Rumah Raden Saleh di Cikini merupakan karya peninggalan seorang maestro seni lukis yang karyanya telah diakui dunia. Rumahnya masih berdiri hingga saat ini, meski desain bangunannya sudah banyak berubah.
Desain Rumah Raden Saleh yang asli memiliki tampilan fasad khas bangunan Eropa. Menurut Arsitek Konservasi Rumah Raden Saleh, Arya Abieta, pria kelahiran 1807 tersebut terinspirasi dari sebuah vila di Jerman bernama Istana Callenberg. Selain itu, Raden Saleh memang pernah tinggal di Eropa selama 20 tahun untuk belajar melukis.
![]() |
Bangunan tersebut saat ini telah berusia lebih dari 1,5 abad. Pembangunannya dimulai pada 1852 tanpa arsitek. Semuanya rancangan rumah tersebut disiapkan sendiri olehnya. Untuk pembangunannya ia memperkerjakan banyak tukang dari Jawa dan China.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tanah tersebut milik Mr. Constantine, mantan suami dari istrinya pada saat itu. Sembari menunggu pembangunan rumah selesai, Raden Saleh dan istrinya tinggal di daerah Gunung Sahari, Jakarta Utara.
"Tapi dia (Raden Saleh) bilang, kita harus punya rumah sendiri, tidak di Gunung Sahari. Setelah 5 tahun di sana dia bangun rumah di Cikini," jelas Arya saat ditemui di Rumah Raden Saleh, Jakarta pada Rabu (20/8/2025).
Arya menyebutnya gaya arsitektur rumah tersebut sebagai paradoks. Maksudnya, desain rumah tersebut bertentangan dengan desain bangunan khas Eropa yang banyak dibangun pada abad ke-19. Rumah tersebut dapat menunjukkan arsitektur Eropa yang sangat kental, tetapi ketika masuk ke dalam, pada area samping justru tampilannya seperti arsitektur rumah di Jawa.
Unsur Jawa yang terasa pada rumah tersebut adalah pemakaian kanopi sirep, teras, jendela krepyak, hingga pagar pembatas dari kayu atau disebut dengan baluster yang berwarna coklat. Warna yang dipakai berbeda dengan kayu baluster bagian depan yang dicat putih khas Eropa.
"Jadi buat saya itu paradoks banget. Raden Saleh ternyata lebih cerdas daripada yang orang bayangkan," ujar Arya saat ditemui di Rumah Raden Saleh, Jakarta pada Rabu (20/8/2025).
Raden Saleh dikenal hobi mengoleksi binatang. Arya mengungkapkan Mr. Constantine memiliki 2 bidang tanah yang dipisahkan oleh tanah milik orang lain. Kedua tanah tersebut masih di area yang sama. Satu lahan sebagai tempat tinggal dan lahan lainnya sebagai kandang hewan peliharaannya ini.
"Di sisi utara dijadikan kebun binatang sama dia karena dia sebenarnya koleksi binatang. Jadi kebun binatang ini jadi rumah tinggal dia. Kalau kebun binatang itu akhirnya diserahkan kepada pemerintah oleh Raden Saleh karena rumah ini dibeli," ungkap Arya.
Koleksi hewan yang diserahkan kepada pemerintah tersebut saat ini dikenal sebagai Kebun Binatang Ragunan di Jakarta Selatan. Selain dirawat, hewan-hewan tersebut dijaga di kawasan yang lebih luas. Masyarakat juga bisa mengunjungi tempat tersebut karena sudah menjadi tempat wisata.
Setelah lima tahun tinggal di sana, Raden Saleh pindah dan rumah tersebut dijual.
Masa Sayid Abdulah Bin Alwi Alatas (1876-1897)
![]() |
Rumah tersebut berpindah kepemilikan pada 1876. Pembelinya adalah saudagar asal Arab bernama Sayid Abdulah Bin Alwi Alatas. Pada masa ini, rumah Raden Saleh mengalami banyak perubahan.
Perubahan paling jelas adalah pada bagian atap. Arya menjelaskan bentuk atap rumah tersebut mengikuti gaya Eropa yang kurang cocok untuk di Indonesia yang merupakan negara tropis. Ketika hujan turun, air bisa langsung masuk ke dalam rumah.
