Warga di Desa Kaleosan, Kabupaten Minahasa Utara (Minut), Sulawesi Utara (Sulut) dicoret sebagai penerima bantuan langsung tunai (BLT) Dana Desa (DD) karena tidak memasang umbul-umbul HUT Kabupaten Minut ke-18. Kebijakan kepala desa tersebut dinilai berlebihan.
"Tadinya mereka mulai alasan karena pertama tidak pasang bendera. Kedua dianggap kami sudah mampu," kata warga Desa Kaleosan, Amanda Tulangow kepada detikcom ketika dikonfirmasi, Jumat (2/12/2022).
Amanda mengakui tidak memasang umbul-umbul saat HUT Minut. Dia beralasan tidak mendapatkan informasi dari pemerintah terkait hal tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami memang tidak pasang. Tapi sebenarnya kami bukan tidak mau pasang, tapi karena saat pengumuman kami tidak tahu karena sudah tidak berada di rumah," terangnya.
Dia pun menilai alasan pemerintah desa mencoret namanya sebagai penerima BLT mengada-ada. Apalagi cuman umbul-umbul yang dimaksud, bukan bendera Nasional.
"Saya rasa juga kalau cuma pasang bendera terlalu mengada-ada sekali. Apalagi ini hanya bendera umbul-umbul, bukan bendera nasional," kata Amanda.
Amanda juga membeberkan ada warga yang lebih mampu dari mereka justru terdaftar sebagai penerima BLT. Dia menilai hal tersebut tidak wajar.
"Sementara yang lebih dari kami itu banyak, dan mereka masih sebagai penerima," tambahnya.
Penjelasan Kepala Desa
Kepala Desa Kaleosan, Frederico Kaporoh mengatakan keluarga Amanda telah dicoret dari daftar penerima BLT. Dia menyebut keluarga tersebut sudah masuk kategori keluarga mampu.
"Sudah tidak layak lagi sebagai penerima, dinilai dari segi keberadaan ekonomi," terangnya.
Frederico juga membenarkan jika keluarga Amanda dicoret dari penerima BLT karena tidak memasang umbul-umbul HUT Minut. Dia mengklaim imbauan tersebut sudah jelas dan harus dilakukan.
"(Alasan dihapus) Bendera (tidak pasang) dan keberadaan ekonomi keluarga, yang sudah dianggap tidak layak (menerima BLT)," jelas dia.
"Pemasangan bendera umbul-umbul di hari besar Minahasa Utara itu wajib," sambung Frederico.
Namun dia tidak menjelaskan dasar aturan terkait itu. Dia berdalih hanya menjalankan tugas dari pimpinan, dalam hal ini lurah dan camat.
"Kami ketika menjalankan tugas dari atasan (Camat dan Bupati) ketika ada masyarakat yang tidak menghiraukan penyampaian kami, itu dianggap melawan pejabat pemerintah, ancaman hukumannya pidana sesuai pasal 212 KUHP," pungkasnya.
Baca selengkapnya di halaman berikutnya...