Ada beberapa macam sertifikat tanah yang berlaku di Indonesia. Pada umumnya, jenis sertifikat tanah yang sering ditemui adalah sertifikat hak milik (SHM) dan hak guna bangunan (HGB).
Meski sama-sama dokumen pertanahan, tapi keduanya memiliki perbedaan. Penting untuk mengetahui fungsi SHM dan HGB agar tanah yang dibeli atau diinvestasikan bisa terbebas dari hal-hal merugikan, seperti terlibat kasus sengketa tanah.
Agar lebih paham, simak perbedaan antara SHM dan HGB dalam artikel ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengertian SHM
SHM adalah sertifikat atas kepemilikan penuh hak suatu lahan dan/atau tanah yang dimiliki oleh pemegang sertifikat tersebut. Sertifikat ini membuat pemilik tanah terbebas dari masalah legalitas dan sengketa karena pihak lain tak bisa ikut campur tangan atas kepemilikan tanah tersebut.
Sebagai informasi, SHM dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) lewat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Disebutkan dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 20, hak milik atas tanah adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Maka dari itu, SHM adalah bukti kepemilikan tertinggi atau terkuat atas suatu tanah yang berlaku untuk selamanya dan dapat diwariskan.
Pengertian HGB
Dalam buku Hukum Agraria oleh Liana Endah Susanti, HGB adalah hak untuk memiliki atau mendirikan bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri. Secara umum, hak ini paling lama berlaku selama 30 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun.
Hal itu mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah. HGB di atas tanah hak milik diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun dan bisa diperbarui dengan akta pemberian HGB di atas hak milik.
HGB berfungsi untuk mendirikan bangunan di atas tanah negara dan dilarang dialihfungsikan untuk tujuan lain, seperti dijadikan perkebunan atau pertanian. HGB juga dapat dialihkan kepada orang lain, tapi hanya berlaku bagi WNI serta badan hukum yang didirikan menurut hukum dan berada di Indonesia.
Perbedaan SHM dan HGB
Setelah mengetahui pengertiannya masing-masing, kini simak sejumlah perbedaan antara SHM dan HGB di bawah ini:
1. Jenis Hak
SHM memberikan hak penuh atas tanah dan bangunan di atasnya. Pemegang SHM memiliki hak untuk menguasai dan menggunakan tanah tersebut.
Sedangkan HGB hanya memberikan hak untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukan milik sendiri. Tanah di bawah bangunan tersebut tetap menjadi milik negara atau HPL (Hak Pengelolaan).
2. Status Kepemilikan Tanah
SHM memiliki status kepemilikan penuh atas tanah yang dimiliki. Sementara status kepemilikan HGB lebih terbatas karena memiliki bangunan di atas tanah negara, Hak Pengelolaan atau Tanah Hak Milik.
3. Jangka Waktu
Perbedaan paling jelas dapat dilihat dari jangka waktunya. SHM tidak memiliki batas waktu alias berlaku seumur hidup. Sementara HGB akan berlaku selama 30 tahun, dapat diperpanjang hingga 20 tahun, dan bisa diperbarui lagi hingga 30 tahun berikutnya.
4. Proses Peralihan
Karena berlaku seumur hidup dan milik sendiri, maka SHM dapat diwariskan kepada keluarga, dijual, maupun dialihkan kepada orang lain. Lain halnya dengan HGB karena tak bisa diwariskan langsung dan harus mengikuti prosedur yang berlaku sesuai aturan.
5. Penggunaan Tanah
Pada umumnya, HGB digunakan untuk keperluan pembangunan apartemen, gedung, atau proyek komersial lainnya di atas lahan tersebut. Sementara SHM memungkinkan pemiliknya untuk mengelola tanah sesuai keinginan.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(ilf/zlf)