Tokoh spiritual Bissu akhirnya angkat bicara usai memilih mundur dalam ritual Hari Jadi Bone (HJB) ke-692. Bissu menuding Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bone tidak memberi kejelasan terkait alasan tidak dilibatkannya secara penuh dalam tahapan ritual tahunan tersebut.
"Berapa kali pertemuan, itu yang dipertanyakan kenapa sampai Bissu ditiadakan mengantar arajang (benda pusaka) keluar," kata Pimpinan Bissu Puang Matoa Angel kepada detikSulsel saat ditemui di kediamannya, Minggu (27/3/2022).
"Tidak ada jawaban yang pasti (dari Pemkab Bone). Beberapa kali (kami) tawarkan solusi tetapi tidak pernah juga diindahkan," lanjut Angel yang telah menjadi Bissu sejak periode Andi Syamsoel Alam menjabat Bupati Bone periode 1988-1993.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dirinya mengaku heran dengan sikap Pemkab Bone dan tawarannya yang diajukan kepada kelompok Bissu. Bahkan sampai sempat mempersoalkan soal baju adat dan riasan yang digunakan Bissu.
"Kami sudah menawarkan berbagai solusi termasuk dengan tidak memakai baju bodo dan tidak melakukan make up. Ada banyak pakaian lain yang bisa dipakai," paparnya.
Pihaknya sudah bermohon ke Dinas Kebudayaan agar tetap diikutkan dalam ritual mattompang arajang (membersihkan benda pusaka) dengan berbesar hati menerima penawaran keinginan Pemkab yang mempersoalkan pakaian. Tetapi justru belakangan tidak mendapat respons dari pemerintah.
"Dan tidak ada solusi juga. Bagi Bissu suram, tidak ada kejelasan. Soal Pak Gubernur yang larang (pelibatan Bissu), saya pernah mendengar tapi tidak meyakini," beber Angel.
Padahal menurutnya, semua tahapan ritual dalam peringatan HUT Bone sudah menjadi tugas para Bissu. Dia merasa berat jika ritual khususnya pada tahapan mattompang arajang (membersihkan benda pusaka) dilakukan bukan dari kalangan Bissu.
"Saya memilih mundur karena tidak jelas alasannya apa dan mengapa. Tetapi setelah itu menawarkan diri atau mengemis mi (ke Pemkab), karena terbebani ka' di Arajang sebagai tanggung jawab saya," ungkap Angel.
Tetapi Pemkab dianggap tidak menyambut baik tawaran Bissu. Justru terkesan mencari alasan yang menyulitkan posisi kelompoknya
"Saya tidak takut dilarang, saya merasa bersalah ke benda itu karena selama ini kita yang melakukan ritualnya," keluh Angel.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Bone Andi Ansar Amal berdalih Bissu sendiri yang undur diri dalam ritual peringatan HJB Bone ke-692. Lantaran tidak menerima tawaran untuk bertugas hanya pada sesi membawa baki atau benda-benda kerajaan.
"Mereka sendiri yang tidak mau kalau tidak dipercayakan membawakan baki (benda-benda kerajaan)," sebut Ansar kepada detikSulsel, Minggu (27/3).
Makanya Bissu undur diri karena merasa kecewa tugasnya diambil alih. Tahapan ritual yang diminta Bissu, tidak diterima diberikan kepada kelompok lain.
"Tetapi tuntutan mereka adalah kalau tidak melakukan yang membawa itu baki semua kegiatan akan undur diri," sebut dia.
Dia menambahkan, untuk prosesi maggiri yang selama ini dilakukan oleh kelompok Bissu, akan digantikan oleh kelompok wanita remaja Senin besok (28/3). Sedangkan yang membawa baki adalah purna paskibra Bone.
"Apa boleh buat (jika Bissu undur diri), karena saya pikir tidak ada juga kewajiban hukum bahwa yang membawa baki itu harus kelompok Bissu," sambung Ansar.
Dengan sikap Bissu yang mengundurkan diri dari agenda HUT Bone ke-692, menjadikan pelaksanaan ritual HJB Bone pertama kali dalam sejarah tanpa melibatkan Bissu.
"Yang jelas tidak ada Bissu tahun ini. Kalau mau ki' tau kenapa, tanya ki' Kepala Dinas (Kebudayaan Bone). Saya hanya memberi kepastian tidak ada Bissu," singkat Ketua Dewan Adat Bone Andi Baso Hamid.
Selama ini, peran Bissu dalam peringatan HJB cukup besar. Mereka kerap melakukan sejumlah ritual mulai dari mallekke wae (mengambil air), massimang (minta izin), mattompang arajang (membersihkan benda pusaka), dan membawa baki atau benda-benda kerajaan.
(sar/asm)