25 Puisi Kemerdekaan, Bait Singkat Gelorakan Jiwa untuk Sambut HUT ke-78 RI

25 Puisi Kemerdekaan, Bait Singkat Gelorakan Jiwa untuk Sambut HUT ke-78 RI

Urwatul Wutsqaa - detikSulsel
Selasa, 08 Agu 2023 09:00 WIB
Beautiful young mother with her daughter celebrating indonesia independence day by raising flag under the sunset sky
Ilustrasi (Foto: Getty Images/iStockphoto/ferlistockphoto)
Makassar -

Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 Republik Indonesia (RI), 17 Agustus 2023 sudah di depan mata. Pada momen tersebut, detikers bisa turut merayakannya dengan membaca puisi bertema kemerdekaan.

Saat perayaan HUT RI, biasanya juga akan diadakan berbagai kegiatan atau lomba baca puisi. Nah, detikSulsel telah merangkum kumpulan puisi kemerdekaan untuk menyambut HUT ke-78 RI yang bisa menjadi referensi bagi detikers.

Puisi-puisi berikut ini merupakan karya dari para anak bangsa yang menunjukkan jiwa nasionalisme dan semangat kemerdekaan. Beberapa dari puisi berikut merupakan karya dari penyair legendaris seperti W S Rendra, Taufiq Ismail, hingga Sapardi Djoko Damono.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut ini 25 puisi kemerdekaan untuk sambut HUT ke-78 RI:

Kumpulan Puisi Kemerdekaan Karya Penyair Terkenal

1. Doa Seorang Serdadu Sebelum Perang

Oleh: W S Rendra.

ADVERTISEMENT

Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal

Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia

Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku

Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara.

Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari

-biarpun bersama penyesalan-

Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah?
Sementara kulihat kedua lenganMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu

Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku

2. Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini

Oleh: Taufiq Ismail

Tidak ada pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur

Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yang lalu

Dalam setiap kalimat yang berakhiran
"Duli Tuanku?"
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus

Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara

Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka
Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara

Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus

3. Prajurit Jaga Malam

Oleh: Chairil Anwar

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu...
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!

4. Atas Kemerdekaan

Oleh: Sapardi Djoko Damono

kita berkata: jadilah
dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut
di atasnya: langit dan badai tak henti-henti
di tepinya cakrawala terjerat juga akhirnya
kita, kemudian adalah sibuk
mengusut rahasia angka-angka
sebelum Hari yang ketujuh tiba
sebelum kita ciptakan pula Firdaus
dari segenap mimpi kita
sementara seekor ular melilit pohon itu:
inilah kemerdekaan itu, nikmatkanlah

5. Karawang-Bekasi

Oleh: Chairil Anwar

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi

Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa

Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan

Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang-kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir
Kami sekarang mayat

Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi

6. AKU

Oleh: Chairil Anwar

Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan akan akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

7. Diponegoro

Oleh: Chairil Anwar

Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri

Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.

MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba

Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang

Sebuah Jaket Berlumur Darah oleh Taufiq Ismail
Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.

Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja

Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan 'Selamat tinggal perjuangan'
Berikara setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?

8. Aku Tulis Pamplet Ini

Oleh: WS Rendra

Aku tulis pamplet ini
karena lembaga pendapat umum
ditutupi jaring labah-labah
Orang-orang bicara dalam kasak-kusuk,
dan ungkapan diri ditekan
menjadi peng-iya-an

Apa yang terpegang hari ini
bisa luput besok pagi
Ketidakpastian merajalela.
Di luar kekuasaan kehidupan menjadi teka-teki
menjadi marabahaya
menjadi isi kebon binatang

Apabila kritik hanya boleh lewat saluran resmi,
maka hidup akan menjadi sayur tanpa garam
Lembaga pendapat umum tidak mengandung pertanyaan.
Tidak mengandung perdebatan
Dan akhirnya menjadi monopoli kekuasaan

Aku tulis pamplet ini
karena pamplet bukan tabu bagi penyair
Aku inginkan merpati pos.
Aku ingin memainkan bendera-bendera semaphore di tanganku
Aku ingin membuat isyarat asap kaum Indian.

Aku tidak melihat alasan
kenapa harus diam tertekan dan termangu.
Aku ingin secara wajar kita bertukar kabar.
Duduk berdebat menyatakan setuju dan tidak setuju.

Kenapa ketakutan menjadi tabir pikiran?
Kekhawatiran telah mencemarkan kehidupan.
Ketegangan telah mengganti pergaulan pikiran yang merdeka.

Matahari menyinari air mata yang berderai menjadi api.
Rembulan memberi mimpi pada dendam.
Gelombang angin menyingkapkan keluh kesah

yang teronggok bagai sampah
Kegamangan. Kecurigaan.
Ketakutan.
Kelesuan.

