Sebelumnya, eksekusi lahan sengketa seluas 4.000 meter persegi tersebut sudah coba dilakukan pada Senin (7/3) lalu namun harus tertunda karena berakhir ricuh. Situasi saat itu memanas karena diduga ada provokasi yang menyebabkan bentrokan antara massa dengan aparat kepolisian yang membantu pengamanan pelaksanaan eksekusi.
Pengadilan Negeri (PN) Enrekang kemudian kembali melakukan eksekusi lahan sengketa dengan nomor perkara No.6/Pdt.G/2015/PN.Er. Ada 285 personel kepolisian diturunkan untuk mengamankan eksekusi.
Warga Inisiatif Membongkar Bangunan Sendiri
Berbeda saat pelaksanaan eksekusi pertama, eksekusi yang digelar kedua kalinya tanpa perlawanan dari pihak tergugat dan warga. Bahkan warga membongkar sendiri rumah yang berdiri di lahan sengketa.
Pantauan detikSulsel, Kamis (31/3/2022), warga mengeluarkan barang-barang dari rumah. Mulai dari perabot, kursi, meja dikeluarkan dari dalam rumah. Diangkut ke mobil bak terbuka.
Bagian-bagian rumah yang terbuat dari kayu dibongkar warga secara mandiri. Termasuk bagian atap rumah yang terbuat dari seng juga ikut dibongkar sebelum excavator datang.
"Tadi memang ada yang membongkar sendiri rumah mereka. Total ada 3 bangunan yang warga bongkar sendiri," ungkap Kabag Ops Polres Enrekang, AKP Antonius di lokasi sengketa lahan.
Antonius menjelaskan selama proses eksekusi dimulai sekitar 8.00 Wita, tidak tampak perlawanan dari warga tergugat. Disamping itu ia menilai ini merupakan ben tuk komunikasi dan pendekatan yang bagus yang selama ini dilakukan.
"Proses pengamanan berlangsung tidak ada perlawanan berarti. Kalau ada yang mau protes silahkan menempuh jalur hukum yang sesuai dengan regulasi yang berlaku," bebernya.
Tangis Pilu-Warga Pingsan Iringi Eksekusi Lahan
Seorang warga pemilik rumah di lahan sengketa, Nur Fatma tiba-tiba ambruk seiring bangunan kediamannya dirobohkan. Tangisnya tak tertahan hingga pingsan usai kekeh menolak keras eksekusi lahan lantaran punya sertifikat tetapi tidak diakui pemerintah.
"Jadi apa gunanya ini sertifikat tanah yang saya punya pak. Apa gunanya?" ujar Fatma sambil menunjukkan surat sertifikatnya di tengah petugas, Kamis (31/3).
Nur Fatma yang pingsan, lantas dilarikan ke rumah warga terdekat untuk mendapatkan perawatan. Dia tak punya kekuatan menolak eksekusi lahan sengketa dengan nomor perkara No.6/Pdt.G/2015/PN.Er tersebut.
"Dua rumah ini kita punya sertifikat. Ini juga masuk di bukti persidangan, tapi pengadilan menganggap tidak sah. Terus apa gunanya pemerintah terbitkan sertifikat ini," ujar Fatma kepada media sambil berurai air mata.
Sudah 10 Tahun Tinggal di Lahan Sengketa
Fatma mengaku, ia beserta keluarga sudah tinggal di atas lahan sengketa sudah lebih 10 tahun. Dasar kepemilikan lahan, yakni sertifikat hak milik yang terbit di tahun 2012.
"Itu kami pertanyakan apa gunanya sertifikat tanah ini? Kalau dianggap tidak sah mengapa diterbitkan," tuturnya sembari menunjukkan sertifikat tanah miliknya.
Adapun untuk langkah selanjutnya, ia mengaku tetap akan menempuh jalur hukum. Pasalnya dalam proses eksekusi tahapannya masih berlanjut.
"Proses hukumnya masih berproses, tetapi mengapa eksekusi tetap dilaksanakan," tegas Fatma.
(tau/hmw)