Cerita Pejuang Devisa Negara Dulu Penyelundup Barang Ilegal dari Filipina

Sulawesi Utara

Cerita Pejuang Devisa Negara Dulu Penyelundup Barang Ilegal dari Filipina

Trisno Mais - detikSulsel
Sabtu, 24 Jun 2023 15:21 WIB
Sangihe -

Emilyon Satyatama Makamea (38), warga Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara (Sulut) bercerita tentang kisahnya yang dulu menjadi penyelundup barang ilegal yang dia bawa masuk dari Filipina ke Indonesia. Emilyon kini melakukan aktivitas ekspor secara legal hingga menjadi pejuang devisa negara.

"Kan awalnya ada warga Filipina yang datang membawa ayam ke kami, kemudian mereka datang saya urus, beri makan," kata Emilyon menceritakan awal mula ia menjadi penyelundup barang ilegal ke Filipina, saat berbincang dengan detikcom, Sabtu (24/6/2023).

Emilyon menjelaskan saat dirinya masih duduk di bangku kelas 1 SMP ada warga Filipina yang mengajak pergi bersamanya. Selanjutnya dirinya meminta izin kepada kedua orang tuanya lalu diizinkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mereka ajak saya ke Filipina. Tapi saya masih sekolah SMP. Tapi ibu saya mengizinkan, karena dipikir dekat," katanya.

Dia mengatakan bahwa saat itu dirinya dan warga Filipina pergi menggunakan perahu kecil. Menurut dia, sejak saat itulah dirinya aktif melakukan aktivitas Ilegal, termasuk membawa masuk minuman keras dari Filipina secara ilegal.

ADVERTISEMENT

Selanjutnya hasil tersebut dijual kepada warga Sangihe dengan harga yang cukup tinggi. Saat itu, kata Emilyon, dirinya mendapatkan hasil atau keuntungan yang besar dari praktik ilegal itu.

Meski demikian ia menyebut risiko atau kerugian apabila ditangkap petugas jauh melebihi keuntungan yang didapatkan selama melakukan penyelundupan.

"Hasil penyelundupan yang kami dapatkan sangat besar, tapi kalau tertangkap sangat merugikan sekali. Jadi pendapatan dan pengeluaran saat tertangkap itu lebih banyak pengeluaran," ujarnya.

Dia lalu merinci ayam yang diselundupkan dari Filipina dibeli dengan harga Rp 1.5 juta, namun ketika dijual di Indonesia Rp 2 juta per ekor.

"Ada juga ayam sabung, pasaran Rp 2 juta per ekor. Waktu beli sekitar Rp 1,2 juta tergantung kualitas ayam," katanya.

Emilyon menjelaskan dari total yang didapatkan dalam dua minggu bisa menghasilkan di angka Rp 5 hingga 6 juta.

"Bersih Rp 6-8 juta dalam dua minggu," ujarnya.

Emilyon Satyatama Makamea. detikcom/Trisno MaisEmilyon Satyatama Makamea. detikcom/Trisno Mais

Emilyon melanjutkan barang -barang Ilegal itu diselundupkan dengan menggunakan perahu-perahu kecil di bawah GT 1 ton.

Menurut dia, aktivitas ilegal itu berlangsung sejak tahun 2000 hingga 2014 lalu. Namun sejak 2015 hingga saat ini mereka telah melakukan aktivitas legal.

"Itu dari 2000 sampai 2014. Untuk aktivitas legal 2015 sampai sekarang," katanya.

Dijelaskan lebih lanjut, saat ini dirinya tidak lagi melakukan aktivitas Ilegal. Dengan kegiatan ekspor secara legal, banyak menyerap tenaga kerja lokal seperti buruh, nelayan serta ada pemasukan devisa negara.

"Tapi kalau sekarang sudah sangat terbantu dengan adanya fasilitas dari pemerintah yang kita lakukan seperti ini. Jadi tidak perlu ditakutkan, kita merasa sangat terbantu sekali," kata dia.

Tak hanya itu, dia berharap supaya pemerintah untuk dapat mempermudah proses birokrasi bagi masyarakat yang ingin melakukan aktivitas ekspor secara legal. Pasalnya, keuntungan dari aktivitas legal ini tak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat, namun juga bisa mendorong devisa negara.

"Kalau bisa pemerintah mempermudah dan menjaga aktivitas seperti ini. Karena bisa menghasilkan devisa, membuka lapangan kerja dan lainnya," katanya.

Sementara Pemeriksa Terampil Bea Cukai Manado, Petugas di Kantor Bantu Tahuna, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Tandil Tipelu Suenaung mengatakan bahwa aktivitas ekspor secara legal sudah berlangsung sejak 2015.

Dia menjelaskan awalnya pihaknya melakukan pencocokan dokumen yang dimiliki pihak pengekspor dengan yang ada di pihak Bea Cukai.

"Mereka nanti input dokumen ke bea cukai, kemudian diproses bea cukai untuk melakukan pengecekan," kata dia.

Dia memastikan bahwa sebelum barang siap diekspor, maka pihaknya memastikan semua barang harus dalam bentuk tersegel.

"Kami melakukan pengawasan barang-barang tersebut, jadi barang yang dibawa harus sama dengan dokumen yang ada di kami," imbuhnya.

Selanjutnya saat melakukan pengecekan, pihaknya juga melihat bahwa barang itu apa jalur hijau atau jalur merah.

Lebih lanjut dijelaskan, untuk jalur merah harus ada pemeriksaan fisik langsung. Menurut dia, untuk jalur merah itu barang-barang yang mungkin dicurigai, kemudian jalur hijau barang yang tidak dicurigai.

"Untuk sekarang ini barang -barang ini tidak dicurigai, karena di Malang sampai ke Tahuna untuk melakukan ekspor dalam pengawasan Bea Cukai, dan dilakukan penyegelan selang pengawasan bea cukai," pungkasnya.

(hmw/alk)

Hide Ads