Gedung Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulawesi Selatan (Sulsel) disegel Pemprov Sulsel sebagai pihak yang mengklaim pemilik aset tersebut. Aktivitas di kawasan itu pun dilarang hingga dijaga ketat Satpol Sulsel.
"Kita akan jaga gedung itu. Saya tugasi anggota saya 3-4 orang setiap hari, untuk stand by di gedung itu 1x24 jam," kata Kepala Satuan Pol PP Sulsel Mujiono saat dikonfirmasi detikSulsel, Kamis (26/5/2022).
Penyegelan gedung PWI Sulsel diketahui terjadi Rabu (25/5). Dalam penertiban tersebut Pemprov Sulsel turut memasang papan bicara yang menegaskan lahan tersebut milik Pemprov Sulsel yang dikuatkan putusan pengadilan nomor 350/PDT.G/2017/PN.MKS tanggal 2 November 2017.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita lakukan mediasi (terhadap pihak PWI Sulsel), pertemuan-pertemuan, kita juga lakukan istilahnya teguran 1, 2, 3. Jadi SOP kita sudah jalan sebelum penertiban itu," bebernya.
Dia menegaskan, penertiban gedung PWI berdasarkan rekomendasi KPK dan Kejaksaan. Di mana ditegaskan gedung PWI berdiri di atas lahan milik Pemprov Sulsel.
"KPK menyebut itu aset Pemprov, makanya kita bergerak cepat mengambil langkah," tegas dia.
Mujiono menuturkan, dasar hukum penyegelan ini mengacu pada Permendagri Nomor 19 tahun 2016. Dalam aturan itu ditegaskan tidak ada lagi lahan milik pemerintah yang dipinjam-pakaikan ke pihak ketiga.
"Yang intinya, tidak ada lagi pinjam pakai yang dilakukan pemerintah dengan swasta atau pihak lain. Kecuali antara pemerintah dengan pemerintah," tuturnya.
Sementara Ketua Tim Kuasa Hukum PWI Sulsel menyayangkan penertiban yang dilakukan Pemprov Sulsel. Penyegelan gedung PWI disebut tindakan tanpa dasar.
"Ini seperti Pemprov melakukan tindakan yang kita anggap bahwa ini tindakan sewenang-wenang," tegas Arman saat dihubungi, Kamis (26/5).
Padahal dia menyebut polemik pengelolaan aset lahan dan bangunan di Jalan AP Pettarani Makassar itu masih dalam proses mediasi di DPRD Sulsel. Sehari sebelum penyegelan, Arman mengaku pihaknya sudah bertemu ketua DPRD Sulsel yang siap membantu mencari solusi atas masalah ini.
"Bahkan Ketua DPRD sudah berkomunikasi dengan Pemprov jangan dilakukan (penertiban) karena proses ini masih kita cari jalan keluarnya. Tapi ternyata itu diabaikan," sebut dia.
Pemprov Sulsel pun dituding tidak bisa memperlihatkan dasar hukum penyegelan gedung PWI. Jika PWI tak punya hak untuk pengelolaan gedung di atas lahan tersebut, pihaknya meminta Pemprov menunjukkan bukti dasar hukumnya.
"Kemarin kita bertanya sama mereka saat mau melakukan aktivitas, silakan tunjukkan kalau hak kami sudah tidak ada. Itu tidak bisa ditunjukkan kemarin sama sekali," ujar Arman.
Kendati begitu pihaknya segera menyiapkan langkah hukum pascapenyegelan gedung PWI Sulsel oleh Pemprov. Dia meyakini, pihaknya masih punya wewenang atas pengelolaan gedung di Jalan AP Pettarani tersebut.
"Tentunya bagaimana kita akan mengulas kejadian ini dan kami akan mengambil langkah-langkah hukum terhadap apa yang akan dilakukan oleh pihak PWI," tegasnya.
PWI Sulsel Klaim Masih Punya Hak Pengelolaan Gedung
Diketahui tersebut merupakan lahan dan gedung di Jalan AP Pettarani merupakan hasil ruilslag atau tukar guling Gedung Balai Wartawan Jalan Penghibur Makassar tahun 1995. Di mana setelah melalui proses panjang saat itu, disepakati PWI diberi hak pengelolaan atas gedung di atas lahan milik Pemprov Sulsel.
"Lahan dan bangunan yang ada di Jalan Pettarani ini diberikan hak pengelolaan kepada PWI sepanjang PWI masih ada di Sulsel," klaim Arman.
ARman menjelaskan, klaim hak pengelolaan dan pemanfaatan oleh PWI di atas lahan hasil ruilslag milik Pemprov Sulsel itu, sudah ditetapkan lewat pansus DPRD yang berproses tahun 1995-1997. Kemudian ditetapkan lewat SK Gubernur Sulsel yang saat itu ditandatangani oleh Zainal Basri Palaguna, hingga diperkuat usai disetujui Kemendagri.
"Nah posisi itu, gedung PWI sampai saat ini masih melekat hak pengelolaan dan pemanfaatan lahan. Itu masih berlaku sampai saat ini dan belum dicabut sama sekali. Kalaupun akan dicabut, mesti harus melalui proses pansus kembali atau melalui DPRD," jelas Arman.
(sar/asm)