Aku tulis pamplet ini
karena kawan dan lawan adalah saudara
Di dalam alam masih ada cahaya.
Matahari yang tenggelam diganti rembulan.
Lalu besok pagi pasti terbit kembali.
Dan di dalam air lumpur kehidupan,
aku melihat bagai terkaca:
ternyata kita, toh, manusia!

9. Gerilya

Oleh: WS Rendra

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling di jalan

Angin tergantung
terkecap pahitnya tembakau
bendungan keluh dan bencana

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling di jalan

Dengan tujuh lubang pelor
diketuk gerbang langit
dan menyala mentari muda
melepas kesumatnya

Gadis berjalan di subuh merah
dengan sayur-mayur di punggung
melihatnya pertama

Ia beri jeritan manis
dan duka daun wortel

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling di jalan

Orang-orang kampung mengenalnya
anak janda berambut ombak
ditimba air bergantang-gantang
disiram atas tubuhnya

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling di jalan

Lewat gardu Belanda dengan berani
berlindung warna malam
sendiri masuk kota
ingin ikut ngubur ibunya

10. Gugur

Oleh: WS Rendra

Ia merangkak
diatas bumi yang dicintainya
tiada kuasa lagi menegak
telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnya
ke dada musuh yang merebut kotanya

Ia merangkak
diatas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannya

Bagai harimau tua
susah payah maut menjeratnya
matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya

Sesudah pertempuran yang gemilang itu
lima pemuda mengangkatnya
diantaranya anaknya
Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya

Ia merangkak
diatas bumi yang dicintainya
belum lagi selusin tindak
maut pun menghadangnya
ketika anaknya memegang tangannya
Ia berkata :

"Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah,
dan akupun berasal dari tanah
tanah ambarawa yang kucinta
kita bukanlah anak jadah
kerna kita punya bumi kecintaan.
bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.

Bumi kita adalah tempat pautan yang sah
bumi kita adalah kehormatan
bumi kita adalah jua dari jiwa
ia adalah bumi nenek moyang
ia adalah bumi waris yang sekarang
ia adalah bumi waris yang akan datang."

Hari pun berangkat malam
bumi berpeluh dan terbakar
kerna api menyala di kota ambarawa

Orang tua itu kembali berkata:
"Lihatlah, hari telah fajar!
wahai bumi yang indah
kita akan berpelukan buat selama-lamanya!
nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menancapkan bajak
di bumi tempatku berkubur
kemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata:
"Alangkah gemburnya tanah disini!"

Hari pun lengkap malam
ketika menutup matanya

11. Menatap Merah Putih

Oleh: Sapardi Djoko Damono

Menatap merah putih melambai dan menari-nari di angkasa
Kibarannya telah banyak menelan korban nyawa dan harta benda

Berkibarnya merah putih yang menjulang tinggi di angkasa
Selalu teriring senandung lagu Indonesia Raya

dan tetesan air mata
dulu, ketika masa perjuangan pergerakan kemerdekaan

untuk mengibarkan merah putih
harus diawali dengan pertumpahan darah

pejuang yang tak pernah merasa lelah
untuk berteriak: Merdeka!

Menatap merah putih adalah perlawanan melawan angkara murka
membinasakan penidas dari negeri tercinta indonesia

Menatap merah putih adalah bergolaknya darah
demi membela kebenaran dan asasi manusia

menumpas segala penjajahan
di atas bumi pertiwi

Menatap merah putih adalah kebebasan
yang musti dijaga dan dibela

kibarannya di angkasa raya
Berkibarlah terus merah putihku
dalam kemenangan dan kedamaian

12. Hari Kemerdekaan

Oleh: Sapardi Djoko Damono

Akhirnya tak terlawan olehku
tumpah di mataku, dimata sahabat-sahabatku

ke hati kita semua
bendera-bendera dan bendera-bendera

bendera kebangsaanku
aku menyerah kepada kebanggan lembut
tergenggam satu hal dan kukenal

Tanah dimana ku berpijak berderak
awan bertebaran saling memburu

angin meniupkan kehangatan bertanah air
semat getir yang menikam berkali

makin samar
mencapai puncak ke pecahnya bunga api
pecahnya kehidupan kegirangan

Menjelang subuh aku sendiri
jauh dari tumpahan keriangan di lembah

memandangi tepian laut
tetapi aku menggengam yang lebih berharga

dalam kelam kulihat wajah kebangsaanku
makin bercahaya makin bercahaya
dan fajar mulai kemerahan

13. Atas Kemerdekaan

Oleh: Sapardi Djoko Damono

Kita berkata: jadilah
dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut

di atasnya: langit dan badai tak henti-henti
di tepinya cakrawala

Terjerat juga akhirnya
kita, kemudian adalah sibuk

mengusut rahasia angka-angka
sebelum Hari yang ketujuh tiba

Sebelum kita ciptakan pula Firdaus
dari segenap mimpi kita

sementara seekor ular melilit pohon itu:
inilah kemerdekaan itu, nikmatkanlah.