"Jadi atap tropis itu berbeda dengan atap 4 musim. Makanya pada zaman Alatas (pemilik rumah selanjutnya) itu ditambahin banyak kanopi-kanopi," ungkap Arya.
Selain itu, Febe menyebutkan ornamen finial yang dipasang pada gevel diganti menjadi bentuk piala dari yang sebelumnya berbentuk burung. Kemudian, kolom-kolom bata yang menjulang di lantai dua juga beberapa ujungnya dibongkar sehingga lebih pendek dari bentuk aslinya.
Warna bangunannya pun sepertinya mengalami perubahan karena pada arsip foto di tahun pembangunan selesai, rumah tersebut terlihat putih. Sulit untuk menebak warna aslinya karena foto zaman dahulu masih hitam putih. Kemudian, pada masa Alatas fasad rumah tersebut terlihat lebih gelap bukan lagi putih. Pada masa Alatas juga foto masih hitam putih. Alatas disebut pernah membuat pameran besar di rumah tersebut pada 1893.
Rumah tersebut tidak selamanya milik Alatas. Setelah 30 tahun menempatinya, ia kemudian menjual rumah tersebut.
Masa Koningen Emma Zienkenhuis (1897-1957)
![]() |
Rumah tersebut kemudian dibeli oleh Dominee Cornelis de Graaf untuk dipakai sebagai Koningen Emma Zienkenhuis, yakni Yayasan Belanda yang bergerak di bidang kesehatan dan dinyatakan sebagai rumah sakit swasta pertama di Indonesia. Biaya pembelian rumah tersebut berasal dari Ratu Emma sehingga nama rumah sakit tersebut memakai nama Emma.
Rumah ini juga pernah digunakan sebagai pusat kesehatan bagi tentara Jepang pada masa penjajahan dan cikal bakal munculnya Rumah Sakit (RS) PGI Cikini.
"Waktu jaman Jepang dia sebagai tempat untuk recovery tentara-tentara dari perang itu. Memang Yayasan Belanda menyesuaikan pada masanya. Kemudian tahun 1957 diambil alih oleh PGi Cikini," jelas Febe.
Perubahan yang terjadi pada Rumah Raden Saleh pada masa ini adalah lokasi surau atau tempat salat yang berada di belakang rumah. Surau tersebut setelah dibeli oleh Koningen Emma Zienkenhuis rencananya ingin dihancurkan. Namun, rencana tersebut batal dan surau tersebut dipindahkan ke area lain yang masih berada di sekitar Rumah Raden Saleh. Saat ini surau tersebut telah menjadi Masjid Al Makmur Raden Saleh.
Masa Yayasan Kesehatan PGI Cikini (1957-sekarang)
![]() |
Yayasan Kesehatan PGI Cikini menjadi pemilik dan pengelola Rumah Raden Saleh saat ini. Yayasan tersebut juga mengelola Rumah Sakit PGI Cikini yang sudah berubah nama menjadi Primaya Hospital Cikini pada 2022. Rumah Sakit ini berdiri di atas lahan seluas kurang lebih 5,5 hektare.
Di area tersebut juga terdapat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PGI Cikini (STIKes Cikini). Bangunan sekolah dan asrama berada di belakang Rumah Raden Saleh. Di belakang Rumah Raden Saleh juga terdapat sebuah kapel yang sudah berdiri sejak 1906. Selain menjadi tempat ibadah, Kapel tersebut juga digunakan sebagai tempat melangsungkan pernikahan.
Rumah Raden Saleh pernah digunakan sebagai kantor yayasan dan tempat penyimpanan logistic bagi perawat, dokter, dan pasien saat Covid-19. Namun, sejak 2023 rumah tersebut sudah dikosongkan karena kondisi strukturnya yang sudah rusak dan akan segera dipugar.
Arya mengungkapkan timnya akan mengembalikan Rumah Raden Saleh ke desain asli pada 1862. Persiapannya sudah dilakukan sejak 2016 lalu dan saat ini tengah menentukan kontraktor yang cocok. Rencananya pemugaran akan digelar tahun depan didukung oleh Yayasan Kesehatan PGI Cikini dan Pemprov DKI Jakarta.
(aqi/zlf)