Akhir-akhir ini Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di beberapa daerah mengalami kenaikan cukup tinggi yang memicu penolakan dari masyarakat. Beberapa pemerintah daerah (Pemda) mengatakan kenaikan tersebut imbas adanya penyesuaian Zona Nilai Tanah (ZNT) dari Badan Pertanahan Negara (BPN).
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menegaskan ramainya kebijakan kenaikan PBB di beberapa daerah bukan karena ZNT, melainkan keputusan murni dari pengambil Kebajikan masing-masing daerah.
"Kami (Kementerian ATR/BPN) sebagai otoritas pertanahan harus memberikan informasi secara transparan dan apa adanya bahwa Nilai Zona Tanah itu segitu. Jadi kemudian jangan disalahkan informasinya, yang disalahkan pengambil keputusannya, kenapa dia ngambil PBB (segitu)," kata Nusron dalam Rapat Kerja bersama Komisi II DPR RI di Senayan, Jakarta, pada Senin (8/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
ZNT, kata Nusron, hanya sebatas sebuah informasi yang bisa menjadi referensi nilai sebuah tanah di daerah tersebut. Namun, informasi ZNT tidak bisa dijadikan sebagai acuan mutlak terhadap penetapan tarif PBB.
"ZNT ini kan informasi. Informasi tentang zona nilai tanah (ZNT) dan ZNT ini tidak bisa secara serta merta dijadikan secara mutlak sebagai acuan penetapan tarif PBB, Pajak Bumi dan Bangunan. Karena dalam PP Pajak Daerah pun sudah ada ketentuan kalau itu kewenangan pak Bupati dan itu tidak harus 100 persen dari nilai ZNT Bupati menentukan itu. Bahkan 20 persen pun boleh," tegasnya.
Nilai ZNT telah ditetapkan berdasarkan hasil kajian objektif appraisal. Dengan adanya ZNT, masyarakat bisa terhindar dari modus-modus penipuan jual beli tanah dan bangunan karena sudah tertera batas maksimum nilai tanah tersebut.
"Jadi mohon dicermati. Tugas kami untuk melakukan pelindungan kepada pemilik tanah, misal ada jual beli di situ, nilainya segitu. Kalau dibeli lebih murah, jangan mau. Sekaligus kasih informasi bagi calon pembeli kalau (harganya) 3 kali lipat dari situ (ZNT), jangan mau, itu kena tipu. Jadi kemudian soal PBB ini perkara lain. PBB itu urusan mutlak pak Bupati (kepala daerah). (Nilai ZNT yang dijadikan acuan) boleh dari 20 persen itu, boleh. Membebaskan PBB bagi kalangan difabel, miskin ekstrem rentan, boleh. Itu kewenangan Bupati, bukan karena ZNT," jelasnya.
Dalam paparannya bersama Komisi II DPR RI, Nusron juga menyebutkan salah satu fungsi ZNT bisa digunakan sebagai referensi dalam penentuan perpajakan daerah asalkan telah dilakukan MoU dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Pemda serta mengikuti surat edaran yang dikeluarkan Menteri ATR/BPN tahun 2020 Nomor PT.03.01/299/II/2020 yang dikeluarkan 25 Februari 2025 perihal pemanfaatan Peta Zona Nilai Tanah oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
Nusron menyampaikan nilai ZNT tersebut memang lebih tinggi dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) karena disesuaikan dengan nilai tanah yang berlaku pada saat ini. Namun, ketika ZNT dijadikan sebagai referensi perpajakan perlu disesuaikan juga dengan kebijakan daerah.
"Nilai yang disajikan pada peta Zona Nilai Tanah adalah nilai yang berlaku saat ini sehingga nilainya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan NJOP sehingga jika digunakan sebagai referensi perpajakan daerah maka perlu disesuaikan dengan kebijakan daerah," ujarnya.
Ada pun daerah-daerah yang menaikkan PBB-P2, melihat catatan detikcom, salah satunya adalah Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel) yang melonjak sebanyak 65 persen.
"Memang itu Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) ada kenaikan tapi dari zona nilai tanah. Total kenaikannya sekitar 65 persen akibat dari pada penyesuaian zona nilai tanah dari BPN," ujar Kepala Bapenda Bone Muh Angkasa kepada detikSulsel, Selasa (12/8/2025).
Angkasa mengatakan ZNT di Bone belum pernah diperbaharui selama 14 tahun terakhir. Hal ini membuat ada wilayah tertentu yang Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)-nya hanya Rp 7.000 per meter.
"Penyesuaian yang terjadi saat ini bukan kenaikan tarif pajak, melainkan penyesuaian ZNT berdasarkan data BPN. Ini murni penyesuaian nilai tanah sesuai acuan BPN, bukan tarif yang kita naikkan," katanya.
"Ada 25 persen wajib pajak tidak mengalami perubahan PBB, tergantung zona masing-masing. BPK sudah memberikan catatan kepada Kabupaten Bone untuk dilakukan pemutakhiran data bumi. Setelah penyesuaian, nilai tanah menjadi lebih wajar sesuai harga pasar," sambung Angkasa.
Hal yang sama juga terjadi di daerah Semarang. Kepala BKUD Kabupaten Semarang, Rudibdo kenaikan PBB yang signifikan di beberapa titik karena ada penilaian terbatas di bidang tanah yang mengalami perubahan nilai, khususnya yang berada di ruas jalan strategis.
"Khususnya di ruas jalan nasional, jalan provinsi dan jalan kabupaten, juga dalam rangka menyesuaikan nilai Zona Nilai Tanah (ZNT) yang dikeluarkan oleh BPN," kata Rudibdo saat dihubungi detikJateng, Selasa (12/8/2025).
(aqi/das)