Okupansi hotel di Jakarta selama tiga kuartal ini masih lebih rendah dibandingkan 2024 sejak pemerintah menerapkan efisiensi anggaran. Permintaan sektor perhotelan pun ditopang oleh perusahaan dan wisatawan.
Head of Research Colliers Indonesia Ferry Salanto mengatakan okupansi hotel rendah di kawasan bisnis seperti Jakarta karena pasar utamanya dari pasar pemerintahan. Perhotelan sangat terpengaruh oleh efisiensi anggaran pemerintah. Selain itu, isu geopolitik saat ini juga mempengaruhi bisnis perhotelan, terutama di kawasan bisnis dan pemerintahan.
"Kinerja secara okupansi memang tidak sebaik tahun 2024. Jadi semuanya ini memang karena pasar dari pemerintah ini relatif rendah, terutama di awal tahun sejak ada instruksi efisiensi (anggaran), itu memang efeknya masih terasa sampai sekarang," ucap Ferry dalam Colliers Virtual Media Briefing Q3 2025, Rabu (1/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski okupansi rendah akibat pasar pemerintah berkurang, masih ada pasar perusahaan swasta dan wisatawan yang menopang sektor perhotelan di Jakarta. Menariknya, tingkat harga sewa atau average daily rate (ADR) hotel sepanjang tahun ini relatif lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
"Jakarta juga banyak ditopang oleh corporate, private corporation atau perusahaan-perusahaan yang non-government, dan juga dari FIT atau Free Independence Traveler sehingga hotel itu bisa menentukan tarif sewa yang lebih tinggi dibandingkan sebelumnya karena memang market-nya non-government," ucapnya.
Dari segi pasokan, fokus pengembang masih di sekitar business district (CBD). Beberapa hotel pun sudah mulai melakukan rebranding sebagai salah satu strategi untuk memperluas pasar dan menambah portofolio.
Pasokan hotel masih aman dan tidak terlalu signifikan pertumbuhannya berdasarkan jumlah ruang yang tersedia. Penambahan pasokan terlihat untuk 2028 dari Hotel Bintang 4.
Bergeser ke hotel di Bali, terjadi tren yang sama yakni okupansi sepanjang 2025 masih lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, tingkat rata-rata harga bulanannya (ADR) tahun ini sedikit di atas 2024.
Ferry menyoroti tingkat wisatawan asing meningkat secara year-on year. Dari Januari hingga Juli 2025, kunjungan wisatawan asing mencapai 62 persen dari target pemerintah. Wisatawan asing didominasi oleh warga Australia sebanyak 23 persen.
Di sisi lain, pasar domestik mengalami penurunan untuk sektor perhotelan di Bali. Menurutnya, hal ini bukan karena masalah daya beli, melainkan adanya destinasi wisata selain Bali. Wisatawan domestik di Bali baru mencapai 56 persen dari target yang ditetapkan oleh pemerintah.
"Dengan tingkat hunian yang memang turun karena domestiknya juga turun, tapi jumlah wisatawan asingnya naik sehingga hotel itu bisa menjual kamar hotel itu lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya," jelasnya.
Pasalnya, wisatawan asing secara umum dapat membayar dengan mata uang asing. Dengan begitu, hotel lebih berani mematok harga lebih tinggi dibandingkan untuk wisatawan domestik.
Di samping itu, Ferry menyebut konsentrasi pasokan hotel akan banyak terjadi di Ubud. Kawasan ini menawarkan pengalaman yang berbeda, yakni lanskap persawahan, berbeda dari daerah Bali lainnya yang identik dengan pantai.
"Secara umum pasok di Bali itu ke depannya akan didominasi oleh Bintang 5," tuturnya.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(dhw/das)