Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin melakukan kunjungan kerja ke Sulawesi Barat (Sulbar). Didampingi PJ Gubernur Sulbar Akmal Malik, Ma'ruf Amin melakukan Rapat Koordinasi percepatan penurunan Stunting di Sulbar, di Ballroom Grand Maleo Hotel, Mamuju.
Dia memaparkan dalam empat tahun terakhir Sulbar belum keluar dari angka stunting tinggi di Indonesia. Bahkan pada 2022 Sulbar berada di angka 35%. Angka tersebut mengalami kenaikan 1,2% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Tingginya angka stunting tersebut, disebut Ma'ruf menjadi alasan mengapa Provinsi Sulbar menjadi salah satu provinsi yang mendapat perhatian dari pemerintah pusat dalam upaya percepatan penurunan Stunting.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masalah stunting ini masalah besar, masalah penting, salah satu sumber dari pada upaya kita membangun sumber daya manusia yang unggul dan itu tidak mungkin bisa tercapai kalau masih ada stunting," ujar Ma'ruf Amin dalam keterangan tertulis, Kamis (23/2/2023).
Oleh karena itu, kata dia, kendala seperti koordinasi, kolaborasi dan sinergi yang belum berjalan dengan baik terkait program dan kendala penanganan stunting harus segera dihilangkan.
"Pertama kendala koordinasi, kolaborasi, sinergi, ini harus kita hilangkan. Oleh karena itu hilangkan ego sektoral. Harus dihilangkan dan kemudian juga perbaiki koordinasi antar berbagai pihak," tegasnya.
Tidak hanya stunting, persoalan mengenai pernikahan anak, kata dia, harus melibatkan seluruh pihak dengan pendekatan baik edukasi regulasi maupun pendekatan keagamaan.
"Harus diedukasi masyarakat tentang adanya UU, Kedua pendekatan keagamaan. Bukan soal boleh atau tidak boleh mengawinkan anak dibawah umur tapi maslahat atau tidak maslahat. Ini gerakan mencegah perkawinan anak harus masif," jelasnya.
Terkait dukungan anggaran, kata Ma'ruf Amin, dukungan melalui APBN, APBD Provinsi/kabupaten dan swasta sudah cukup. Hanya saja perlu memastikan agar intervensi yang dilakukan harus tepat sasaran
"Cuma memang yang menjadi masalah itu tadi konvergensi dan tepat sasaran. Tadi kan banyak anggaran hanya pelatihan. Ini juga perlu diwarning, jangan sampai hal hal itu tidak pada sasaran," tegasnya.
"Anggaran stunting memang untuk penanganan stunting. Ini sangat penting, sasarannya dan konvergensinya," tambahnya.
Karena itu, pemda melakukan penguatan pendataan pada kelompok sasaran dan memastikan kelompok sasaran menerima layanan kesehatan. Itu juga didukung dengan penguatan tim pendamping keluarga dan kader konvergensi lainnya.
Selain itu, skor pola pangan harapan Sulbar juga belum ideal, akses sanitasi dan air bersih belum optimal dan belum maksimalnya kolaborasi serta fungsi monitoring dan evaluasi antar TPPS provinsi, kabupaten dan desa. Sehingga dilakukan penguatan kolaborasi serta monitoring dan evaluasi TPPS Provinsi, Kabupaten hingga desa, termasuk penguatan pendataan melalui data desa presisi (DDP).
Akmal pun membenarkan besarnya dukungan pemerintah pusat melalui APBN sebesar 148 miliar lebih, pada 2022. Sebesar Rp 19,17 miliar diintervensi melalui lembaga kementerian di Sulbar. Sedangkan, melalui Belanja Transfer sebesar Rp 129,57 miliar dialokasikan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik Rp 6,85 miliar, DAK Non Fisik Rp 118,58 miliar, dan Dana Desa Rp 4,14 miliar. Hanya saja pengelolaan dana tersebut belum optimal.
"Lebih banyak digunakan rapat dan pelatihan, pembinaan. Artinya apa? Rp 112 miliar ini habis kegiatan rapat-rapat. Relatif tidak nampak. Inilah persoalan di Sulbar," tegas Akmal.
Ia menyebutkan keluarga sasaran tersebar di enam kabupaten di Sulbar, yakni 14.080 (Mamuju), 10.282 keluarga (Majene), 19.040 keluarga (Polman), 6.934 keluarga (Pasangkayu), 10.799 keluarga (Mamasa), 4.327 keluarga (Mamuju Tengah). Namun, menjadi persoalan data sasaran tersebut belum dilengkapi titik koordinat.
"Makanya kami bekerjasama IPB menghadirkan DDP dengan harapan alokasi anggaran yang dialokasikan pada 2023 tepat sasaran" ungkapnya.
Dalam rangka percepatan penurunan stunting di Sulbar telah dialokasikan sebesar Rp 38,5 miliar melalui APBD 2024. Dengan rincian intervensi spesifik Rp16 Miliar dan intervensi sensitif Rp 22,5 miliar.
Anggaran tersebut dialokasikan untuk program antara lain; pengelolaan pelayanan kesehatan ibu dan anak, pembinaan Keluarga berencana, pembinaan promosi dan konseling kesehatan reproduksi, pengelolaan pendidikan sekolah menengah atas, pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, peningkatan kompetensi dan kualifikasi sumber daya manusia kesehatan, pemberian makanan tambahan.
Selanjutnya, Data Desa Presisi, sosialisasi pencegahan kekerasan seksual pada anak dan perempuan, serta pelayanan kesehatan gizi masyarakat, penyediaan benih/ bibit tanaman pangan, bantuan sosial tunai kepada KPM, sosialisasi pencegahan stunting melalui media elektronik.
Simak Video "Stunting di Indonesia Kini Turun Menjadi 21,6%"
[Gambas:Video 20detik]
(akd/ega)