Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) mengatakan akan berdiskusi dengan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi soal penghentian sementara pengeluaran izin pembangunan rumah di Jabar.
"Kita ajak KDM diskusikan," kata Ara dalam pesan singkat yang diterima detikcom pada Rabu (17/12/2025).
Mengenai ajakan tersebut, pria yang kerap disapa KDM ini mengatakan kebijakan tersebut bukan diambil secara sepihak. Saat ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah meminta bidang tata ruang untuk berkoordinasi dan melakukan pemetaan secara menyeluruh sebagai bagian dari mitigasi bencana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tetapi untuk seluruh rangkaian itu kan kita sudah meminta nih sekarang bidang tata ruang provinsi untuk berkoordinasi dan memetakan. Ini kan tujuannya mitigasi bencana," ujar KDM, seperti yang dilansir dari detikJabar, pada Kamis (18/12/2025).
Dedi juga menegaskan bahwa tujuan dan isi dari surat edaran tersebut sudah jelas, yakni penghentian sementara izin hanya berlaku untuk wilayah yang berpotensi menimbulkan bencana.
"Kan kalimatnya kan sudah jelas bahwa di situ yang memiliki potensi menimbulkan bencana baik banjir maupun longsor. Kan kepala daerah, kepala DPMPTSP di setiap kabupaten kan ada bidang tata ruangnya, dia sudah harus bisa menghitung," tegasnya.
Ia menilai persoalan perumahan di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perbedaan pola pengembang, antara perumahan kelas atas dan rumah sederhana.
"Problemnya menurut saya dua ya. Ini kan ada dua pola pengembang. Satu, pengembang kelas atas melahirkan rumah mewah. Yang kedua, pengembang yang melahirkan rumah sederhana atau sangat sederhana. Itu polanya beda," terang Dedi.
Menurutnya, pengembang perumahan mewah cenderung menguruk lahan dan membangun sistem pengendalian air sendiri. Di sisi lain, pengembang rumah sederhana sering kali meninggalkan masalah lingkungan setelah proyek selesai.
"Setelah selesai ditinggalkan. Apa yang terjadi? Besok banjir fasilitas umumnya tidak ada, fasilitas pendidikannya tidak ada, kepala daerah dengan anggaran yang sangat terbatas hari ini mengalami beban yang sangat berat," ucap Dedi.
Ia menegaskan, persoalan inilah yang ingin dibahas bersama pemerintah pusat agar kebijakan perumahan selaras dengan kelestarian lingkungan.
"Ini yang mari kita bicarakan agar penyediaan perumahan pemukiman selaras dengan tingkat keharmonian alam," jelasnya.
KDM juga menyatakan proses evaluasi tata ruang yang dilakukan oleh Pemprov Jabar sudah berjalan sembari ada pemberlakuan penghentian izin bangun perumahan. Penghentian tersebut dilakukan sebagai jeda karena proses perubahan regulasi membutuhkan waktu panjang sekitar satu tahun. Sementara ancaman bencana datang tanpa menunggu aturan selesai.
"Ini kan tata ruang dulu salah membuatnya. Karena salah membuatnya maka tata ruangnya dievaluasi. Hari ini pleno tata ruang. Tahun depan kabupaten dan kota akan mengubah tata ruang. Tetapi kalau menunggu perdanya dibuat, perlu waktu lama, setahun minimal. Tetapi banjir kan tidak melihat waktunya kapan," katanya.
"Maka saya melakukan langkah. Sudah setop dulu, kita mikir dulu deh jeda sebentar, kemudian kita rumuskan dan kita petakan gitu. Saya ingin dua-duanya tercapai. Masyarakat punya rumah, kemudian lingkungan memiliki harmoni," lanjutnya.
Artikel ini sudah tayang di detikJabar
(aqi/aqi)











































