Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Daerah Khusus Jakarta (PHRI DK Jakarta) khawatir akan kondisi industri hotel dan restoran di Jakarta. Sebab, pada triwulan pertama 2025 tercatat adanya tren penurunan yang membuat para pebisnis ketar-ketir.
Survei terbaru yang dilakukan Badan Pimpinan Daerah (BPD) PHRI DK Jakarta pada April 2025 terhadap anggotanya, tercatat 96,7% hotel melaporkan terjadinya penurunan tingkat hunian. Hal itu berdampak pada banyak pelaku usaha yang terpaksa melakukan pengurangan karyawan sekaligus menerapkan berbagai strategi efisiensi.
Ada beberapa faktor utama yang memicu kondisi industri perhotelan semakin memburuk. Dari hasil survei oleh BPD PHRI DK Jakarta, sebanyak 66,7% responden menyebutkan penurunan tertinggi berasal dari segmen pasar pemerintahan. Hal ini dampak dari kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan sejumlah lembaga pemerintah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini karena adanya pengetatan anggaran, sebagaimana kita tahu hotel-hotel itu memang salah satu sumber penting mulai dari hunian kamar, (ruang) meeting, juga restoran itu berasal dari pemerintah," kata Ketua BPD PHRI DK Jakarta, Sutrisno Iwantono dalam konferensi pers online, Senin (26/5/2025).
Dari survei tersebut, sebanyak 70% pemilik hotel menyatakan akan melakukan pengurangan jumlah karyawan. Responden memprediksi akan melakukan PHK karyawan sebanyak 10-30%. Selain itu, 90% responden melakukan pengurangan daily worker dan 37,7% responden akan melakukan pengurangan staf.
Situasi yang tak menentu membuat para pebisnis hotel mulai gigit jari. Apabila terjadi penurunan okupansi hotel secara drastis, hal ini juga bisa berefek pada sektor-sektor lainnya. Maka dari itu, Iwantono berharap pemerintah lebih selektif dalam melakukan penghematan anggaran agar tak semua sektor ikut berdampak.
"Jika ingin dilakukan penghematan tolong selektif ya, dalam artian sekiranya hal-hal yang tidak perlu dikurangi seperti yang menyangkut kehidupan orang banyak, karena ini dapat berdampak luas dan tentu dampaknya ke masyarakat," jelasnya.
"Dari adanya penghematan itu kan uangnya pasti nggak dikantongin kan, pasti akan dibelanjakan juga tapi hanya satu sektor ke sektor lain. Waktu pembelanjaan ini saya berharap industri hotel dan restoran termasuk yang diperhitungkan, misalnya untuk kasih subsidi atau kalau ada orang yang mau berwisata ke suatu daerah bisa didukung," ungkap Iwantono.
Selain karena efisiensi pemerintah, industri hotel makin krisis karena biaya operasional terus meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Sayangnya, hal itu tak sebanding dengan okupansi hotel yang justru semakin lesu.
"Misalnya kita lihat tarif PDAM mengalami kenaikan hingga 71% dan harga gas melonjak 20%. Kenaikan harga ini tentu sangat menyulitkan bagi kita," paparnya.
Iwantono berharap pemerintah segera mengambil langkah-langkah strategis ke depannya untuk membangkitkan perekonomian, khususnya di sektor industri hotel. Salah satu usulan dari BPD PHRI DK Jakarta adalah dengan pelonggaran kebijakan anggaran pemerintah untuk perjalanan dinas dan kegiatan rapat.
Selain itu, ia mengusulkan agar dilakukan penyederhanaan proses perizinan dan sertifikasi, termasuk mengintegrasikan sistem antar instansi agar lebih efisien dan transparan. Pihak PHRI DK Jakarta juga berharap agar melakukan peninjauan kembali tentang kebijakan tarif air, harga gas, dan UMP sektoral.
Apabila pemerintah telat menangani masalah ini, maka industri perhotelan berpotensi mengalami krisis berkepanjangan yang dampaknya bisa meluas ke sektor lain. Dukungan dari pemerintah diharapkan bisa mendongkrak lagi bisnis hotel sekaligus membangkitkan perekonomian di masyarakat.
(ilf/das)