Kumpulan Puisi Kemerdekaan Singkat dan Menyentuh Hati

14. Kulihat Patung Pejuang

Oleh: Ryan Rachman

Kulihat Patung Pejuang
Ku lihat patung pejuang
Berdiri di tepi jalan
Yang satu terluka
Yang lain memapahnya
Keduanya seolah berkata:

"Lihat tetes darah kami nak
Membasah di haribaan ibu pertiwi
Tak sempat kami melihat kalian
Hidup nyaman tanpa ketakutan"

Lalu aku tersentak
Leluhurku gugur berkalang tanah
Melepas nyawa untuk merdeka

Sedang aku kini hidup bahagia
Tanpa harus mengangkat senjata
Hanya tinggal mengisi kemerdekaan
Dengan berjuang belajar sekuat tenaga
Menjadi anak berprestasi
Mengharumkan nama bangsa

15. Benderaku

Oleh: Gatot Supriyanto

Ini benderaku, dua warna
telah digambar dengan tubuh memar pahlawan
bahkan tubuh luluh
dengan tangan terpotong-potong
hati tercabik-cabik
diaduk di tungku peperangan
merahnya membasahi bumi pertiwi
putihnya jadi cermin negeri
Kuingin jadi angin
bergabung kau, kau, kau hingga menggunung
menjaga bendera tetap berkibar

16. Musium Perjuangan

Oleh: Kuntowijoyo

Susunan batu yang bulat bentuknya
berdiri kukuh menjaga senapan tua
peluru menggeletak di atas meja
menanti putusan pengunjungnya.

Aku tahu sudah, di dalamnya
tersimpan darah dan air mata kekasih

Aku tahu sudah, di bawahnya
terkubur kenangan dan impian

Aku tahu sudah, suatu kali
ibu-ibu direnggut cintanya
dan tak pernah kembali

Bukalah tutupnya
senapan akan kembali berbunyi
meneriakkan semboyan
Merdeka atau Mati.

Ingatlah, sesudah sebuah perang
selalu pertempuran yang baru
melawan dirimu.

17. 17 Agustus

Oleh: A.J Anwar.

Orang jahat selalu lebih kukuh dalam niat busuknya
Tak perlu banyak orang untuk merusak sebuah negara
Cukup beberapa koruptor untuk
menyikat ludes uang rakyat
Beberapa pejabat bebal menggagalkan pembangunan
Beberapa politisi memecah belah rakyat
Beberapa provokator licik untuk memicu kerusuhan
Beberapa orang fanatik membenturkan agama
Beberapa tangan terselubung merawat prasangka
Beberapa preman meresahkan masyarakat
Cukup "setitik nila merusakkan susu sebelanga"
Dan bahwa jumlah mereka melimpah, tak pernah cuma seberapa, maka negara hanya punya peluang terbuang
Dan Selamat Hari Kemerdekaan
saudara sebangsa
Selamat Hari Kemerdekaan
Mari berbaris membelanya!

18. Mengeja Merdeka

Oleh: Prawoto Susilo

Kata kakekku:
Kita harus mencintai negeri ini
Dengan sepenuh hati
Itu menjadi harga mati

Perjuangan para pahlawan dahulu
Berkorban tak peduli apa yang terjadi
Walau sampai mati
Untuk negeri kita cintai

Darah suci banyak jatuh di tanah pertiwi
Darah suci yang penuh arti
Untuk negeri ini
Untuk memberikan kemerdekaan yang hakiki

Pesan kakekku:
Kita jangan melupakan perjuangan pahlawan yang gugur di negeri ini
Karena jasa-jasanya sangat berarti
Yang telah memberikan kemerdekaan ini

19. Benderaku

Oleh: Gatot Supriyanto

Ini benderaku, dua warna
telah digambar dengan tubuh memar pahlawan
bahkan tubuh luluh
dengan tangan terpotong-potong
hati tercabik-cabik
diaduk di tungku peperangan
merahnya membasahi bumi pertiwi
putihnya jadi cermin negeri
Kuingin jadi angin
bergabung kau, kau, kau hingga menggunung
menjaga bendera tetap berkibar

20. Merdeka atau Mati

Oleh: Yamin

Darah di tanah tak bertuan menggenang
Ratusan nyawa melayang
Bergelimpangan di medan perang
Mengangkat panji kemenangan

Seorang pejuang berteriak lantang
Gagah berani memegang senjata lawan penjajah
Dua kata menjadi pilihan
Merdeka atau mati

Tubuh kekar dihujani peluru
Penuh lubang di sekujur tubuh
Darah bercucuran mereka tetap tegak berdiri
Sekali lagi lantangkan merdeka atau mati

