Sungai Sagea di Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng), Maluku Utara (Malut) berubah warna menjadi keruh kecokelatan. Perubahan pada warna air sungai tersebut diduga akibat aktivitas pertambangan.
"Iya, tercemar dan indikasi kuat itu dari aktivitas pertambangan," ujar warga Desa Sagea, Adlun Fiqri kepada detikcom, Selasa (15/8/2023).
Sungai sepanjang 7,467 kilometer itu berada di wilayah Desa Sagea dan Desa Kiya, Kecamatan Weda Utara, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara. Perubahan pada warna sungai mulai terlihat dalam sebulan belakangan ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena warna air begitu baru terjadi sebulan belakangan dan seumur hidup baru begini," ungkap Adlun.
Menurut Adlun, hulu sungai Sagea membentang di wilayah hutan dan saling terhubung dengan sungai-sungai kecil yang hampir semuanya masuk dalam wilayah konsensi perusahaan tambang.
"Itu dia (sungai) di wilayah hutan yang terhubung dengan sungai-sungai kecil dan banyak sungai-sungai kecil itu masuk di wilayah tambang," ujarnya.
Kepala Desa Kiya, Fahrul Musa mengaku belum tahu penyebab air sungai mengalami keruh. Menurutnya, sejak dulu warna air sungai selalu keruh ketika masuk musim hujan. Tapi kali ini warna sungainya sedikit berbeda.
"Dia (sungai) pe kuning dulu itu beda dengan yang sekarang. Dulu kuning muda, sekarang kuning tua ini, torang (kami) belum tahu apakah ini pengaruh tambang atau kah pengaruh alam," tuturnya.
Sementara itu, Camat Weda Utara, Takdir Tjan mengaku sempat menemui manajemen perusahaan tambang terkait untuk membahas perubahan pada warna air sungai. Tapi pihak perusahaan mengaku aktivitas operasinya belum sampai di wilayah Sagea-Kiya.
"Satu Minggu lalu saya sampaikan terkait ini, mungkin coba pihak manajemen bisa cek menyangkut sungai itu, tapi dorang (mereka ) punya kegiatan penambangan belum sampai ke arah-arah situ di belakang Desa Sagea," ucapnya.
Takdir menjelaskan bentangan karst di wilayah Weda Utara berfungsi sebagai kantong air. Ia menduga kemungkinan terdapat lumpur yang mengalir di celah-celah bebatuan karst, karena sungainya membentang hingga di belakang Desa Gemaf.
"Karst itu kan tempat penyimpanan air, jadi bentangan karst itu yang kadang-kadang mungkin (lumpur) teraliri masuk dari situ. Karena bentangan air ini kan bercabang sampai di belakang Desa Gemaf," ujarnya.
Takdir mengatakan masyarakat kini mengeluh dan mempertanyakan apa penyebabnya. Karena sungai tersebut menjadi tumpuan warga Desa Sagea dan Desa Kiya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sekaligus sebagai sumber kehidupan.
"Memang masyarakat mengeluh, kadang-kadang datangi torang (kami) pertanyakan ini penyebabnya bagaimana. (Sungai Sagea) orang manfaatkan untuk bahalo (memroduksi) sagu. Cari ikan sudah kurang, tapi sebagian besar kebanyakan manfaatkan minum, mencuci, mandi," katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Penataan dan Penaatan Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Halteng, Abubakar Yasin mengaku pihaknya baru akan turun pada hari ini untuk melakukan pengecekan.
"Hari ini torang (kami) turun (ke lokasi sungai untuk melakukan pengecekan)," singkat Abubakar saat dihubungi terpisah.
(hmw/asm)