Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Pati, Jawa Tengah yang menyentuh 250 persen resmi dibatalkan. Bupati Pati Sudewo mengungkapkan pembatalan kenaikan PBB ini dikarenakan ramainya penolakan dari warga Pati.
"Kami menyampaikan bahwa mencermati perkembangan situasi dari kondisi dan mengakomodir aspirasi yang berkembang, saya memutuskan kebijakan kenaikan PBB PP sebesar 250 persen saya batalkan," jelas Bupati Pati Sudewo saat konferensi pers di Pendopo Kabupaten Pati, dilansir detikJateng, Jumat (8/8/2025).
Banyaknya penolakan dan bentuk protes dari warga membuat Sudewo mengembalikan kebijakan lama agar kondisi Pati kembali kondusif dan aman. Ia menyatakan pembayaran pajak akan kembali berkiblat pada aturan lama yang berlaku pada 2024.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sampaikan berarti pembayaran pajak PBB-PP akan kembali seperti semula yaitu seperti pada tahun 2024," ujarnya.
Bagi warga Pati yang sudah terlanjur membayar PBB dengan jumlah yang sudah dinaikkan, sisanya akan dikembalikan.
"Bagi yang sudah terlanjur membayar maka uang sisanya akan dikembalikan oleh pemerintah yang akan diatur teknisnya oleh BPKAD dan oleh kepala desa," jelasnya.
Meski kenaikan PBB dibatalkan, Sudewo tetap optimis dapat konsisten membangun Kabupaten Pati secara maksimal.
"Jadi ini murni dalam rangka menciptakan kondisi dan juga tidak ada perubahan sikap dari saya tetap tulus ikhlas untuk masyarakat Kabupaten Pati," tutur dia.
Sebelumnya, kebijakan menaikkan PBB hingga 250 persen telah menarik perhatian publik, bahkan kabar ini sampai ke telinga Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang mengatakan akan mempelajari dasar kenaikan pajak tersebut.
Alasan Pemkab Pati menaikkan besar pajak PBB hingga 250 persen adalah untuk mendukung percepatan pembangun infrastruktur di Pati.
"Berusaha maksimal rumah sakit ini menjadi baik sebaiknya untuk rakyat Kabupaten Pati. Saya berusaha maksimal infrastruktur jalan yang sebelumnya kondisinya rusak berat saya perbaiki bagus," kata Sudewo kepada detikJateng saat ditemui di sela-sela kegiatan di Pati, seperti yang dikutip detikProperti, Kamis (7/8/2025).
Sedewo mengatakan pendapatan daerah dari sektor pajak hanya sekitar Rp 36 miliar. Sementara, anggaran untuk pegawai honorer dan PPPK setiap tahun mencapai Rp 200 miliar sehingga kas Pati mengalami ketimpangan.
"Jadi yang kami dapatkan Rp 36 miliar, kami keluarkan untuk honorer dan PPPK itu Rp 200 miliar. Jadi sama sekali tidak berimbang," terang Sudewo.
Ditambah proses rekrutmen pegawai honorer di RSUD Pati diduga ada indikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme atau KKN. Sedangkan, gaji yang dibayarkan cukup besar dan memakai uang masyarakat.
"Apalagi indikasi memasukkan pegawai honorer indikasi kuat pakai sogokan. Jadi yang terima sogokan oknum pemerintah, kemudian gaji Rp 200 miliar pakai uang rakyat," jelasnya.
Selain itu, PBB Pati disebut sudah 14 tahun tidak mengalami perubahan. Dengan adanya peningkatan besar pajak diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah yang saat ini masih relatif rendah dibandingkan dengan daerah lain di Jawa Tengah.
Sudewo mengatakan sudah banyak warga Pati yang membayar PBB dengan nominal yang sudah dinaikkan. Warga Pati yang sudah membayar disebut tidak ada yang protes.
"Bayar pajak sudah berjalan. Sudah hampir 50 persen berjalan, tidak ada masalah. Tidak ada yang mempersoalkan pembayaran pajak ini," ujarnya.
Artikel ini sudah tayang di detikJateng
(aqi/aqi)