Berdasarkan data yang dihimpun Leads Properti pada kuartal pertama 2025, rumah tapak merupakan jenis properti yang paling berkembang di antara produk properti lainnya. Total terdapat 188 ribu unit rumah yang tersedia di Jabodetabek, di mana kebanyakan berbentuk klaster dengan rata-rata harga jual telah menyentuh Rp 2,5 miliar per unit.

Dari 188 ribu unit yang tersedia di Jabodetabek, selama kuartal pertama 2025 jumlah rumah yang sudah ditawarkan ke pasar sebanyak 3.600 unit. Rata-rata nilai rumah tersebut menyasar kepada golongan menengah (middle segment).

Meskipun rata-rata harga jualnya tembus Rp 2,5 miliar, harga jual di daerah pinggiran Jakarta masih banyak yang lebih rendah dari itu. Sebagai contoh di daerah Depok masih banyak rumah dijual sekitar Rp 1,2-1,5 miliar.

"Kalau kita lihat 188 ribu unit masukan rumah di Jabodetabek, kemudian ini emang berbasis klaster. Tapi sebetulnya saya yakin jauh di atas itu yang kecil-kecil juga banyak," kata Head of Research & Consultancy PT Leads Property Service Indonesia Martin Hutapea dalam acara Media Briefing Jakarta Property Market Insight Q1 2025 di Jakarta Mori Tower, Kamis (19/6/2025).

Selama 3 bulan terakhir, tercatat terdapat 2.600 unit rumah di seluruh Jabodetabek yang terjual. Daerah dengan permintaan dan penjualan tertinggi berada di daerah Tangerang sekitar 50 persen, disusul daerah Bogor, Depok, Jakarta, dan Bekasi.

Untuk perumahan berbentuk township diprediksi ke depannya akan berfokus pada rumah kelas atas atau rumah mewah karena harga tanah yang semakin mahal. Ia menilai untuk mendapatkan tanah yang murah adalah dengan memanfaatkan tanah-tanah bekas persawahan yang dijual Rp 1 juta per meternya. Namun, saat ini pemerintah telah membatasi penggunaan tanah bekas sawah untuk perumahan karena tidak aman untuk bangunan.

Selain itu, lokasi perumahan berbentuk township juga kemungkinan akan lebih banyak menjauh dari pusat kota. Namun, harga properti yang ditawarkan akan lebih murah.

"Township yang dikembangkan jauh dari pusat kota harus menawarkan harga terjangkau. Ini karena apa? Karena distance (jarak). Distance itu akan berpengaruh pada keputusan orang mau membeli di tengah kota atau bukan tengah kota ya, pinggiran kota atau jauh lebih pinggir lagi," jelasnya.

Terkait skema pembayaran rumah, saat ini ia melihat sudah banyak orang mengambil KPR dengan jangka waktu angsuran (tenor) mencapai 20 tahun, bukan lagi 5-15 tahun. Hal ini dikarenakan harga rumah yang semakin mahal, sementara penghasilan tidak naik. Selain itu, semakin lama waktu cicilan, jumlah cicilan akan lebih kecil.

"Sudah sangat-sangat standar. Karena per bulannya jauh lebih murah. Harga rumah semakin tidak terjangkau bagi generasi mendatang dengan perubahan pola konsumsi dari membeli ke menyewa," terangnya.

Tren menyewa rumah sebelum membeli dinilai lebih ideal. Mengingat harga rumah yang semakin mahal, sementara pendapatan seadanya. Hal yang sama juga sudah banyak diterapkan oleh masyarakat di Singapura.

"HDB (Housing and Development Board) di Singapura sangat-sangat laku ya. Jadi ada kemungkinan, kalau harga sudah kemahalan, sewa. Kalau sekarang kan yang sewa, sampai sementara, jadi karyawan, sementara sewa dulu, baru beli," ucapnya.

Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.

Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini

Video Rumah di Atas Mal jadi Alternatif Keterbatasan Lahan?

Video Rumah di Atas Mal jadi Alternatif Keterbatasan Lahan?