Epidemiolog Universitas Hasanuddin (Unhas) mengungkap Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) belum bisa dikatakan menuju transisi masa pandemi COVID-19 menjadi endemi meski laju penularan menurun. Apalagi status endemi ini tidak serta merta menghilangkan ancaman Corona, di samping kasus masih bisa meningkat.
"Kalau disebut mengalami penurunan, transmisi (COVID-19) semakin menurun di masyarakat, ya betul. Tapi kita harus hati-hati menginterpretasikan kata endemi ini," ucap pakar epidemiologi Unhas Dr Ansariadi kepada detikSulsel, Rabu (23/3/2022).
Menurut Ansariadi, saat ini belum ada kriteria khusus COVID-19 dinyatakan berada di fase endemi. Meski belakangan pemerintah sedang berupaya mengubah status pandemi ke endemi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sampai saat ini tidak ada kriteria khusus untuk menyatakan COVID itu bisa disebut endemi," lanjut dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unhas ini.
Belum lagi Ansariadi menekankan, perubahan status endemi tidak serta merta menghilangkan ancaman akan Corona. Jangan sampai perubahan status itu membuat masyarakat lengah akan COVID-19.
"Karena kalau kita menyatakan endemi, maka itu hanya mengubah levelnya, tidak mengubah tantangan dari penyakit itu sendiri. Kita lihat contohnya, penyakit seperti HIV, malaria, saat ini sudah dikatakan endemi, tapi setiap tahun ratusan ribu orang meninggal karena penyakit ini," beber dia.
Makanya apapun statusnya, upaya pengendalian dan pencegahan COVID-19 pada dasarnya akan tetap sama. Dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
"Namun demikian kehati-hatian upaya pencegahan harus tetap dilakukan dengan ketat. Karena kalau tidak maka tidak menutup kemungkinan kasus akan meningkat kembali," tuturnya.
Ansariadi menyarankan agar pemerintah tidak disibukkan lebih dulu dengan persoalan status pandemi untuk transisi ke endemi. Agenda pencegahan dan pengendalian COVID-19 saat ini masih jauh leih penting jadi atensi.
"Jadi sekali lagi kita harus hati-hati menerapkan istilah endemik ini. Kemungkinan penyakit ini akan tetap ada. Namun berada pada level yang sangat rendah," jelas Ansariadi.
Diketahui Kota Makassar disebut melewati puncak gelombang ketiga COVID-19. Dalam sepekan, kasus aktif tercatat mengalami penurunan hingga 628 kasus.
Data tersebut berdasarkan laporan Satgas COVID-19 di Kota Makassar per tanggal 22 Maret 2022 yang mencatat kasus aktif saat ini sebanyak 839. Sementara sepekan sebelumnya, yakni pada 15 Maret kasus aktif tercatat sebanyak 1.467. Artinya ada penurunan 628 kasus dalam sepekan terakhir.
"Dari kurva epideminya menunjukkan seperti itu, (gelombang ketiga COVID-19) sudah menurun dan melewati puncaknya," ujar Ansariadi.
Sebelumnya Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar mengejar vaksinasi lengkap hingga booster untuk total sasaran 1.102.330 warga. Langkah ini merupakan bentuk transisi menuju endemi COVID-19.
"Kami juga belum mendapat juknis terkait pola apa yang akan kami lakukan untuk menuju Makassar endemi. Tetapi pastinya saya menyiapkan dosis lengkap salah satunya dan booster," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Makassar Nursaidah Sirajuddin, Selasa (15/3).
Data Dinkes Sulsel, vaksinasi COVID-19 di Kota Makassar hingga 22 Maret 2022 terealisasi 94,09% untuk dosis satu dari total sasaran 1.102.330 warga. Sedangkan cakupan vaksinasi dosis kedua 73,68%.
"Itu apabila dosis satu terpenuhi 100 % otomatis dosis dua akan mengikuti," sambung Nursaidah.
(sar/nvl)