Kawasan Kelapa Gading merupakan wilayah yang tentu sudah tidak asing bagi penduduk Jakarta. Kelapa Gading merupakan salah satu kawasan elit di Jakarta yang ternyata dulunya merupakan area bekas rawa.
Sebelum membahasnya lebih lanjut, perlu diketahui bahwa kawasan tersebut dikembangkan oleh PT Summarecon Agung Tbk. Pendirinya, sekaligus founding father dari Kelapa Gading, yaitu Soetjipto Nagaria.
Dilansir dari artikel jurnal yang ditulis oleh Evawani Ellisa dengan judul The Entrepreneurial City of Kelapa Gading, Jakarta yang diterbitkan dalam Journal of Urbanism: International Research on Placemaking and Urban Sustainability pada 2014, disebutkan bahwa Soetjipto awalnya merupakan spekulan yang beroperasi dengan dua syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh keuntungan dari spekulasi tanah: ketersediaan uang dan ekspektasi kenaikan harga tanah. Soetjipto mengaku membeli tanah tersebut bukan untuk dibangun, melainkan untuk dijual kembali agar mendapat keuntungan (Kartawijaya, 2003).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melihat semakin banyaknya kebutuhan akan hunian untuk warga kelas menengah baru, Soetjipto akhirnya banting setir dari spekulan menjadi developer. Pada tahun 1975, ia mendirikan perusahaan PT Summarecon Agung Tbk. Sejak saat itu, ia menekuni usaha sebagai pengusaha yang serius menggeluti bisnis properti.
Saat memulai bisnisnya, Soetjipto tinggal di daerah Cempaka Putih yang areanya cukup dekat ke Kelapa Gading. Karena ia kenal betul daerah sekitarnya, ia membeli sebidang demi sebidang tanah hingga akhirnya memiliki 30 hektare tanah di Kelapa Gading. Awalnya, hanya 10,8 hektare tanah yang berada di dalam satu blok. Seiring berjalannya waktu, ia membeli lahan sekitarnya dan mengumpulkan lahan-lahan tersebut menjadi suatu blok.
Ia tidak sembarangan membeli tanah, dirinya memperhatikan dengan seksama bagaimana pemerintah mengontrol perkembangan tanah dan memperhatikan bahwa jaringan transportasi memiliki peran penting dalam menjalankan struktur kota.
Ia mengetahui bahwa pembangunan berbasis koridor transportasi sangat berpengaruh seiring dengan semakin banyaknya mobilitas masyarakat. Ketika pemerintah menyediakan jalan raya, ia menyediakan infrastruktur lokal untuk jalan dan perumahan serta infrastruktur untuk penyediaan air dan pembuangan limbah.
Ia mulai membangun di atas lahan dengan luas sekitar 10 hektare sebanyak 30 unit rumah dengan ukuran 5x18 meter persegi yang selanjutnya kompleks tersebut dikenal dengan Kelapa Gading Permai.
Awalnya, ia ingin menjual rumah-rumah tersebut dari informasi mulut ke mulut saja, namun ada suatu keberkahan tersembunyi kala itu yaitu tidak adanya persaingan antarpengembang. Ia satu-satunya orang yang merintis pembangunan di kawasan tersebut.
Hal itu sangat berharga karena setelah itu ia meraup keuntungan lebih banyak lagi dan memperluas kompleks menjadi 300 unit rumah. Tak lama kemudian, ia berhasil menjual semua unit.
Area Rawa yang Disulap Jadi Perumahan
PT Summarecon Agung Tbk membeli dan mengubah area rawa tidak produktif menjadi kawasan permukiman Kelapa Gading sekitar tahun 1970-an. Padahal kala itu, beberapa developer umumnya membeli lahan agrikultur untuk dibangun menjadi area perumahan.
Pada tahun tersebut, lahan rawa itu tidak cocok untuk bercocok tanam dan ditinggalkan terbengkalai begitu saja. Kala itu, Summarecon membeli lahan dengan harga Rp 1.000 per meter persegi saja.
Karena memiliki lahan di area yang strategis, perusahaan membayangkan potensi besar Kelapa Gading apabila lahan rawa bisa dikeringkan. Namun, upaya tersebut membutuhkan rekayasa yang sangat besar dan mahal. Walau demikian, perusahaan tersebut mempertimbangkan bahwa mereka akan memperoleh peruntungan dari kenaikan nilai tanah setelah sistem jalan raya Jabodetabek dibangun.
Setelah dibiarkan menganggur beberapa tahun, akhirnya Summarecon memutuskan untuk melakukan proses penimbunan tanah untuk memodifikasi 30 hektare lahan rawa. Setelah itu, Summarecon mulai mengkonfigurasi area tersebut menjadi jalan dan tanah kavling, tidak hanya sebagai cara untuk menawarkan bidang tanah untuk dijual, tetapi juga untuk membentuk daerah tersebut sebagai lingkungan tertentu.
Kala itu, sebagian besar pengembang berkonsentrasi pada perumahan keluarga berpenghasilan menengah dan tinggi dengan fasilitas berkualitas tinggi, seperti lapangan golf modern, namun Summarecon mengembangkan tata letak rencana induk yang unik, yang mencakup fasilitas seperti perumahan, pasar, sekolah, pusat komersial dan makanan, dan akhirnya pusat olahraga.
Dilansir dari situs resmi perusahaan, disebutkan bahwa pada 1984 perusahaan membuka Kelapa Gading Permai Sports Club atau yang dikenal sebagai Klub Kelapa Gading. Lalu pada 1990 Mal Kelapa Gading fase 1 dibuka. Setelah itu, Kelapa Gading terus berkembang seperti yang ada saat ini.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(abr/das)