Ada sejumlah sertifikat tanah yang berlaku di Indonesia sesuai dengan peruntukan dan status kepemilikannya, misalnya seperti hak guna bangunan (HGB) dan hak guna usaha (HGU).
Namun, masih banyak masyarakat yang keliru mengenai HGU dan HGB. Bahkan, sebagian orang menganggap kalau kedua jenis sertifikat tersebut adalah sama. Padahal, baik HGU dan HGB punya status kepemilikan tanah yang berbeda.
Ingin tahu apa perbedaan HGU dan HGB? Simak penjelasan lengkapnya dalam artikel ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengertian HGU
Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), Hak Guna Usaha (HGU) adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu tertentu. Adapun usahanya bisa untuk pertanian, peternakan, atau perikanan.
HGU diberikan atas tanah sedikitnya 5 hektare dengan ketentuan jika luasnya 25 hektare atau lebih, maka wajib memakai investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik sesuai dengan perkembangan zaman.
HGU dapat diberikan paling lama 25 tahun. Untuk perusahaan yang membutuhkan waktu lebih lama dapat diberikan hak guna-usaha paling lama 35 tahun. Nantinya HGU bisa diperpanjang lagi hingga 25 tahun.
Sebagai informasi, HGU hanya bisa dimiliki oleh WNI dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Jika pemilik HGU tidak memenuhi syarat, maka pemilik HGU wajib melepaskan atau mengalihkan hak kepada pihak yang telah memenuhi syarat dalam jangka waktu 1 tahun.
Dihapusnya HGU bisa terjadi karena sejumlah faktor lain, di antaranya:
- Jangka waktunya berakhir;
- Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;
- Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
- Dicabut untuk kepentingan umum;
- Diterlantarkan;
- Tanahnya musnah.
Pengertian HGB
Dalam buku Hukum Agraria oleh Liana Endah Susanti, HGB adalah hak untuk memiliki atau mendirikan bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri. Secara umum, hak ini paling lama berlaku selama 30 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun.
Hal itu mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah. HGB di atas tanah hak milik diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun dan bisa diperbarui dengan akta pemberian HGB di atas hak milik.
HGB berfungsi untuk mendirikan bangunan di atas tanah negara dan dilarang dialihfungsikan untuk tujuan lain, seperti dijadikan perkebunan atau pertanian. HGB juga dapat dialihkan kepada orang lain, tapi hanya berlaku bagi WNI serta badan hukum yang didirikan menurut hukum dan berada di Indonesia.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 Pasal 46, ada sejumlah hal yang membuat HGB dihapus, yakni:
- Jangka waktu berakhir;
- Dibatalkan haknya oleh menteri sebelum jangka waktu berakhir karena tidak terpenuhinya kewajiban dan/atau larangan, tidak terpenuhinya syarat atau kewajiban dalam perjanjian pemberian HGB, cacat administrasi, atau putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap;
- Diubah haknya menjadi hak atas tanah lain;
- Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;
- Dilepaskan untuk kepentingan umum;
- Dicabut berdasarkan undang-undang;
- Ditetapkan sebagai tanah terlantar;
- Ditetapkan sebagai tanah musnah;
- Berakhirnya perjanjian pemberian hak atau perjanjian pemanfaatan tanah untuk HGB di atas tanah hak milik atau hak pengelolaan; dan/atau
- Pemegang hak sudah tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak.
Itulah perbedaan antara HGU dengan HGB. Semoga membantu detikers!
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(ilf/abr)