Warga di Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng), Maluku Utara mengalami krisis air bersih sejak Sungai Sagea tercemar aktivitas tambang. Warga tak lagi mengkonsumsi air Sungai Sagea karena takut terkena penyakit.
"Sekarang berubah warna begini torang tara (kami tidak) konsumsi, kecuali air jernih baru konsumsi. Torang (kami) masyarakat di sini tara (tidak) berani minum, takut jangan sampai bikin penyakit," ujar warga Desa Sagea, Hafifa Abdullah kepada detikcom, Senin (21/8/2023).
Desa Sagea berada tepat di bantaran sungai Sagea, Kecamatan Weda Utara, Halmahera Tengah, Maluku Utara, dengan jumlah penduduk sebanyak 1.317 jiwa. Hafifa mengatakan hampir semua warga mengandalkan air sungai Sagea untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mencuci, minum, dan memasak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Iya, air sungai ini torang (kami) konsumsi dari dulu sampai sekarang. Karena semua masyarakat di sini kan konsumsi air itu. Pakai minum, cuci makanan, mandi, pokoknya semua pakai," tutur Hafifa.
Lanjut Hafifa, air Sungai Sagea hanya akan keruh jika terjadi hujan deras. Namun saat ini air tetap berubah warna meski hujan tak turun.
"Kalau dulu air keruh kecuali hujan deras, banjir toh. Sekarang biar tara (tidak) hujan berubah warna terus, ini bagaimana dia punya solusinya. Jadi begini, air ini kan kebutuhan penting. Torang (kami) masyarakat di sini yang paling mendesak kan air. Kalau tanpa air torang (kami) manusia bagaimana," tuturnya.
Sebagai alternatif, warga terpaksa membeli air isi ulang yang tersedia pada kios atau toko di desa setempat. Tapi bagi Hafifa, tarif sebesar Rp 10.000 untuk sekali isi ulang cukup memberatkan.
"Untungnya sekarang ini sudah ada air galon, jadi torang beli air galon. Harga Rp 10 ribu itu isi ulang. Tapi itu juga saya rasa so terlalu mahal. Apalagi saya ini cuma pedagang kecil-kecilan kaya jualan roti, kalau dapat pisang bikin gorengan," bebernya.
Hafifa mengaku sejauh ini belum ada langkah dari pemerintah untuk menjawab keluhan masyarakat, terutama persoalan air bersih bagi warga Desa Sagea. Padahal, pemerintah telah menyaksikan fakta di lapangan.
"Yah, mau bilang bagaimana karena dorang (mereka-pemerintah) saksikan langsung toh. Kemarin 17 Agustus ada lomba perahu karet di sungai itu kan dorang (mereka) lihat (kondisi warna sungai)," imbuhnya.
Camat Weda Utara Takdir Tjan mengakui warga di Desa Sagea mengalami krisis air bersih sejak sungai tersebut tercemar. Menurut Takdir, sampai saat ini warga Desa Sagea belum bisa mengkonsumsi air sungai tersebut.
"Untuk konsumsi belum bisa. (Air) memang masih kabur (keruh) cuma tidak seperti beberapa hari lalu," singkat Takdir saat dihubungi terpisah.
Simak penjelasan DLH di halaman berikutnya...
Sebelumnya diberitakan, Sungai Sagea, Halmahera Tengah berubah warna menjadi keruh kecokelatan. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Halteng menyebut pencemaran sungai tergolong fatal.
"Memang informasi yang kami peroleh dari masyarakat setempat itu, tingkat pencemarannya sangat fatal karena lumpurnya lebih kental," ungkap Kepala Bidang Penataan dan Penaatan Lingkungan Hidup DLH Halteng Abubakar Yasin saat dikonfirmasi, Rabu (16/8).
Abubakar mengatakan untuk melihat berapa tinggi tingkat pencemaran harus diuji di laboratorium. Kendati begitu Abubakar tak menampik material endapan lumpur yang terbawa ke aliran sungai terindikasi bersumber dari aktivitas pertambangan.
"Terkait apakah pencemarannya melampaui baku mutu atau tidak harus dicek di lab. Terus material berupa endapan lumpur yang terbawa itu terindikasi bersumber dari kegiatan pertambangan," jelasnya.
Simak Video "Video: Viral Polisi Nangis Minta Tolong saat Dijemput Provos di Ternate"
[Gambas:Video 20detik]
(hsr/hsr)