Dokumen berupa girik, petuk, hingga letter C tidak akan berlaku lagi sebagai bukti hak alas tanah pada 2026 mendatang. Dokumen tersebut nantinya hanya berlaku sebagai penunjuk lokasi tanah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah pasal 96 disebutkan bahwa alat bukti tertulis tanah bekas milik adat seperti girik, petuk, hingga letter C yang dimiliki oleh perorangan wajib didaftarkan dalam jangka waktu paling lama 5 tahun sejak diberlakukan peraturan tersebut. Peraturan tersebut berlaku pada tanggal diundangkan yaitu 2 Februari 2021 yang artinya, ketentuan itu akan berlaku pada 2 Februari 2026 mendatang.
Kepala Biro Humas dan Protokol Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Harison Mocodompis mengatakan, untuk alas hak tanah nantinya bisa berasal dari jual-beli, waris, maupun hibah. Sebab, girik hingga letter C hanyalah berupa surat-surat pajak saja dan apabila tidak diubah menjadi sertifikat, rawan dijual ke orang yang berbeda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah makanya ke depan per 2026 itu sesuai dengan ketentuan PP 18 2021, dokumen-dokumen tua seperti verponding, girik, letter C, petok itu tidak bisa lagi menjadi alas hak. Tetapi dia hanya akan menjadi dokumen penunjuk," ujarnya ketika dihubungi detikcom, Senin (23/6/2025).
Aktivitas jual-beli tanah dengan dokumen girik maupun letter C sebenarnya masih bisa-bisa saja, namun harus dipastikan dulu dari mana girik itu berasal, misalnya apakah dari hasil tanah warisan, hibah, atau jual-beli. Sebab, kata Harison, dokumen girik ini sudah tidak dikeluarkan oleh kelurahan sejak sekitar tahun 1960-1970-an.
"Makanya riwayat tanahnya akan sangat menentukan, ini girik ini warisan dari orang tua saya, atau ini hibah, atau ini saya dikasih lewat jual-beli, ya saya beli ini ada kwitansinya. Nah kalau ada kwitansinya harus dibuat AJB-nya. Jadi lebih ke situ, sehingga orang memegang dokumen-dokumen lama seperti itu harus jelas dari mana dia memperoleh dokumennya," ungkapnya.
Risiko Girik Tak Diubah Jadi Sertifikat
Harison mengatakan ada beberapa risiko jika girik tak diubah jadi sertifikat. Pertama, tidak ada kepastian hukum atas tanah yang dimiliki.
Dokumen berupa girik hingga letter C nantinya hanya bisa dijadikan pedoman untuk menunjukkan lokasi tanah saja bukan sebagai alas hak pemilikan tanah. Maka dari itu, sangat rawan tanah tersebut didaftarkan oleh orang lain, terlebih jika pemilik tanah tidak menjaga atau menggunakan tanah tersebut.
"Nanti kan kita tidak tahu tanah kita ini didaftarkan orang. Kalau kita tinggal di situ sih kita bisa tahu ada orang mau merampas. Tapi kalau kita tidak tinggal di situ, tidak ada sertifikatnya, tidak ada petanya di BPN, bagaimana BPN mau notice?" katanya.
Kedua, nilai tanah yang turun. Sebab, banyak orang cenderung ragu-ragu membeli tanah tanpa sertifikat karena tidak ada kepastian hukumnya.
"Nah risiko lainnya apa? Secara nilai tanah, ya jauh lah di bawah antara tanah yang terdaftar, punya sertifikat, sama tanah yang tidak punya surat menyurat. Belum lagi kalau kita bicara soal kolateral, agunan, bank kan lebih menerima sertifikat ya, nggak pernah bank terima girik," tuturnya.
Tanah Girik Tidak Bisa Asal Diambil Negara
Apabila dokumen girik hingga letter C tidak diubah menjadi sertifikat, tanah yang ada di dokumen tersebut tidak bisa serta merta diambil negara karena masih digunakan. Kecuali, tanah tersebut tidak digunakan selama 2 tahun lebih maka ada indikasi menjadi tanah terlantar.
"Nggak, nggak. Kalau dia kuasai tanahnya ya nggak lah (nggak bisa jadi tanah terlantar). Dia kuasai tanahnya, dia manfaatkan, dia tinggal di situ, ya nggak mungkin lah negara bakal mengambil itu," ujar Harison.
Hanya saja, ia menyarankan agar para pemilik girik hingga letter C segera menyertifikatkannya untuk mendapatkan kepastian hukum yang jelas. Harison juga mengatakan, menetapkan tanah terlantar tidak bisa semudah itu, harus dilihat dari pemanfaatannya, penguasannya, dan lainnya.
"Jadi tidak semudah itu juga negara mengatakan tanah ini terlantar. Nggak. Dilihat semuanya. Penguasaannya, kemudian pemanfaatannya, kemudian kalau dia hak milik, apalagi. Kalau hak milik itu kan lebih susah untuk ditetapkan tanah terlantar. Kenapa? Karena ada keperdataannya," ungkapnya.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(abr/das)