Universitas Hasanuddin Makassar beserta Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) melakukan penelusuran jejak Alfred Russel Wallace di Maros, Sulawesi Selatan. Kegiatan ini dalam rangka memperingati 200 tahun kelahiran Alfred Russel Wallace.
Penelusuran jejak tersebut dilakukan pada Minggu (13/8/2023) di tiga tempat, yakni di Dusun Amessangeng, Leang-leang Maros, dan Taman Nasional Bantimurung. Ketiga wilayah tersebut menjadi saksi bagaimana Wallace melakukan penelitiannya.
"Wallace itu berada di bukit yang Basal bukan di Karst sehingga kemudian mencari lagi tempat dan kemudian dipelajari peta-peta lama, dan pada akhirnya tempat ini mengarah ke sini (Dusun Amessangeng) dan kalau di sini ada replika bahwa di sini ada Wallace punya Pondok," kata Pengendali Ekosistem Hutan Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, Taufik Ismail pada Minggu (13/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Taufik mengatakan Wallace melakukan penelitian di wilayah Maros pada tahun 1857. Saat itu Wallace tertarik dengan jenis kupu-kupu yang ada di wilayah tersebut.
"Dia melakukan penelitiannya Wallace datang di Maros itu sebenarnya tahun 1856 kemudian di Makassar pergi lagi, tahun 1857 dia kembali lagi ke Maros. Sebenarnya yang bawa dia ke Maros adalah kupu-kupunya, dia katakan di bukunya bahwa di sinilah tempat Kupu-kupu yang langkah dan endemic yang ada di Maros dan dia ingin membuktikannya," jelasnya.
![]() |
Selama melakukan penelitian Wallace berhasil mengoleksi 232 jenis kupu-kupu. Salah satu diantaranya kupu-kupu tersebut dijadikan sebagai ikon Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung.
"Sekitar 8 tahun di Indonesia dan untuk kupu-kupu dia bilang bahwa kupu-kupu di sini sangat ramai terutama kupu-kupu graphium eurypylus. Kalau pernah lihat logo utama nasional itu adalah logo kupu-kupu Graphium," ungkap Taufik.
Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa mengatakan Wallace merupakan sosok yang berperan penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Penelitian yang dihasilkan mampu menjadi sumber inspirasi bagi para ilmuwan.
"Wallace adalah seorang sosok yang kita sebut memiliki kontribusi dalam kaitannya dengan penemuan ilmu pengetahuan. Wallace sekali lagi menjadi sumber inspirasi kita juga bagi para ilmuwan-ilmuwan Indonesia karena pertama di Indonesia itu belum ada penemu penerima hadiah Nobel misalnya," kata Jamaluddin kepada wartawan, Minggu (13/8).
Jamaluddin berharap dengan adanya kegiatan simposium dan penelusuran jejak Wallace, peneliti Indonesia bisa lebih bersemangat lagi melakukan penelitian. Karena dengan begitu peneliti mampu berkontribusi terhadap dunia.
"Ilmuwan dan ilmu pengetahuan itu kita masih tertinggal. Tapi Wallace sebagai seorang beliau orang Inggris tapi kan hasil-hasil temuannya itu dilakukan di Indonesia pada umumnya. Sehingga di jadikanlah itu sebagai sumber inspirasi bahwa sebenarnya di Indonesia kita juga bisa menemukan ilmu pengetahuan yang signifikan dalam berkontribusi pada inovasi dunia," ujarnya.
![]() |
Sementara itu, Bupati Kabupaten Maros Chaidir Syam turut menanggapi persoalan penemuan lokasi pertama Wallace di butta salewangan tepatnya di Desa Amessangeng. Chaidir mengatakan Pemerintah Kabupaten Maros siap turun tangan dalam pembangunan tempat bersejarah tersebut.
"Lokasi pertama yang dikunjungi sebagai tempat dulu Wallace tinggal di situ dan ini lokasi yang belum kami tata dan insyaallah Pemerintah Kabupaten Maros akan usahakan menata kembali lokasi tersebut untuk sebagai tempat yang bersejarahlah dan mengenang Wallace di tempat itu," ujar Chaidir Syam kepada wartawan, Minggu (13/8).
Namun, pemerintah desa dan kecamatan akan terlebih dahulu membicarakan persoalan lokasi pembangunannya. Sebab tempat bersejarah tersebut masuk dalam lahan masyarakat sekitar.
Simposium Ilmu Pengetahuan Wallace
![]() |
Penelusuran jejak Wallace di Maros, dilanjutkan dengan simposium yang digelar pada tanggal 14-15 Agustus di Unhas Hotel and Convention. Dalam simposium tersebut para akademisi membedah berbagai hal ilmu pengetahuan yang didasarkan pada eksplorasi Wallace. Kegiatan ini dibagi menjadi tujuh sesi ilmiah yang mencakup isu-isu seperti sains-kapitalisasi megabiodiversitas Indonesia; tanah dan air; manusia; budaya; Institut Wallacea dan Masa Depan; Budaya, Alam, dan Pemeliharaan Wallacea; dan Memajukan Ilmu Pengetahuan di Kawasan Wallacea.
Para ilmuwan menyajikan serangkaian presentasi ilmiah terkait penemuan dan gagasan terbaru mengenai keanekaragaman hayati di kawasan Wallacea. Di antara program-program menarik itu juga terdapat kegiatan-kegiatan lainnya seperti pameran foto dan lukisan Wallace, serta bincang-bincang buku.
Dengan adanya program ini penyelenggara berharap pemahaman akademik tentang signifikansi geologis dan biologis kawasan Wallacea dapat meningkat. Hal ini akan mendorong ekowisata nasional dan internasional sekaligus merevitalisasi penelitian ilmiah dengan menggunakan alat dan teknologi terkini.
(alk/alk)