Ombudsman Temukan Kecurangan PPDB Sulsel Jalur Zonasi, Modus Manipulasi Data

Kota Makassar

Ombudsman Temukan Kecurangan PPDB Sulsel Jalur Zonasi, Modus Manipulasi Data

Rasmilawanti Rustam - detikSulsel
Rabu, 16 Agu 2023 13:46 WIB
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sulsel Ismu Iskandar (tengah) saat konferensi pers di kantornya.
Foto: Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sulsel Ismu Iskandar (tengah) saat konferensi pers di kantornya. (Rasmilawanti/detikSulsel)
Makassar - Ombudsman Sulawesi Selatan (Sulsel) menemukan dugaan kecurangan dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Sulsel untuk jalur zonasi. Modusnya dengan melakukan manipulasi data kependudukan.

"Ada beberapa bentuk pelanggaran yang teridentifikasi yang dilakukan oleh orang tua wali terkait dengan rekayasa data, terkait dengan kependudukan ini," ungkap Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sulsel Ismu Iskandar saat konferensi pers di kantornya, Rabu (16/8/2023).

Ismu mengatakan dugaan pelanggaran itu terungkap usai dilakukan pemeriksaan terhadap empat SMA di Makassar, yakni SMAN 2 Makassar, SMAN 3 Makassar, SMAN 5 Makassar, dan SMAN 11 Makassar. Keempat sekolah itu diperiksa setelah menerima laporan dari masyarakat.

"Wilayah Makassar ada sekitar 4 laporan tingkat SMA dan ada satu yang sementara berproses juga sekarang tingkat SD ini terkait dengan dugaan penyimpangan prosedur PPDB jalur zonasi," ungkapnya.

Dari total 720 siswa yang lulus untuk kuota jalur zonasi di empat SMAN negeri tersebut, terungkap ada 99 siswa yang bermasalah. Permasalahan itu berkaitan dengan data kependudukan yang menjadi syarat kelulusan.

"Ada 99 data siswa yang bermasalah," tegas Ismu.

Ismu merincikan, di SMAN 2 Makassar ditemukan ada 36 siswa lulus yang bermasalah. Selanjutnya SMAN 3 Makassar 16 orang, SMAN 5 Makassar 30 orang, dan SMAN 11 Makassar 17 orang.

Ismu menjelaskan syarat pendaftaran jalur zonasi merujuk berdasarkan alamat pada kartu keluarga (KK) yang diterbitkan paling singkat 1 tahun sejak tanggal pendaftaran. Namun fakta di lapangan ada yang kurang di bawah 1 tahun.

"Sementara kita tahu bersama di juknis mensyaratkan bahwa untuk kartu keluarga itu minimal berumur satu tahun lebih untuk pemindahan anak bersangkutan dan itu sebelum tanggal 18 Juli tahun 2022," jelas Ismu.

Ismu kemudian menjelaskan ada berbagai cara yang dilakukan wali peserta didik dalam merekayasa data kependudukan. Salah satunya melampirkan surat keterangan domisili yang dikeluarkan oleh pihak kelurahan.

"Kartu keluarganya dicetak baru tetapi anak yang di dalam, calon siswa itu sudah lebih dari satu tahun," ungkapnya.

Adapula peserta didik teridentifikasi melakukan mutasi setelah 18 Juni 2022. Namun berkas KK yang dilampirkan saat verifikasi berkas adalah kartu keluarga yang terbit sebelum 18 Juni 2022 dan nama peserta tersebut ada di dalamnya.

"(Selanjutnya ada juga) peserta didik masuk dalam kartu keluarga yang teridentifikasi mengedit KK," tutur Ismu.

Ismu menuturkan temuan ini menguatkan fakta bahwa sistem informasi berbasis online maupun sistem verifikasi manual tidak berjalan semestinya. Hal ini karena jumlahnya sangat banyak dan pastinya merugikan calon peserta didik lain yang seharusnya lebih berhak untuk mendapatkan akses Pendidikan di sekolah yang termasuk dalam zonanya.

Dia pun enggan berbicara terkait dugaan pelanggaran di sekolah lain termasuk adanya dugaan intervensi pejabat tertentu. Pasalnya pihaknya hanya memproses laporan dari warga yang masuk ke Ombudsman Sulsel.

"Sejauh ini belum ada yang spesifik (soal intervensi pejabat), tapi potensinya ada, hanya Ombudsman belum sempat melakukan pendalaman karena kita fokus ke laporan yang masuk," jelasnya.


(sar/asm)

Hide Ads