Belakangan ini ramai pemberitaan soal rencana dihapusnya skor kredit atau Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK. Sebab, banyak Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) kesulitan untuk mengambil KPR karena terkendala skor kredit rendah.
Meski bertujuan baik untuk memudahkan MBR memiliki rumah sekaligus mengatasi backlog perumahan, tetapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan, terutama dari sisi perbankan.
CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan rencana dihapusnya SLIK OJK adalah hal yang keliru. Ali menilai SLIK OJK merupakan alat kontrol untuk perbankan agar menilai kelayakan kredit calon debitur.
"Menurut saya agak keliru bila SLIK OJK dihapuskan. SLIK OJK menjadi alat kontrol untuk perbankan, bila dihapuskan maka risiko tinggi ada di perbankan. Bisa jadi memberikan kredit kepada orang yang tidak memenuhi syarat," kata Ali saat dihubungi detikProperti, Kamis (27/11/2025).
Ali menyinggung kasus Subprime Mortgage yang terjadi di Amerika Serikat. Sebagai informasi, Subprime Mortgage merupakan jenis KPR yang diberikan kepada peminjam berisiko tinggi, termasuk bagi debitur yang memiliki riwayat kredit buruk, pendapatan tidak stabil, atau skor kredit rendah.
"Itu juga terjadi pada krisis Subprimer Mortgage di Amerika, meskipun tidak persis sama tapi risiko itu ada. Seakan-akan ini jangka pendek dan bagus, namun potensi risiko sangat besar," ungkap Ali.
Ali berujar SLIK OJK punya fungsi penting untuk memantau masyarakat yang melakukan pinjaman online (pinjol) atau paylater. Apabila SLIK OJK dihapus, salah satu risiko terbesarnya bisa memicu kredit macet di bank gara-gara pelunasan KPR yang terhambat.
"Karena SLIK OJK itu agar perbankan bisa tau kebiasaan masyarakat yang senang pinjol dan lain-lain. Bila itu diloloskan maka akan berdampak pada kredit macet di bank," ujarnya
Menurut Ali, dihapusnya SLIK OJK bukan menyelesaikan masalah perumahan di Indonesia, tapi bisa menjadi masalah baru yang lebih besar dan bisa berdampak ke berbagai sektor lainnya.
"Bila dihapuskan, tidak akan menyelesaikan masalah. Malah akan menjadikan masalah baru dan akan menimbulkan risiko," tuturnya.
Di sisi lain, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengatakan perlu mengkategorikan MBR yang akan mengajukan KPR. Ia mengkategorikan sesuai nilai skor SLIK OJK dari 1-5.
"Saya kira perlu mengkategorikan semuanya, jadi tidak bisa semuanya (MBR bisa ambil KPR) karena ada sebagian masih bisa dimungkinkan. Misalnya yang elektabilitas skor 1-3 itu masih bisa seharusnya," ungkap Tauhid saat dihubungi, Kamis (27/11/2025).
Dalam SLIK OJK terdapat skor 1-5. Untuk skor 1 artinya pembayaran lancar, skor 2 berarti ada tunggakan pembayaran pokok atau bunga selama 1-90 hari. Sedangkan skor 3 artinya kurang lancar karena ada tunggakan pembayaran selama 91-120 hari.
Meski begitu, Tauhid menilai perlu ada kesepakatan antara pihak bank dan debitur. Jika ada perjanjian yang disepakati dan komitmen untuk melunasi KPR, maka bisa saja SLIK OJK dihapus bagi mereka yang mendapati skor 1-3.
"Sepanjang ada perjanjian dan komitmen dari MBR yang skor kredit 1-3, bisa saja SLIK OJK-nya dihapuskan. Namun kalau skor kreditnya sudah 4-5 itu kan sudah parah, artinya ada risiko jika skor kreditnya bisa macet. Misalnya sudah bayar selama 1 tahun terus macet kan nantinya yang menanggung pemerintah," imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait mengatakan sudah bertemu dengan OJK sebanyak empat kali bersama asosiasi pengembang untuk membahas perkara SLIK. Ia juga menyampaikan hal itu kepada Menko Bidang Perekonomian dan Menteri Keuangan.
"Saya juga sudah minta supaya SLIK OJK itu dihapuskan. Kenapa saya mengatakan seperti itu? Karena memang kebetulan kami ya lumayan lah sering turun ke lapangan dan masalah itu betul kata Bapak, kami temukan langsung ke lapangan," ujar Ara.
Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi rencana dihapusnya SLIK OJK agar MBR bisa memiliki rumah. Menurutnya, SLIK OJK memang jadi faktor utama masyarakat sulit mendapatkan rumah, tapi masih ada beberapa faktor lain yang harus dipelajari lebih lanjut.
"Sepertinya bukan itu saja, bukan SLIK OJK saja yang membuat mereka nggak bisa dapat kredit. Kalau dihapus pun mereka sebagian besar masih nggak mampu," kata Purbaya kepada wartawan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Rabu (26/11/2025).
Purbaya bersama Kementerian Keuangan akan mempelajari dan menginvestigasi lebih lanjut soal rencana penghapusan SLIK OJK. Langkah ini diambil untuk menemukan apakah ada hambatan lain yang dialami MBR dalam membeli rumah subsidi.
"Jadi akan kita pelajari lebih lanjut apakah itu demand-nya lemah atau memang ada hambatan yang lain," ungkapnya.
(ilf/das)