21. Zamrud Khatulistiwa

Oleh: Nurul Lathifah

Dimulai dengan langkah satu pasti
Terucap sejuta ikrar dan janji
Dari kami putera puteri bangsa
Bersatu lebur dalam Bhineka Tunggal Ika
Menjunjung tinggi moral, undang-undang, dan Pancasila
Zamrud Khatulistiwa, itulah namamu
Kau ciptakan satu tumpuan jejak para pahlawan
Kau agunkan satu kemerdekaan dan perdamaian
Di bawah naungan sang merah putih
Kibarkan kearifanmu wahai zamrud khatulistiwa
Menyongsong masa depan dengan warna merahmu
Tentramkan naluri dunia dengan warna putihmu
Dalam singgasana langit
Dan perdamaian bumi pertiwi
Terpangku sejuta napas terakhir
Sebagai pesan para pahlawan
"Tetaplah setia kepada Indonesia"
Abadikan cintanya dalam ruang gelap gulita
Demi misi satu Indonesia merdeka
Tercipta dalam lingkup realita
Bahwa sang merah putih, telah kembali bangkit
bahwa sang zamrud khatulistiwa
Masih menjadi paru-paru dunia
Rekam senyum anak Indonesia
harumkan nama bangsa di mata dunia
Tunjukkan kepada dunia
Bahwa zamrud khatulistiwa, bukan sekadar nama!

22. Bela Negara

0leh: Dilla Hardina Agustiani.

Kobar semangat terus membara
Menyulut asa tuk bela negara
Berkorban jiwa serta raga
Usir penjajah dari tanah air kita
Ratusan nyawa pahlawan telah melayang
Mereka dengan gagah berani berperang
Menebas ketidakadilan walau penuh rintang
Agar tak ada lagi rakyat yang terkekang
17 Agustus kita telah merdeka
Perjuangan para pahlawan tak sia-sia
Terluka parah bahkan hilang nyawa pun rela
Demi melihat generasinya hidup damai sentosa

23. Tanyaku Sederhana

Oleh: Muhammad Sifak Almurtadho.

Aku adalah seribu tahun lalu
Mencoba melawan semua kalah dan luka untuk kubawa pergi
Merenggut semua kalimat asa untuk merdeka
Angkasa surya menopang semua deru ombak derita
Ringkus habis semuanya!
Tanpa ada orang yang tersisa
Semua tulisan-tulisan dari penyair terkenal ini
Adalah bukti nyata
Kalau dulu negara ini menelan jutaan jiwa
Sampai merdeka!
Saat ini, negara ini dijajah mati oleh pribumi sendiri
Bukannya benar pertanyaanku?
Sudahi semua pertikaian ini, atau merdeka dua kali?
Ringkus peristiwa!
Kita merdeka karena kita berbeda!

24. Di Bawah Kibaran Merah Putih Aku tersimpuh

Oleh: M. Taufiq

Di bawah kibaran merah putih
bayangnya berdansa dengan pasir yang kupijak
menekuk, meliuk, menggelora

Aku tersimpuh
di bawah naungan merah putih
yang enggan turun, enggan layu
setelah lama badai menghujamnya

Mencari pijakan, aku harus bangkit
menepis debu yang menggelayutiku
menebalkan lagi tapak kakiku
ini waktuku berdiri!

Tak lagi aku lengah, takkan
ini tanah bukan tanah tanpa darah
ia terhampar bukan tanpa tangis
terserak cecer tiap partikel mesiu di sana

Jika pada patahan waktu yang lalu
aku bersembunyi, berkarung
pada lipatan detik ini, aku bukanlah kemarin
aku adalah detik ini, aku akan menjadi esok

Aku terhuyung
memegang erat tiang merah putih
aku memanjat asa, memupuk tekad
Indonesia, pegang genggam beraniku!

25. Tanyaku Sederhana

Oleh: Muhammad Sifak Almurtadho.

Aku adalah seribu tahun lalu
Mencoba melawan semua kalah dan luka untuk kubawa pergi
Merenggut semua kalimat asa untuk merdeka
Angkasa surya menopang semua deru ombak derita
Ringkus habis semuanya!
Tanpa ada orang yang tersisa
Semua tulisan-tulisan dari penyair terkenal ini
Adalah bukti nyata
Kalau dulu negara ini menelan jutaan jiwa
Sampai merdeka!
Saat ini, negara ini dijajah mati oleh pribumi sendiri
Bukannya benar pertanyaanku?
Sudahi semua pertikaian ini, atau merdeka dua kali?
Ringkus peristiwa!
Kita merdeka karena kita berbeda!

Nah, itulah kumpulan puisi kemerdekaan yang penuh makna dan menggambarkan semangat juang. Semoga bermanfaat ya, detikers!




(urw/ata)

Hide Ads