×
Ad

Dulu Jadi Kota Kumuh dan Memalukan di Italia, Kini Masuk Situs Warisan Dunia

Almadinah Putri Brilian - detikProperti
Rabu, 26 Nov 2025 15:46 WIB
Foto: Sassi Di Matera/Italia.it
Jakarta -

Sebuah kota di Italia pernah menyandang status sebagai kota paling memalukan di sana. Namun, stigma itu mulai berubah bahkan kota itu masuk ke dalam situs warisan dunia UNESCO.

Adalah Sassi di Matera, sebuah wilayah kompleks rumah, gereja, biara, dan pertapaan yang dibangun di dalam gua. Lokasinya ada di selatan Italia, wilayah Basilicata.

Pada 2017, laporan dari The Guardian menyebutkan akhir 1940-an, sekitar 15.000 orang yang sebagian merupakan petani, masih tinggal di gua-gua batu kapur yang sudah ada dari era prasejarah Matera. Tempat tinggal itu lembap tanpa cahaya alami dan ventilasi, tidak ada air maupun listrik.

Di sana juga tidak ada ruang untuk tidur sehingga penghuninya tidur berdempetan. Mereka bahkan tinggal bersama hewan kesayangan karena takut dicuri.

Penyakit, terutama malaria, kolera, dan tifus pun merajalela. Angka kematian anak tinggi dan mereka yang selamat, hidup dalam kondisi buta huruf.

Tingkat kekumuhan di Sassi baru menjadi perhatian internasional saat penulis Carlo Levi diasingkan oleh rezim fasis Benito Mussolini ke sebuah kota dekat Matera pada 1935. Dalam bukunya yang berjudul Christ Stopped at Eboli yang diterbitkan pada 1945, Levi menggambarkan kengerian saat diasingkan: perabotan seadanya, anak-anak kalau tidak telanjang ya menggunakan pakaian compang-camping, hingga banyak tubuh yang rusak karena penyakit.

Penyebab Kekumuhan di Sassi

Dilansir dari laporan BBC 2023, menurut sejarawan dan pemandu Francesco Foschino, sasso berarti batu dalam bahasa Italia. Tapi di Matera, sasso berarti distrik dengan bangunan dan gua. Kata 'gua' yang digunakan di Matera ini merujuk pada gua buatan, bukan gua alami.

Foschino menekankan bahwa gua tidak pernah dimaksudkan untuk dihuni manusia, gua-gua tersebut digali dari balik bangunan batu untuk menyimpan makanan dan menghasilkan minyak zaitun, anggur, dan keju.

Kekumuhan yang terjadi di Sassi itu bukan tanpa alasan. Kemunduran Matera dimulai ketika ibu kota Basilicata pindah dari Matera ke Potenza pada 1806.

Kemudian, akibat Revolusi Industri, gua-gua di belakang rumah penduduk, yang dulunya merupakan sumber kekayaan, menjadi tidak berguna. Dengan penyatuan Italia pada tahun 1861, lahan pertanian yang sebelumnya dimiliki oleh Gereja Katolik disita, memaksa para petani penyewa lahan untuk pindah ke distrik Sassi di Matera.

Karena gua-gua tidak lagi dibutuhkan untuk penyimpanan atau produksi makanan, dan para petani membutuhkan tempat tinggal, penghuni Matera menyewakan gua-gua mereka kepada keluarga-keluarga yang baru kehilangan tempat tinggal ini. Lama-kelamaan, kota itu menjadi overpopulasi.

"Untuk menciptakan lebih banyak ruang di dalam gua agar dapat menampung lebih banyak penyewa, mereka menggali lebih dalam ke dalam batu, membobol tangki penyaring," kata seorang insinyur sipil, perencana kota, dan direktur Dewan Pariwisata Basilicata, Antonio Nicoletti, dikutip dari BBC.

Hal ini tak terelakkan, berdampak pada kemurnian air hujan yang menurun. Kebersihan menurun, yang menyebabkan penyakit dan kematian.

"Ada tingkat kematian bayi yang tinggi, tetapi ini terjadi di seluruh Italia selatan. Ayah saya, yang tinggal di Sassi hingga usia 20 tahun, kehilangan tiga saudara laki-laki yang meninggal saat mereka berusia di bawah tiga tahun," tuturnya.

Kebangkitan Kembali Matera

Kunjungan Perdana Menteri Italia Alcide de Gasperi pada 1950, yang melabeli Matera sebagai 'a national disgrace' mendorong pemerintah untuk mengambil langkah drastis yang memicu perubahan terhadap kota dan kehidupan masyarakat.

Dengan dana yang mengalir deras dari rencana Marshall pascaperang, Gasperi menyusun rencana untuk mengevakuasi seluruh penduduk dan memindahkan mereka ke rumah-rumah baru di wilayah pinggiran Sassi. Namun, banyak penduduk yang kesulitan beradaptasi dengan rumah baru mereka.

"Beberapa orang baik-baik saja dengan hal itu, tetapi sebagian besar tidak. Saat itulah hubungan dengan Sassi terputus. Mereka tidak tahu di mana harus menempatkan keledai mereka, dan setelah sekian lama tinggal berdekatan dengan keluarga lain, rasa solidaritas mereka pun hilang," kata Nicola Taddonio, tour guide lokal, dikutip dari The Guardian.

Awalnya, hunian di Sassi itu terbengkalai selama bertahun-tahun hingga sebuah kompetisi diadakan untuk menentukan apa yang harus dilakukan pada daerah itu. Banyak mantan penghuninya yang ingin permukiman itu dimusnahkan.

Tapi generasi muda yang kagum karena permukiman itu bertengger di tepi jurang yang curam justru melihat sebuah peluang. Gagasan yang menang adalah menghidupkan kembali gua-gua itu, dan pada tahun 1986 sebuah undang-undang disahkan untuk memindahkan penduduk kembali ke sana.

Namun, karena sudah terbiasa dengan rumah baru mereka, sebagian besar mantan penghuni menolak untuk pergi.

"Layanan di sana sangat kurang, seperti toko kelontong dan apotek, jadi tinggal di sana sangat tidak nyaman," kata Taddonio.

Pemerintah mendorong kebangkitan Sassi dengan mensubsidi pekerjaan restorasi. Para pengrajin pindah, mendirikan bengkel, sementara bar, restoran, dan hotel butik mulai bermunculan.

Masuk Situs Warisan Dunia UNESCO

Pada 1993, UNESCO memasukkan Sassi di Matera menjadi situs warisan dunia dan menyebutnya sebagai "contoh paling menonjol dan utuh dari pemukiman troglodyte di wilayah Mediterania, yang beradaptasi sempurna dengan medan dan ekosistemnya".

Dilansir dari situs UNESCO, Sassi di Matera memiliki luas wilayah 1.016 hektare. Wilayah itu sudah dihuni sejak zaman paleolitikum dan menunjukkan bukti hunian manusia yang berkelanjutan selama beberapa milenium hingga saat ini, serta terintegrasi secara harmonis dengan medan dan ekosistem alami.

Rumah-rumah paling awal di permukiman ini berupa gua-gua sederhana yang dikelilingi oleh dinding blok galian di dua grabiglioni, yaitu Sasso Caveoso dan Sasso Barisano.

Matera semakin lama semakin berkembang dan banyak hotel-hotel bermunculan. Pariwisata Matera berkembang pesat setelah 2014 yaitu ketika kota tersebut memenangkan tawarannya untuk menjadi ibu kota budaya Eropa pada tahun 2019.

Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.

Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini




(abr/das)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork