"Bupati, tolong jangan izinkan pembaharuan HGU PTPN XIV. Kami tidak mau Enrekang ini menjadi lahan sawit," tutur koordinator pembela petani, Rahmawati Karim, Rabu (27/7/2022).
Massa pun menolak perpanjangan HGU untuk PTPN XIV yang lahannya selama ini dikelola petani. Aksi unjuk rasa yang berakhir ricuh itu terjadi di Kecamatan Maiwa, tepatnya di sekitar Jalan Trans Sulawesi Poros Enrekang-Sidrap, Selasa siang (27/7).
"Banyak warga di sini yang menggantungkan pencaharian di lahan ini, mereka sudah menempati lahan sudah puluhan tahun," sambungnya.
Rahmawati lantas menuding bentrokan antar warga dengan polisi tidak akan terjadi jika Bupati Enrekang sebelumnya memberikan solusi kepada petani. Namun niat Bupati Enrekang untuk menemui petani hingga saat ini belum dilakukan.
"Sekarang beberapa warga ditangkap, ini karena mereka memperjuangkan mata pencaharian mereka. Kalau pak Bupati dari dulu mau temui kami, tidak akan terjadi seperti ini," tegasnya.
Menurutnya para petani yang terancam kehilangan pengelolaan lahan perkebunan atas rencana ekspansi sawit oleh PTPN. Makanya mereka butuh solusi atas kebijakan Pemkab Enrekang memberi rekomendasi perpanjangan HGU kepada PTPN XIV atas lahan di Kecamatan Maiwa.
"Berikan solusi kepada mereka, mata pencaharian mereka jangan langsung dimatikan," tutur Rahmawati.
Dalam demo tersebut ada 4 warga diamankan polisi lantaran membawa senjata tajam (sajam). Polisi menduga mereka yang diamankan sebagai provokator aksi demo berujung ricuh.
"Ada 4 orang yang diamankan karena membawa sajam. Mereka juga diduga melakukan provokator terhadap warga untuk melakukan penghadangan saat proses pengukuran ingin dilakukan," jelas Kabag Ops Polres Enrekang, AKP Antonius.
Keempat warga yang ditahan itu pun akan diperiksa lebih lanjut. Pihaknya enggan berkomentar lebih jauh terkait status hukum mereka.
"Kita belum tahu apakah mereka nanti dilepas atau ditahan. Nanti kita lihat perkembangannya yah," tandasnya.
Antonius mengutarakan, terjadinya bentrokan antar warga dengan polisi bermula saat warga menghadang petugas masuk ke lokasi pengukuran lahan. Aksi saling dorong antara warga terjadi yang memaksa polisi menembakkan gas air mata di tengah kerumunan.
"Karena kami dalam keadaan terdesak itu membuat kami melakukan tembakan gas air mata," ucap Antonius.
Humas PTPN XIV Unit Maiwa Aska menuturkan, pengukuran lahan tersebut sebagai tindak lanjut pembaharuan HGU. Dia mengklaim pelaksanaannya sudah mendapat rekomendasi dari DPRD Sulsel.
"Jadi kami laksanakan. Saya juga bingung kenapa menghalangi proses pengukuran, padahal inikan instruksi DPRD Provinsi untuk inventaris negara," ujarnya.
Meski sempat bentrok, kegiatan pengukuran lahan eks HGU itu tetap terlaksana. Menurut Aska, pengukuran dilakukan di atas objek lahan seluas 267 hektar.
"Jadi kita mengukur di atas lahan 267 hektare. Itu syarat administrasi pembaruan HGU nanti," tandasnya.
(sar/tau)