjuk mereka untuk menduduki jabatan itu sekarang, keputusan yang batal demi hukum, cacat prosedural," terangnya.

Amin menjelaskan, ada beberapa hal yang membuat kebijakan itu cacat prosedural. Salah satunya pada konsiderans yang tidak memuat pertimbangan mutasi ataupun pemberhentian jabatan dilakukan.

"Kalau ditanya di mana cacat prosedural, di konsiderans di pertimbangan itu tidak dijelaskan. Saya kasih contoh, ada satu, ada tidak model begini, ini sangat keterlaluan, tidak boleh ada konsideran dibuat dengan model menimbang tapi tidak ada, (yang ada) dan seterusnya, mengingat dan seterusnya, memutuskan, menetapkan. Langsung saja mengangkat orang," paparnya.

Lebih jauh, Amin menyoroti pernyataan Badan Kepegawaian (BKD) Sulsel yang menyebut ASN yang didemosi karena adanya perampingan birokrasi. Menurutnya, perampingan itu sah-sah saja selama tidak mengorbankan orang lain.

"Merestrukturisasi itu, merampingkan kembali jabatan-jabatan agar efektivitas birokrasi bisa baik. Baik dari segi anggaran, artinya hemat karena jabatan yang dua jadi satu. Tapi tidak mengorbankan, tidak boleh korban satu orang ini hanya karena restrukturisasi, mengorbankan," sebutnya.

"Kalau saya lihat pernyataannya dia (BKD) katakan karena sudah tidak ada jabatan, diisi semua. Loh, kenapa Anda isi? Harusnya prioritaskan dulu orang yang dimutasi, bukan orang promasi. Ini yang terjadi, angkat dulu baru jatuhkan," sambungnya.

Amin juga mempertanyakan perihal penilaian pimpinan dalam kinerja ASN yang terdampak. Menurutnya, para ASN yang terdampak baru saja menerima tambahan penghasilan pegawai (TPP), yang artinya kinerja mereka di mata pimpinan instansi masing-masing baik.

"Kalau kita kaji dari kinerja buruk tidak begitu juga pemberian sanksinya. Hanya sekadar ditegur secara tertulis dan dibina. Tapi ini lagi-lagi kontradiktif, apa parameternya, tolok ukurnya bahwa kinerja ASN di Pemprov itu buruk. Padahal baru empat lima bulan lalu mereka dapat TPP," ujarnya.

Selengkapnya di halaman selanjutnya.

Sebelumnya, Kepala BKD Sulsel Sukarniaty Kondolele mengatakan kebijakan nonjob yang dilakukan di era ASS bukan tanpa dasar. Menurutnya, para ASN ditempatkan sesuai eselon yang masih tersedia akibat adanya penyederhanaan jabatan.

"Kan dia dinonjobkan. Setelah itu, mau dikasih naik kembali, tempatnya sudah tidak ada, eselon III. Yang ada itu cuma eselon IV. Iya begitu (mau direcovery). Sudah dinonjob tapi diangkat ke eselon IV, bukan eselon III," ujar Sukarniaty kepada detikSulsel, Selasa (19/9).

Sukarniaty mengatakan pertimbangan lain yang membuat ASN dinonjobkan ialah laporan pelanggaran. Dia menyebut pimpinan punya penilaian tersendiri terhadap aparaturnya.

"Karena bisa saja dinonjob karena ada laporan (pelanggaran) dan seterusnya. Itu juga jadi pertimbangan kenapa ada sebagian dinonjobkan dan seterusnya. Karena kan pimpinan punya penilaian tersendiri secara langsung. Karena saya juga sempat tanya, ada yang ada laporannya ke pimpinan," lanjut Sukarniaty.

Menurutnya, kemungkinan para ASN yang terkena kebijakan itu tidak memahami kondisi yang terjadi. Sehingga mereka menduga pemberian sanksi merupakan kecacatan prosedural.

"Mungkin kadang-kadang yang dianggap tidak sesuai mekanisme, karena adanya laporan langsung ke pimpinan. Bisa saja seperti itu," tuturnya.

Halaman 2 dari 2
(asm/sar)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads