Bangkai pesawat SAM Air yang jatuh di hutan Kabupaten Yalimo, Papua Pegunungan berada di tebing dengan kemiringan 70 derajat. Hal tersebut membuat tim SAR kesulitan menjangkau lokasi meski menggunakan helikopter.
"Tebingnya itu memang hampir 70 derajat sehingga tidak memungkinkan heli melakukan covering di atas tebing tadi itu," kata Komandan Lanud Silas Papare Marsma M. Dadan Gunawan kepada detikSulsel, Senin (26/6/2023).
Dadan menuturkan tim SAR yang dikirim ke lokasi ditambah 6 orang. Personel tambahan ini akan membuat tempat pendaratan darurat helikopter (helipad) untuk mempermudah proses evakuasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Makanya ditambahkan personel 6 orang nanti akan membuka lahan sedikit yang penting kepentingannya untuk helikopter bisa mendarat dan drop logistik dan lain sebagainya," ujarnya.
Sebelumnya, Dadan mengungkap personel yang dikirim ke lokasi mengalami kendala dalam menemukan titik pesawat. Medan menuju titik pesawat sulit diakses oleh tim.
"Seperti dugaan saya tadi pagi ternyata medannya cukup sulit, sangat sulit. Karena di sana ternyata di sana pohon-pohon sangat rapat sekali sehingga tidak bisa dilalui dengan mudah," ujar Dadan kepada wartawan, Minggu (25/6).
Dia mengungkap bahwa tim SAR sempat berjalan kaki sejauh 1 kilometer untuk menjangkau titik lokasi. Namun karena rapatnya pepohonan membuat tim terhambat menuju tempat jatuhnya pesawat.
"Tadi mereka hanya bisa berjalan sampai sejauh 1 Km," sebutnya.
Untuk diketahui, pesawat SAM Air yang sempat hilang kontak ditemukan jatuh di Pegunungan Distrik Welarek, Kabupaten Yalimo, pada Jumat (23/6). Pesawat jenis Cessna 208 Grand Caravan itu dipiloti oleh Kapten Hari Permadi dan kopilot Levi Murib.
Pesawat SAM Air tersebut juga mengangkut empat penumpang atas nama Bartolomeus (34), Ebeth Halerohon (29), Dormina Halerohon (17) dan Kilimputni (20). Hingga kini kondisi enam korban tersebut belum diketahui.
(hsr/sar)