Sejumlah mahasiswa menggeruduk Kantor Bupati Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel) sore ini. Massa mendesak Pemkab Bone untuk mengevaluasi direksi RSUD Tenriawaru buntut rentetan kasus yang dianggap menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Demonstrasi mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Bone berlangsung di halaman Kantor Bupati Bone, Selasa (11/4/2023). Rentetan kasus yang mereka tuntut di antaranya terkait keluhan soal biaya perawatan hingga bayi yang meninggal lantaran penanganan pihak rumah sakit lamban.
"Kami menuntut agar Pemerintah Kabupaten Bone melakukan evaluasi terhadap RSUD Tenriawaru. Kami juga mendesak agar memberikan sanksi kepada Direktur RSUD Tenriawaru dan pegawai yang diduga lalai dan menimbulkan kegaduhan di masyarakat dalam layanan kesehatan," kata Jenderal Lapangan Muh Akbar saat berorasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akbar mengatakan, awalnya pada tanggal 6 April 2023 salah satu warga bernama Muh Sulhan mengeluhkan biaya pengobatan di RSUD Tenriawaru membengkak sehingga dianggap sebagai kegagalan program Universal Health Coverage (UHC). Tiga hari setelahnya, seorang bayi bernama Alisa Hayana meninggal karena penanganan lamban.
"Berselang 3 hari setelah kejadian itu (keluhan biaya bengkak), lagi-lagi ada seorang bayi meninggal dunia lantaran tidak mendapatkan pelayanan yang semestinya dari pihak RSUD Tenriawaru karena alasan tidak mampu menunjukkan surat rujukan. Dari kasus tersebut menunjukkan bahwa program UHC sebagaimana yang dijanjikan oleh pemerintah sangat bertentangan dengan penerapan yang dirasakan oleh masyarakat Bone," sebutnya.
Sementara itu, Ketua PMII Cabang Bone Muh Nurwan Tifta menuturkan aksi yang dilakukan merupakan bentuk kepedulian kepada masyarakat atas kondisi yang terjadi. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi lagi hal serupa.
"Ini sudah jadi panggilan jiwa dan bentuk kepedulian kami terhadap masyarakat dan pemerintah agar hal-hal seperti ini tidak terjadi lagi ke depannya. Kami juga mendesak agak semua yang terlibat dalam kelalaian dan kegaduhan ini mendapatkan sanksi tegas," tuturnya.
Dalam aksi tersebut, Wakil Bupati Bone Ambo Dalle menemui para massa mahasiswa. Dia pun berjanji akan menindaklanjuti tuntutan-tuntutan yang diberikan dengan mengecek kejadian sebenarnya.
"Kesalahan bawahan saya itu juga menjadi kesalahan saya. Saya akan memberikan sanksi tegas kepada mereka yang melanggar SOP," tegasnya.
Warga Keluhkan Biaya Bengkak
Seorang warga Bone bernama Muh Sulhan (32) sempat mengeluhkan pelayanan RSUD Tenriawaru yang menagih biaya perawatan mencapai Rp 8,7 juta dari seharusnya hanya Rp 2,2 juta. Sementara pihak rumah sakit menyebut itu terjadi karena sistem sedang eror.
"Jadi Rp 2,2 juta saya bayar untuk biaya operasi ringan (kuret) istriku di RSUD Tenriawaru Bone. Awalnya pihak RSUD menyebut biayanya Rp 8,7 juta," kata Muh Sulhan kepada detikSulsel, Sabtu (8/4).
Sulhan mengatakan, biaya Rp 2,2 juta itu termasuk perawatan selama 2 malam di RSUD Tenriawaru. Namun ia mengaku heran setelah pihak RS menyebut biaya perawatan mencapai Rp 8 juta sehari.
"Awalnya pihak RSUD menyebut biayanya Rp 8,7 juta. Setelah saya mempertanyakan hal ini, pihak kasir RSUD tidak mau memberi penjelasan. Kemudian malah membuat rekap yang baru dengan rincian Rp 2.262.799," sebutnya.
Sementara itu, Humas RSUD Tenriawaru Bone Andi Dedy Astaman menjelaskan pembayaran yang membengkak hingga Rp 8,7 Juta disebabkan kelalaian petugas dan aplikasi yang digunakan untuk merekap biaya eror.
"Ada kelalaian yang dilakukan teman kami dan pada saat itu pembayaran sampai sebesar Rp 8 juta. Dan memang pada saat itu sistem juga sedang eror dan maintenance," tuturnya.
Bayi Meninggal gegara Penanganan Lamban
Beberapa hari setelah heboh keluhan biaya perawatan di RSUD Tenriawaru, seorang bernama Alisa Hayana berumur 4 bulan 11 hari meninggal di rumah sakit tersebut.
Orang tua Alisa, Firmansyah mengaku anaknya lambat mendapat penanganan dokter setelah sekuriti rumah sakit memintanya untuk mengambil surat rujukan di puskesmas terlebih dahulu.
"Saya bawa anakku ke RSUD Tenriawaru, na bilang itu sekuriti mau ki apa, saya bilang mau ka berobat. Dia tanya mi rujukan, saya bilang nda ada, na dia bilang kalau tidak ada rujukan tidak bisa," kata Firmansyah kepada detikSulsel, Senin (10/4).
(asm/ata)