Rumah ramah lingkungan bisa dipertimbangkan masyarakat saat membangun hunian. Mengingat rumah membutuhkan bahan bangunan yang melalui proses produksi yang dapat merusak lingkungan.
Arsitek Denny Setiawan mengatakan isu ramah lingkungan bukanlah hal yang baru. Menurutnya, bila melanjutkan budaya konstruksi seperti sekarang ini, maka akan semakin merusak lingkungan, bahkan dunia semakin hancur.
"Para arsitek sepakat untuk kita memenuhi Sustainable Development Goal nomor 11 dari United Nations, bahwa arsitektur yang hadir di zaman ini harus ramah lingkungan. Jadi ini bukan gaya, tapi keharusan," ujar Denny ketika berbincang dengan detikcom belum lama ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebut konsep ini bisa menggunakan pendekatan yang berbeda-beda. Denny juga menepis anggapan kalau rumah ramah lingkungan pasti mahal.
"Memang ada beberapa material yang sifatnya atau dia nilainya lebih mahal daripada material yang lain. Tapi kalau misalnya didesain dengan benar, rumah ramah lingkungan harusnya lebih murah daripada rumah yang memang secara lingkungan dia merusak," katanya.
Lalu, apa saja kiat-kiat yang bisa dilakukan untuk membangun rumah ramah lingkungan? Berikut ini penjelasan menurut ahli.
Tips Bangun Rumah Ramah Lingkungan
1. Rancang Rumah yang Adem
Denny mengatakan para arsitek yang membangun rumah ramah lingkungan setidaknya berupaya membuat ruangan terasa adem, sehingga meminimalisir penggunaan mesin AC (Air Conditioner). Salah satunya dengan memastikan bangunan memiliki ventilasi yang memadai.
"Saya harus pastikan dia (rumah) punya ventilasi udara yang alami. Dia harus memakai sedikit mungkin AC," ungkapnya.
Ia menjelaskan konsep bangunan tersebut akan mengurangi penggunaan AC. Selain ramah lingkungan, upaya ini juga membantu menghemat biaya listrik.
2. Bahan Bangunan Daur Ulang
"Saya selalu menyarankan penggunaan material yang sifatnya reused atau pernah digunakan sebelumnya. Reused material itu nilainya akan jauh lebih besar secara bangunan ramah lingkungan," imbuhnya.
Denny pernah menggunakan bahan bekas yang diproses ulang. Salah satunya styrofoam atau expanded polisteril styrofoam untuk membangun dinding rumah. Bahkan, bahan ini membantu menahan panas masuk rumah, sehingga rumah bisa lebih adem.
Selain itu, elemen kayu bisa menggunakan yang bekas dari bangunan yang tidak terpakai. Lalu, ia menyebut baja juga bahan yang bisa dipakai ulang, karena bisa dicopot-pasang.
"Ketika dia (baja) dibongkar, otomatis dia tetap bisa dipakai ulang. Artinya dia tidak jadi sampah. Karena sampah itu jadi salah satu elemen yang membuat perusakan itu semakin besar," katanya.
3. Pakai Bahan Minim Jejak Karbon
Selanjutnya, Denny menghindari material bangunan yang meninggalkan banyak jejak karbon. Ia mempertimbangkan jarak dan proses produksi bahan bangunan yang akan dipakai.
"Misalnya nggak perlu-perlu banget, saya nggak pakai marmer, karena saya tahu marmer itu jauh impornya dari Italia, karena (carbon) footprint ini besar. Saya pakai keramik yang biasa atau kalau perlu kita nggak pakai keramik, kita pakai semen saja," jelasnya.
Kemudian, ia menyarankan alternatif bagi yang ingin mengurangi penggunaan semen yang proses produksinya membutuhkan energi yang besar. Bangunan rumah bisa menggunakan kayu yang bersertifikat, yakni yang ditanam ulang. Berbeda halnya dengan kayu hasil penggundulan hutan yang tidak bertanggung jawab.
(dhw/dna)