Dokumen seperti girik hingga letter C tidak akan diakui sebagai alas hak tanah lagi mulai tahun depan, tetapi sebagai penunjuk lokasi tanah. Maka dari itu, sangat penting untuk segera mengurusnya menjadi sertifikat.
Jika tidak diubah menjadi sertifikat maka kepastian hukumnya menjadi tidak jelas. Lantas, apabila seperti itu apakah tanah tersebut bisa diambil oleh negara yang bisa saja terindikasi tanah terlantar?
Menurut Kepala Biro Humas dan Protokol Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Harison Mocodompis, tanah dengan dokumen girik tidak serta merta bisa diklaim menjadi tanah terlantar. Sebab, tanah terlantar ada ketentuannya tersendiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nggak, nggak. Kalau dia kuasai tanahnya ya nggak lah (nggak bisa jadi tanah terlantar). Dia kuasai tanahnya, dia manfaatkan, dia tinggal di situ, ya nggak mungkin lah negara bakal mengambil itu," ujarnya kepada detikcom, Senin (23/6/2025).
Hanya saja, ia menyarankan agar para pemilik girik hingga letter C segera menyertifikatkannya untuk mendapatkan kepastian hukum yang jelas. Harison juga mengatakan, menetapkan tanah terlantar tidak bisa semudah itu, harus dilihat dari pemanfaatannya, penguasannya, dan lainnya.
"Jadi tidak semudah itu juga negara mengatakan tanah ini terlantar. Nggak. Dilihat semuanya. Penguasaannya, kemudian pemanfaatannya, kemudian kalau dia hak milik, apalagi. Kalau hak milik itu kan lebih susah untuk ditetapkan tanah terlantar. Kenapa? Karena ada keperdataannya," ungkapnya.
Sebagai informasi, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2021, tanah terlantar merupakan tanah hak, tanah hak pengelolaan, dan tanah yang diperoleh berdasarkan dasar penguasaan atas tanah yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara.
Pada pasal 7 ayat 2 disebutkan, tanah hak milik bisa menjadi objek penertiban tanah terlantar jika sengaja tidak digunakan sehingga:
- dikuasai oleh masyarakat serta menjadi wilayah perkampungan;
- dikuasai oleh pihak lain secara terus menerus selama 20 tahun tanpa adanya hubungan hukum dengan pemegang hak, atau;
- fungsi sosial hak atas tanah tidak terpenuhi, baik pemegang hak masih ada maupun sudah tidak ada.
Sementara itu, tanah hak guna bangunan (HGB), hak pakai, dan hak pengelolaan (HPL) yang dengan sengaja tidak dipakai terhitung mulai 2 tahun sejak diterbitkannya hak juga bisa masuk menjadi objek penertiban tanah terlantar. Begitu juga dengan tanah hak guna usaha (HGU) yang tidak diusahakan atau dimanfaatkan mulai 2 tahun dari sejak diterbitkannya hak bisa menjadi tanah terlantar.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(abr/das)